Rabu, 31 Desember 2014

Beberapa jam ke depan rakyat dunia akan sama-sama menyambut pergantian tahun dari 2014 ke 2015. Semua orang sudah siap dengan rencananya malam ini: ada yang memilih berdua dengan kekasihnya, keluarga, teman, bahkan sendiri. Ada yang sedang berburu terompet atau petasan, ada yang sedang dalam perjalanan ke suatu tempat, ada yang memanjakan diri di rumah, dan ada pula yang sedang tergesah-gesah dengan tugas kuliah. Untuk yang terakhir, saya berada di sana.

Semua orang sibuk mengupdate persiapan, sebagiannya lagi bingung mau kemana, para jurnalis musik sibuk menentukan album lokal dan internasional apa yang terbaik selama setahun ke belakang, jurnalis tv sibuk merangkum kejadian penting selama setahun, paranormal sibuk dibanjiri pertanyaan tentang "bagaimana gambaran kehidupan di 2015 ?" oleh wartawan infotaiment, sebagain dari kita sibuk dengan resolusi, dan saya sibuk dengan diri sendiri yang merintih karna tugas juga rindu keluarga. Tahun kemarin masih merayakannya bareng-bareng. Untuk tahun ini, tidak. Tapi tak apalah, libur UAS nanti semua akan terbayar.

Hari ini saya mengerjakan tugas MPK dengan tidak begitu maksimal, hanya menambahkan beberapa landasan teori sisanya malah mengedit tugas video multimedia. Rayi datang untuk mengambil video perjalanan kita ke Papandayang yang akan ia gunakan sebagai tugas dan mengajak saya untuk camping ke Munara. Tapi saya tolak karna ada janji meliput dengan Pipit. Sebenarnya tergiur sekali untuk ikut, tapi saya tidak mau mengakhiri tahun ini dengan ingkar janji.

Tommy meminta untuk membuat list tentang album lokal dan internasional terbaik selama 2014 versi saya untuk Warn!ng Magazine. Tapi saya cuma membuat list 10 album lokal terbaik. Sejujurnya, membuat list seperti itu adalah perkara yang tidak mudah terlebih Tommy meminta hari ini. Dengan gegabah saya membuat list, hanya lokal saja, setahun ini saya tidak banyak mengikuti perkembangan musik Internasional kecuali yang disajikan melalui media massa.

Sembari menunggu hujan yang beringas perlahan redah, saya takjub dengan setahun ini. Diluar pencapaian apa yang saya dapatkan secara mudah, yah saya menjadi pemimpin redaksi, menang lomba poster HAM, tanpa usaha yang keras. Bahkan untuk menjadi PemRed, saya tidak usaha sama sekali, oh bahkan saya tidak menginginkannya. Hal lucu yang terjadi pada tahun ini. Diluar semua itu, saya takjub dengan diri saya yang menjadi 'Mendadak Rantau' efek dari keluarga pindah ke Garut dan harus tinggal di rumah nenek. Takjub karna meski awalnya terasa susah menjalaninya, tapi sekarang saya masih bisa menulis blog ini dalam keadaan sehat (walau bobot tubuh saya menurun).

Tahun ini pula saya dihadapkan pada pilihan, kali ini persoalannya asmara. Meski ini blog pribadi dan belum tentu juga ada yang membacanya, entah saya masih terlalu risih untuk menuliskan hal ini. Mungkin lain waktu, jika saya ingin maka akan saya tulis.

Bicara soal resolusi untuk tahun Depan. Tidak ada. Saya cuma ingin terus bersemangat menjalani kehidupan fana ini, seperti doa-doa dalam sholat saya yang jarang dilakukan, yah saya cuma mau diberikan semangat oleh Allah. Saya tak mau menjadi pribadi yang manja dihadapannya, biarkan-lah tugas tuhan hanya menentukan lahir dan mati saya saja. Selebihnya biarkan saya yang memilih-memperjuangkannya sendiri.

Tahun depan saya punya rencana untuk melakukan touring bersama CBA, teman-teman dari Durga menawarkan bareng untuk tour ke Jogya, Kediri, Malang, lalu Bali pada April/Mei. Saya sih ingin, tapi lihat nanti. Takut terbentur sama tugas di kampus dan Aspirasi.

Hujan diluar masih terus menghujam daratan, sedangkan sekarang sudah hampir pukul 6. Semoga hari terakhir ditahun ini, tidak saya lewati dengan ingkar janji.

Selamat datang 2015. Saya selalu siap dengan apa yang akan kamu berikan besok. Mari berbahagia!

Jumat, 26 Desember 2014

Entah kenapa malam-malam seperti ini saya kepikiran tuhan. Saya yakin tuhan tidak merancang jalan apa-apa kecuali hidup dan mati umatnya. Diluar dua hal tersebut, ia hanya memberikan pilihan dalam setiap fase hidup kita. Keputusan tetap ditangan kita, karna kita adalah makhluk yang diciptakan lebih sempurna daripada makhluk lainnya. Termasuk pilihan untuk menghamba pada nya atau tidak mempercayainya sekalipun. Semua ada ditangan kita.

Tuhan tidak merancang apapun kecuali hidup dan mati karna ia ingin umatnya belajar dan tentukan sendiri hasilnya.

Kamis, 25 Desember 2014

Iseng Poto: Prosesi Rekaman CBA

Alvin aka Kebo mati suri di studio.





Selfie first. Recording later.


Please check a latest single from my band:
Selamat natal untuk kalian yang merayakannya. Hari ini saya terbangun begitu cepat, padahal baru tidur pukul empat. Seharusnya bisa lebih lama lagi, tapi berhubung saya teringat jadwal tugas multimedia yang harus segera dikejakan, terbangunlah. Sayangnya, tugasnya batal dan ganti hari menjadi besok.

Hari ini cuacanya seperti di Cipanas, cuman kurang kabut saja. Jadi rindu Garut, sialnya karna tugas yang banyak saya belum bisa pulang. Untuk sekarang-sekarang ini, saya menyesali menjadi mahasiswa. Saat liburan bukannya bersantai malah mengerjakan tugas.

Cuaca diluar yang dingin, secara mengejutkan membekukan otak saya. Sudah hampir 8 jam di depan laptop, tapi tak satupun aktivitas yang saya lakukan. Bahkan untuk menonton film saja malas. Niat awalnya ingin mentuntaskan tugas MPK yang cepat atau lambat jika tidak diselesaikan akan menjadi semakin menjadi beban. Ini efek belum mandi sepertinya, jadi gairah hidup hari ini layaknya sleepwalker. Kerjaan saya cuma sign in-log out socmed, mendengarkan musik, dan berkhayal. Mungkin perlu mandi, biar segar.

Memaksa santai dalam kondisi yang genting seperti ini, seperti lari dari kenyataan bahwa kulit durian itu tidak bisa ditelan. Yah, memang seharusnya saya mandi dulu. Saya terlalu memanjakan malas hari ini. TAPI, inikan tanggal merah, yah tuhan. Saya kesal.

Selasa, 23 Desember 2014

Gila..gila.. saya hampir gila. Betapa tidak, tugas meluap bagaikan air bah yang tak bisa terbendung. Seantero tugas mulai dari Jurnal TV, Cetak, MPK, dan Multimedia sungguh menikam kepala tanpa henti. Belum lagi tugas di Aspirasi. Belum lagi menghadapi diri sendiri, ah ini yang paling sulit. Waktu seakan berputar cepat bahkan lebih dari biasanya. Ini akhir tahun yang menggemaskan. Walaupun tidak semencekam tahun lalu. Demi apapun yang kita sembah, saya ingin muntah.

Semua teman yang saya temui, sudah jauh hari seperti dendam. Jika libur tiba, maka mereka akan nikmati waktu dengan sebaik-baiknya. Yah, saya rasa kita semua butuh liburan. Kita jenuh oleh rutinitas.

Berkat hadiah tugas yang maha-dahsyat ini, saya urungkan niat untuk pulang ke Garut dan sepertinya mama memakluminya. Mungkin selepas UAS saya baru bisa pulang kesana. Saya tak bisa membendung rindu lagi pada mereka semua yang jauh di sana. Saya rindu kangkung dan tempe buatan mama. Lagi pula saya tak punya budget jika harus pulang pada Desember ini. Mengeluhkan hal ini ke mama sama halnya bunuh dia perlahan. Syukurnya tugas memang lagi banyak, jadi saya kambing-hitamkan saja tugas.

Kemarin lalu, saya menonton film Belenggu karya Upi. Film yang memutar otak. Saya pernah memikirkan plot seperti pada film itu. Dimana kita melakukan sesuatu namun tanpa sadar lalu meratapinya seakan ada seseorang yang melakukannya padahal orang tersebut adalah kita sendiri. Menontonnya benar-benar seperti mebayangkan imajinasi kita menjadi nyata.

Sabtu, 20 Desember 2014

Ada hal yang saya lupakan selama ini dan baru menyadarinya sekarang. Kamu adalah zat yang mampuh menggerakan otak saya untuk melakukan sesuatu, terutama untuk urusan seni absurd yang saya gemari. Hal-hal yang saya lakukan, terinspirasi oleh mu. Jika kamu mengatakan "Siapa aku ?" Kamu adalah orang hebat dalam hidup saya. Kamu bukan tokoh revolusi yang saya kagumi, bukan juga musisi yang musiknya membuat saya berdecak kagum, fotografer handal dengan hasil foto ciamik, ataupun seniman dengan karyanya yang memukau. Tapi kamu adalah motor kreativitas saya.

Mungkin kamu akan bertanya "Kenapa aku ?" karna kamu menciptakan kegelisahan yang maha-dahsyat dalam koneksi kita. Saya selalu menyimpan rasa gembira ketika gelisah, karna otak ku akan bekerja extra dan pikiran ku berfantasi kemana-mana. Sehingga dalam kegelisahan, saya mampuh membuat sesuatu yang tak bisa terukur oleh materi (Karya).

Tapi semenjak kepergian itu. Saya tidak mendapatkan rangsangan untuk melakukan sesuatu. Sesekali bisa, namun saya rasa tak cukup maksimal. Saya akui, ada ketimpangan dalam hidup ini kini. Mungkin ini hanya soal waktu, terdengar klise bukan ?

Diluar kebatuan saya dan kamu. Kita bersinergi dalam hal yang tak biasa bahkan jika kita sempat renungkan, hal tersebut adalah kekayaan yang tak siapapun miliki. Sepatutnya kita bangga, namun percuma karna terlambat.
Ada yang menggembirakan di Minggu ketiga Desember ini, karna besok CBA akan rekaman sebagai teaser untuk album berikutnya. Ada tiga materi yang akan saya dan teman-teman rekam. Ada yang berbeda pada rekaman kali ini yakni kami telah membuang unsur hardcore oldschool yang sempat melekat di musik CBA selama 5 tahun terakhir. Kali ini CBA memainkan Punk Rock ala CBA tentunya. Masih sulit untuk mendeskripsikan seperti apa musiknya, walaupun kami sendiri yang merancangnya. Hal tersebut karena tidak ada band khusus yang menjadi referensi. Jika boleh dibilang saya ingin sekali menyebutnya sebagai Revival Punk Rock.

Selain itu, penulisan lirik saya pun lebih eksploratif. Saya memang sengaja untuk tidak pernah menulis lirik dengan gaya ataupun tema yang sama dengan sebelumnya. Saya selalu ingin mencoba hal yang belum terjamah. Untuk kali ini, Iwan Fals dan Jim Morrison benar-benar mempengaruhi kreatifitas saya. Pada tiga materi tersebut, saya lebih banyak melakukan gaya penulisan bercerita. Hal tersebut untuk menghindari dari kesan menggurui, yang mana memang tak pernah saya inginkan. Ada tiga judul yang saya tulis antara lain:

1. Rocky Never Been Felt Rock

Meski judulnya memakai bahasa Inggris namun konten lirik lagu ini menggunakan bahasa Indonesia. Saya tidak berhasil menemukan judul dalam bahasa Indonesia yang tepat. Lagu ini mengisahkan satu tokoh utama yaitu Rocky. Ia (Rocky) adalah anak yang taat pada kedua orang tuanya. Ia menuruti khendak orang tuanya untuk giat belajar, tidak ada waktu tanpa belajar formal tentunya. Hari-harinya hanya habis terkuras untuk sekolah dan seantero les yang diikutinya. Tidak ada waktu bermain bahkan melakukan hal yang menjadi daya tariknya sendiri (Hobby). Walaupun sebenarnya Rocky melakukannya secara terpaksa namun tetap dijalani dengan sungguh-sungguh. Meski akhirnya ia pun merasa frustasi.

Kata 'Rock' disini bukan mengacu pada genre musik ataupun arti sebenarnya yakni batu. 'Rock' yang dimaksud adalah membelot dari kebiasaan normal, atau dalam kasus ini 'Rock' mengacu pada hal-hal gila yang dilakukan atas dasar kesenangan.

Yah, Rocky butuh bersenang-senang namun ia tetap pada kontrolnya karna bagaimana pun orang tua tetaplah orang tua.

2. Out Box

Lagu ini menceritakan tentang kami (CBA) yang mencapai satu titik kebuntuan memainkan oldschool hardcore. Dengan latar belakang kegemaran musik beragam, akhirnya kami mencoba sebuah hal baru. Karna pada dasarnya musik hanyalah musik, selagi semangat dan gairah tidak berubah, tentu bukan perkara.

3. Heavenly Night

Lagu paling akhir yang saya tulis. Lagu ini menggambarkan sepasang kekasih pada sebuah malam. Disaat semua orang di negri ini sedang beradu argumen tentang pemilihan presiden yang sempat heboh beberapa bulan lalu. Sepasang kekasih ini malah menghabiskan waktu dengan berbagi cerita, mendengarkan musik favorite, dan diakhiri dengan bercinta. Mereka merasa dunia penuh dengan kepalsuan, karna kenyataan hanya tinggal ditengah-tengah gelora mereka.

Lagu ini adalah lirik paling vulgar kedua yang pernah saya tulis setelah "Just For Fun". Mengambil angle pada hubungan intim sepasang kekasih namun penuh makna dibalik semuanya. Saya senang dengan lirik ini dan merasa puas.

Kamis, 18 Desember 2014

Saya bisa melihatnya bebas melakukan apapun yang ia khendaki untuk dilakukan. Walaupun kadang hal tersebut cukup gila dilihat dari kacamata orang lain. Tapi ia tetap menikmatinya. Bukannya tidak peduli dengan sekitarnya, ia hanya ingin merasakan bebas.

Suatu waktu, ia menari dengan riang dengan ditemani alunan musil Swing Jazz tepat di halaman rumah. Hampir setiap hari dikala pagi, ia menari. Hal tersebut mencuri perhatian pejalan kaki yang melintas di depan rumahnya. Sampai ada seseorang yang menegurnya, "Hey! Apakah kamu gila ?!" Ia tidak marah dan hanya mentertawakan orang tersebut. Lain hari kemudian, orang yang sama kembali menegurnya, "Kamu gila!" Ia masih tersenyum. Keesokannya lagi, masih orang yang sama menegurnya kali ini cukup keras, "Dasar orang gila!". Ia tertawa lebar lalu terdiam.

"Kenapa kamu lewat sini ?" tanyanya.

"Ini jalan umum!" jawab orang itu, lantang.

"Besok kau tidak boleh lewat sini lagi!"

"Siapa kamu melarang ku untuk lewati jalan ini ?!"

"Siapa kamu menganggap ku gila karna menari ?"

"Tingkah mu seperti orang tidak waras."

"Carilah jalan lain yang tidak melewati rumah ku. Lanjutkan hidup mu. Dan...." Ia terdiam lalu kembali melanjutkan, "tanyakan pada diri mu, apa itu toleransi."

Jika gila itu seperti ini, maka ia akan memilih untuk tidak pernah waras. Karna menjadi waras cukup menyakitkan: mata membekukan logika. Sehingga apa yang ditangkap oleh mata dan jika hasilnya tidak mengenak-an maka dengan mudah untuk membencinya.

Hal tersebut tidak hanya berlaku pada mata tapi indera lainnya seperti hidung dan telinga. Kadang yang ditangkap oleh Mata, hidung, dan telinga langsung merangsang emosi kita tanpa pernah meresapi ke otak dan naluri manusiawi terlebih dahulu.

"Menari ku, tidak mengganggu jalur kalian berjalan. Kalian anggap aku gila karna aku menari setiap pagi. Aku mentertawakan kalian karna terpaksa bangun pagi dan terburu-buru untuk absensi," gumamnya.

Rabu, 17 Desember 2014

Saya yakin bahwa tuhan tidak selamanya yang menentukan semua hal yang berhubungan dengan umatnya. Adakalanya tuhan hanya memberi pilihan dan menuntut ketegasan umatnya untuk memilihnya sendiri. Karna tidak semua hal dalam hidup ini bisa dipasrahkan begitu saja, jika kamu masih bisa memperjuangkannya. Yang menjadi masalah adalah kadang kurang pekanya kita terhadap pilihan yang diberikan oleh tuhan. Sehingga semua hal yang telah kita alami, dianggap seperti sudah jalan dari tuhan.

Hal ini saya anggap sebagai bagian dari meminimalisir ketergantungan dan juga prejudis terhadap eksistensi tuhan. Karna saya tak ingin, jika saya berada dalam keadaan terpuruk lantas menganggapnya sebagai bagian dari skenario tuhan. Padahal bisa saja sebelumnya tuhan telah memberikan pilihan yang kurang dapat saya rasakan sehingga akhirnya berada dalam keterpurukan.

Kamis, 11 Desember 2014

Saya baru ingat kalau ternyata 3 hari terakhir ini saya hampir sama sekali tidak makan nasi. Astaga, sesibuk itu kah diri saya ? Sampai untuk urusan perut sendiri saja lupa. Tapi ini sebuah penghargaan yang keren. Saya tidak mati. Tidak pula lemas. Kurus ? sudah pasti bertambah kronis. Sampai-sampai beberapa teman melihat saya seperti tengkorak berjalan. Tak apalah, saya ini kan rocker (sebuah pembenaran memang).

Saya cuma makan roti, gorengan, rokok yang banyak, dan cemilan-cemilun. Lagi pula ini bukan yang pertama kalinya kok. Sewaktu mama masih di Depok dan dia rajin masak, saya memang terbiasa menahan lapar. Walau kadang punya uang, namun kelupaan untuk makan. Saya cuma bisa menganggap ini sebagai pelatihan, jika sewaktu saat nanti kehidupan saya jauh lebih turun dari sekarang. Ketika di bawa tudung saji tak ada kudapan. Ketika uang di kantong tak ada barang seperak. Yah, agar tidak kaget saja.

Saya tengok ke dompet, betapa mirisnya. Sedangkan bulan masih cukup panjang. Saya harus benar-benar irit. Untungnya bulan ini ada Latdastik. Hahaha. Sedikit mengambil keuntungan dari kegiatan dasar Aspirasi satu ini karna pastinya akan ada makanan yang dapat saya makan secara gratis dan tandanya uang saya bisa dihemat.

Semenjak harga BBM naik dan uang jajan yang tidak naik juga, saya benar-benar teliti soal keuangan sendiri. Tidak ada beer. Tidak ada juga beli rilisan. Tidak ada pergi ke gigs dengan tiket yang lumayan. Tidak ada beli kaos. Untuk merokok pun kadang minta kesana-sini, hahaha hal yang pastinya akan membuat risih orang lain sekalipun mereka yang menamakan dirinya teman. Tabungan hasil berjualan pun tak bisa dipergunakan seenaknya. Jaga-jaga jika suatu saat nanti hal sial menimpah hidup saya. Berhematlah.

Tapi alhamdulilahnya, hidup saya tidak kekurangan apabila keinginan saya dapat terus ditekan. Mirisnya, jika ada peristiwa yang mendadak menjadi kebutuhan dan harus dipenuhi. Semisal, tugas kuliah.

Inilah hidup. Saya menikmati setiap lembar kisahnya.

Sesuatu yang membuat saya berpikir dua kali untuk punya pacar dalam kondisi seperti ini.

Rabu, 10 Desember 2014

Saya rasa bulan Desember ini bukanlah keberuntungan saya. Melainkan sebuah kado yang sudah dipersiapkan dari tuhan sejak lama untuk saya. Kado peganti dari Desember tahun lalu yang remang. Dimana saya dan sekeluarga berada dalam situasi yang tidak pernah kami inginkan sama sekali. Kondisi keluarga yang memanas, saya dan papa bertengkar hebat bahkan tanpa batas anak-orang tua lagi, kehidupan menjadi ricuh. Yang kemudian perlahan, hari ke hari, bulan ke bulan, kami sekeluarga bebenah diri dan mencoba menjadi pribadi yang baik kembali. Yah, saya tidak mau berpikir jelek kalau pada Desember ini saya hanya sedang beruntung. Tidak, saya rasa campur tangan tuhan ada di sini dan inilah hasilnya.

Terima kasih atas kemenangan Lomba Poster HAM ini. Yah, saya berhasil meraih juara ke-3 untuk Poster "Tampil Beda Tanpa Beda" yang diselenggarakan oleh INFID dan Yayasan Yap Thiam Hien.

Delegasi Kontras (kiri), saya, delegasi Infid dan Yayasan Yap Thiam Hien (kanan)

Selasa, 09 Desember 2014

Saya tidak pernah menyangka bahwa hari yang saya kira biasa saja ternyata sungguh luar biasa. Seperti hari Senin ini yang lalu, rutinitas hanyalah kuliah dengan para pengajar yang membosankan dan rapat menentukan staff pengurus serta UDR untuk LPM Aspirasi. Sampai saya pulang ke rumah, ternyata ada panggilan yang tak terjawab sebanyak tiga kali dari nomer yang tak saya kenali. Begitu panggilan ke empat saya angkat. Suara pria dewasa di seberang sana mulai bersuara. Pikiran awal kala itu, "Paling ini HRD yang akan memanggil saya untuk datang ke kantornya dan melakukan wawancara." karna dalam beberapa minggu terakhir ini saya memang sedang genjar melamar pekerjaan diberbagai perusahaan via email. Namun saya salah, ketika orang tersebut menyebutkan sebuah nama yang tak asing bagi saya, "Kami dari Yayasan Yap Thiam Hien." seketika saya seakan membeku.

Yap Thiam Hien sendiri adalah tokoh yang menghabiskan hidupnya untuk meneggakan keadilan dan Hak Asasi Manusia, selebihnya kalian bisa mencari biografinya di google. Saya pun baru kenal dengan namanya ketika membaca buku hariannya Gie, dimana sepertinya Gie dan beliau mempunyai kedekatan. Lalu tau akan sosoknya ketika papa membawa pulang Majalah Tempo edisi 3-9 Juni 2013 yang spesial mengupas tentang sosoknya.

Singkat cerita, pada awal November lalu kalau tidak salah. Saya melihat sayembara lomba poster yang diadakan Yayasan Yap Thiem Hien untuk memperingati hari HAM sedunia yang jatuh pada tanggal 10 Desember mendatang. Saya yang sedang tak ada kegiatan tersebut, secara iseng namun sadar membuat poster. Temanya tentang Lesbian Gay Biseksual Transgender. Saya teringat Reza dan Imam, dua sahabat saya yang seorang Gay dan dari merekalah saya mempunyai tambahan masukan tentang sebenarnya kehidupan orang-orang seperti mereka. Sebelumnya saya juga menaruh respect pada orang-orang seperti mereka karna saya tidak melihat ada hal yang beda kita masih sama yakni sebagai manusia. Karna itu saya membuat poste dengan metode digital kolase dengan dua sosok wanita dan pria yang saling merepresentasikan sosok masing-masing, si pria jadi wanita begitu sebaliknya. Tak lupa saya berikan tagline "Tampil Beda Tanpa Beda Masih Manusia".

Tidak kurang dari 2 jam saya menyelesaikan poster tersebut dan mengirimkannya ke alamat panitia sekaligus fomulirnya. Tidak ada ekspektasi apapun, mengingat poster yang saya buat amatlah sederhana. Oke, satu-satunya goal yang ingin saya tuju ialah menjadi 12 besar karna nantyinya poster saya akan dijadikan kalender tahun 2015 edisi HAM. Sebuah goal yang cukup membanggakanlah untuk seukuran poster seperti itu.

Namun malam ini, pihak panitia menelfon saya. Ia menyuruh saya untuk datang pukul 16.00 Selasa besok. Menurut penuturannya, saya terpilih sebagai 12 besar. Saya langsung lemas dan kegirangan, akhirnya goal saya kesampaian. Lalu, saya sempat kaget ketika mereka menanyakan nomer rekening, karna buat apa menurut saya. Kemudian mereka menjelaskan bahwa saya berhasil menjuarai posisi 3. Hal yang langsung membuat saya senang bukan kepalang. Saya langsung keluar kamar dengan bertelanjang dada dan berteriak ke papa sembari membawa Majalah Tempo edisi spesial Yap Thiam Hien. "Pa, juara 3 lomba poster orang ini," teriak saya sembari menunjuk ke majalah. Secara noraknya, saya langsung menghubungi Pipit (Aspirasi) untuk meliput saya. Hahaha sebuah hal konyol banget. Saya bingung harus melampiaskannya seperti apa. Lagi pula menurut saya ini berita bagus dan harus disebarkan. Hahaha. Malam ini saya senang namun konyol bukan main.

Seperti malam ini akan menjadi malam yang panjang dan menyulitkan tidur kelak. Sudahlah, saya tak bisa membendung kegembiraan ini. Oh yah, Selamat hari HAM sedunia. Jalanlah dengan pilihan hidup masing-masing tanpa saling menghakimi satu sama lain.

Rabu, 03 Desember 2014

Rencana cuci pakaian gagal total akibat rusaknya mesin cuci. Air yang sudah terisi dalam bak pakaian terus keluar, padahal knop sudah pada posisi wash. Saya terpaksa membokar belakang mesin untuk menemukan penyebabnya. Ternyata masalahnya ada pada karet pelindung (saya tidak tau namanya apa) yang sudah robek, sehingga mau knop berada pada posisi wash/drain maka air akan tetap keluar.

Karna pakaian sudah kepalang saya keluarkan sementara itu celana dalam pun out of stock, terpaksa saya masukan semuanya dalam satu bak berisi air dan deterjen. Saya aduk seperti membuat adonan donat, iramanya mencontek mesin cuci. Pegal sekali. Memakan waktu.

Hari ini tidur saya cukup pulas, saking pulasnya terbangun jam 12.00. Saya bersemangat menjalankan segala macam aktivitas hari ini. Maka dari itu saya berniat memulainya dengan mencuci pakaian dan gagal. Yasudah semuanya pun jadi berantakan.

Sekarang saya pun terancam malas lagi.

Selasa, 02 Desember 2014

Hari ini saya rasa lelah, padahal tidak ada pekerjaan yang berat. Mungkin efek kurang tidur lalu harus kuliah pagi. Hari ini saya sengaja tidak berlama-lama di sekret karena ingin mencuci pakaian yang sudah menumpuk berhari-hari dan ditambah celana dalam yang out of stock. Namun begitu sampai di rumah, secara tak sadar saya terlelap di bangku dan terbangun ketika perut sudah lapar -saya baru ingat belum makan sama sekali hari ini.

Setelah makan selesai, saya membaca buku ringan berharap akan mendatangkan kantuk kembali, ternyata gagal. Lalu saya lupa kalau belum mandi dan badan serasa lengket. Alhasil mandi dan kembali segar. Lalu beranjak untuk mulai mencuci pakaian, sialnya deterjen dan pewanginya habis. Saya urungkan niatnya menjadi besok saja. Lalu malam ini bagaimana ? Ada banyak pilihan yang saya bisa lakukan: 1. Mengerjakan tugas MPK, 2. Mengerjakan tugas Jurnal Cetak membuat Feature, 3. Menulis untuk Lemarikota, 4. Menulis blog ini, 5. Streaming video di Youtube sampai bosen. Pilihannya jatuh pada nomer 1 tapi ketika buka words saya mendadak hilang inspirasi jadilah pilihan geser ke nomer 4.

Saat-saat seperti ini saya jadi rindu vakansi. Beberapa hari yang lalu mengkontak kenalan yang tinggal di Melaka dan dia mengatakan kalau ke Malaysia perlu mampir ke sana. Saya coba search di google dengan keyword "Melaka" dan akhirnya menjadi destinasi wajib apabila bertandang ke Malaysia. Hanya dua jam dari KL kata teman saya. Semua tergantung budget lagi deh. Kawan di Jember pun tak kalah menggodanya, saya ditawarkan ke sana. Katanya banyak tempat wisata alam yang asik, sebelumnya saya tau di sana ada Pantai Papuma -pantai ini sempat dijadikan lokasi gig hc/punk. Yah semuanya menggiurkan. Tergantung bagaimana kesiapan saya saja. Tapi benar-benar butuh vakansi.

Sepertinya malam ini akan saya habiskan dengan berleha-leha sembari menunggu kantuk. Mungkin sedikit membaca-baca artikel atau sejenisnya. Selamat malam jiwa yang letih. Ingat besok hari, kau akan kembali ditikam mentari. Jika tidak bersantai sekarang makan kau akan lebih letih.

Senin, 01 Desember 2014

Sore tadi di kampus saya ketemu Sinchan, seseorang yang lebih tua secara akademik dari saya. Sinchan ini tipikal orang yang jenaka, selalu ada hal kocak yang ia lakukan dan ucapkan selain itu cukup easy going dan apa adanya. Berdasarkan cerita dari teman-teman angkatannya, waktu SMA dia seorang jagoan. Meski begitu ia cukup disegani, namun bukan karna sifat jagoannya melainkan tingkah kocak dan sifat friendly-nya itu.

Dia adalah orang paling selengean se-FISIP yang pertama saya temui ketika baru menjadi MABA. Dengan kemeja warna biru terang, straight-pants bolong, sepatu converse one-star lusuh, dan rambut gondrong, persis seperti pemuda Orkes Dangdut. Tidak lupa selalu ngopi, "biar berjiwa muda," katanya. Penampilannya begitu kontras dengan mahasiswa yang kebanyakan bergaya sesuai apa yang sedang hip kala itu. Namun justru itu, nyawa dari dunia kampus pikir saya. Kita bukanlah siswa SD-SMA lagi, yang mesti seragam. Wujud ekspresi yang tak berlebih itu perlu.

Disamping penampilan dan tingkah lakunya yang kalau dilihat dari kacamata para intelektual kolot sebagai sebuah contoh buruk. Faktanya Sinchan telah membohongi mereka yang memiliki ruang otak luas namun berpikiran sempit, sebab Sinchan adalah orang yang tak memiliki trouble secara akademik. Kuliahnya lancar bahkan ia terancam lulus 3 1/2 tahun karena itu. Sekarang sedang berjuang menghadapi skripsi. Sebuah contoh yang mencambuk saya juga, tentunya.

Sore itu saya banyak ngobrol dengannya, cukup serius namun relax. Fokusnya adalah kemasalah hidup. Ternyata ia sedang mengalami fase sulit dalam hidupnya, tanpa merasa malu ia pun bercerita. Saya merasa tersanjung bisa dipercaya untuk mendengarkan masalah se-krusial ini. Kita bicara soal-soal perkuliahan, keluarga, asmara, dan masa depan yang mana semuanya ini terdapat kesinambungan satu sama lain. Saya pun menceritakan hal yang sama karna saya merasa mempunyai kesamaan emosional kala itu. Kita berdua sedang dalam masa ujian kehidupan yang maha asyik. Pada satu obrolan, kita sama-sama mentertawai diri sendiri dan orang-orang yang hidupnya terus dalam zona aman/ketiak keluarga yang luar biasa kaya namun salah kaprah.

Saya pikir, pada usia kepala dua adalah fase pembelajaran dan uji ketahanan mental seseorang. Tidak hanya kami berdua. Banyak teman-teman saya yang merasakan hal yang sama. Sebagian ada yang larut dan akhirnya pasrah jatuh dalam kubangan hitam, sebagiannya lagi mati-matian berjuang untuk berdiri. Semoga saja kita semua yang sedang dalam fase seperti ini tidak berakhir gila karna kepalang frustasi atau bunuh diri.

Mata saya sudah perih menatap layar monitor. Namun otak saya masih ingin mengetik berbagai hal lagi. Oh yah, akhir-akhir ini saya selalu kecanduan Ask.fm. Ada sesuatu yang merangsang saya akan hal tersebut dan parahnya itu menjadi obsesif kompulsif saya ketika membuka laptop.

Minggu, 30 November 2014

Sebetulnya banyak sekali yang ingin saya tulis dalam tiga hari belakangan ini namun tak pernah sempat. Hari-hari ini saya melewati momen terkonyol dalam hidup. Salah satu momen yang tak pernah diharapkan, sebenarnya. Yah, saya terpilih sebagai Pemred ASPIRASI. Ternyata bukan saya yang gila, tapi organisasinya yang tidak waras t'lah menentukan pemimpin tanpa melihat track record. Astaga, saya tidak habis pikir. Can someone explain to me for the reason ?

Bahkan sampai hari ini saja saya masih terheran-heran. Jika boleh mundur atau tidak saya ingin memberikan jabatan spesial ini untuk mereka yang benar-benar mengejarnya. Saya tidak terlalu mau mendedikasikan hidup di sini. Terlalu ribet dan bikin pusing saja. Lagi pula kasihan mereka yang benar-benar mengharapkan jabatan ini, pasti mereka dongkol pada saya, bisa dengan mudah mendapatkannya. Maaf yah, tapi jika kamu mau barter dengan Sampoerna Mild+Susu Ultra Cokelat maka saya akan berikan jabatan ini dengan senang. Saya lebih membutuhkan rokok untuk menemani merangkai kata dan susu cokelat sebagai bagian menggemukan badan.

Saya juga takut kapasitas otak tidak cukup untuk mengurus organisasi. Sementara tantangan hidup yang lebih riil sedang menguras pikiran dan energi saya. Apa saya masih mempunyai Me Time ? Semoga.

Ketakutan-ketakutan bersaing dengan orang yang tersenyum namun dalam hati dongkol setengah mati karna merasa "seharusnya gua yang menjabat disitu. bukan lo!" pun adalah hal yang benar asshole. Saya tidak mau berpikir positif, ada diantara mereka yang demikian, entah siapa. Tapi seperti kata saya diatas, mari kita barter jabatan yang kau anggap sakral ini dengan rokok dan susu cokelat.

Saya sempat berpikir buruk dengan kenapa saya dicalonkan dan akhirnya terpilih. Sepertinya ada yang sedang mencoba memasang saya sebagai pionnya untuk motif tertentu. Berharap saya bisa berjalan sesuai dengan angka dadu yang ia gelontorkan. Keganjilan ini membuat saya gila dan terus berpikir buruk. Diluar ini semua benar atau tidak, saya cuma ingin memastikan otak masih cukup waras untuk mengendalikan seluruh organ tubuh saya. Jadi saya rasa tidak membutuhkan otak orang lain.



Saya sematkan track Arcade Fire. Entah mengandung korelasi atau tidak. Namun saya merasa seperti demikian.

Now you're knocking at my door. Saying please come out with us tonight. But I would rather be alone than pretend I feel alright....

Kamis, 27 November 2014

She's the granny punk
Nenek terbaring sakit, saya pun bingung. Pasalnya nenek terbilang orang yang menyebalkan, ia tidak pernah mau bicara tentang penyakitnya. Kemarin pagi saja, ia pergi ke rumah sakit sendiri, sementara dirumah ada saya dan Om Ijal. Saya tau kondisinya tidak memungkinkan untuk pergi namun ia memaksakannya. Ketika saya tegur, ia hanya menjawab, "Naik motor kena angin." Saya tau itu bukan alasan, ia hanya tidak mau merepotkan.

Nenek memang pribadi yang keras kepala. Beberapa minggu yang lalu, kami serumah dibuat geger oleh kehilangan dia. Ante Cia yang sedang menginap membangunkan saya untuk menanyakan dimana nenek. Saya yang habis begadang karna tugas, menjadi kaget dan tidak merasa melihat nenek. Om Ijal pun tidak ada, karna sudah berangkat ke luar kota. Ante Cia segera menghubungi kakak-kakaknya. Saya menghubungi Putri, menanyakan apa nenek ke Garut atau tidak. Jawab Putri "Tidak". Namun selang beberapa jam kemudian, sekitar pukul 14.00, Putri BBM saya dan bilang "Aa, nenek udah sampe di Garut". Saya dan Ante Cia pun bernafas lega sekaligus takjub. "Ante aja takut ke Garut sendiri. Dasar nenek," ucap Ante cia.

Balik ke Nenek yang sedang sakit. Tadi pagi saja, ia masih menawarkan saya makanannya yang dibawakan oleh Ante Yuli. Saya sedikit kesal diperlakukan seperti raja. Lagipula, kondisi Nenek sedang sakit, jangan bebani diri mengurusi orang lain untuk sementara. Saya rasa saya bisa menghandle semuanya, itu terbukti saya masih seperti biasanya sejak pindahnya Mama ke Garut beberapa bulan silam.

Yah tapi itulah Nenek, saya sadar Nenek adalah tipe orang yang menyebalkan (merasa kerjaannya adalah kerjaannya, kerjaan kalian adalah kerjaan dia), keras kepala, tidak mau merepotkan orang lain, sekaligus penuh kasih sayang terhadap cucu-nya.

Semoga cepat sembuh ne.

Rabu, 26 November 2014

Beberapa jam lagi menuju debat kandidat calon Pemred Aspirasi untuk periode baru. Dan tau apa ? Saya menjadi salah satu dari tiga kandidat tersebut. Sebuah hal yang kurang rasional yang kembali saya alami lagi. Saya pun terheran-heran dan setengah mati tak percaya ketika di calonkan menjadi pemred. Pasalnya dibanding teman-teman yang lain, saya adalah anggota dengan tingkat eksistensi di sekret paling rendah, kadar kontribusi yang juga tak kalah rendahnya, cuma satu yang tidak rendah yakni saya pemegang terbanyak untuk soal Surat Peringatan dibanding yang lain.

Ini saya yang gila atau organisasinya yang memang tidak waras, memilih calon tanpa melihat track recordnya. Saya tidak habis pikir, bahkan memikirkan bahwa nasib saya di organisasi ini berakhir dengan pencalonan sebagai pemred pun saja tidak.

Walaupun banyak pertanyaan yang masih menghinggap di otak, perihal kenapa bisa saya yang dicalonkan, ketika masih ada banyak yang lebih pantas dan memiliki reputasi jauh lebih baik. Dengan sedikit malas-malasan, saya membuat visi, misi, dan proker tepat beberapa jam sebelum pemaparan visi-misi dilakukan kemarin. Saya juga belum menempelkan poster, bahkan belum sempat membuatnya. Biarlah, toh saya tidak pernah menginginkan menjadi pemimpin. Saya bukan tipe orang yang gemar mengepalai orang, saya hanya ingin menjadi pemimpin bagi kepala saya sendiri.

Tapi mau bagaimana pun, saya sudah terpilih menjadi pion. Dadu sudah digelontorkan. Saya harus menikmati permainan ini. Ikuti saja, karna saya bisa pastikan akal sehat ini masih cukup sadar untuk tidak terbawa arus.

Senin, 24 November 2014

SIMPAN OTAK KU DALAM LEMARI ES

Dunia sudah gila
Tunggu, dunia memang tak pernah waras
Aku melihat pertengkaran soal etnis
Aku melihat pertengkaran soal agama
Aku melihat pertengkaran soal ekonomi
Dan yang paling menjijikan, kamu tau apa ?
Aku melihat pertengkaran karna pemerintah

Aku melihat dia mendukung mereka
Aku melihat dia membenci mereka
Semua berdasarkan referensi media mereka
Aku muak!

Dalam muntahan ku yang bau dan berwarna pekat
Aku melihat mereka terombang ambing oleh mereka
Aku terpana lalu tertawa
Untung saja otak ku, ku simpan dalam lemari es
Jadi aku masih bisa tertawa

BBM Naik Dan Pecahnya Rakyat

Saya sempat dengar bahwa BBM akan kembali naik sekian persen, namun saya tidak ingat kapan persisnya hal tersebut akan naik. Sampai ketika saya membuka Twitter dan mendapatkan berbagai opini yang tersebar di timeline. Sejenak saya tidak mau menggubris semua opini yang kebanyakan bernada protes. Yang saya pikirkan kala itu, bagaimana caranya untuk tetap berjuang dalam keadaan baru.

Sebelum harga BBM naik saja, saya sudah terengah melanjutkan hidup. Yah, saya mungkin masih berutung mendapatkan uang jajan sebesar 25.000/hari dari orang tua, makan dan tidur di rumah nenek. Meskipun dengan nominal sebesar itu hanya cukup untuk keperluan kuliah. Dengan perhitungan: 10.000 untuk bensin, 10.000 untuk makan, dan 5000 untuk keperluan lain-lain (seperti fotokopi atau merokok). Yah saya perokok aktif. Hal tersebut diluar dari biaya-biaya yang tak terduga, apabila nanti saya ada peliputan (baik tugas dari kampus, LPM, ataupun Webzine) dan hal-hal yang bersifat kondisional (seperti ban bocor atau sakit). Sehingga untuk menambal semuanya itu, saya menjalankan sebuah usaha kecil-kecilan. Setidaknya hal tersebut membuat nafas saya terengah dan tidak habis.

Begitu mengetahui BBM naik. Lantas membuat saya seperti tercekik. Saya merasakan kesal pada pemerintah. Seperti menyebrang danau dengan berenang untuk bertemu teman mu dan ketika sudah hampir sampai teman mu malah berpindah ke arah yang sebaliknya, sehingga kau harus putar badan dan berenang lagi. Sebab ini saya tidak pernah percaya pada kepemerintahan.

Pada satu titik hati saya menjadi sangat gamang. Otak terus berputar kencang: hal apalagi yang harus saya lakukan tanpa membebani orang disekitar saya ? Rasanya ingin sekali melempar sebuah molotov ke barisan para pemimping tersebut. Sembari teriak, "Anjing! Penderitaan gua belum kelar dan lo semakin memperpanjangnya!". Tapi selain keberanian yang tak terkumpul karna memikirkan efek panjangnya, saya pun merasa percuma. Pemerintah yah pemerintah, semua otoritas penuh ada di mereka. Jika hanya orang seperti saya yang melemparkan satu botol molotov ke mereka, tentu bukan menjadi barang berarti. Alih-alih saya akan masuk media dan di cap teroris, tamatlah riwayat saya nanti. Niat hati ingin melakukan tindakan yang subversif, malah membuat orang tua saya malu (pastinya saya akan ditangkap polisi dan didakwa dengan dugaan yang asal tanpa ada hak pembelaan).

Pusing dengan otak yang kencang, saya pun beralih kembali ke timeline Twitter. Ternyata opini yang saya temui semakin beragam. Tidak serta merta mereka yang protes dan pro. Namun juga olok-olokan ala meme yang berbunyi: Rokok 16.000 dibeli, bensin naik 2rb di protes. Bukan karna saya seorang perokok. Tapi saya mencoba mencerna maksudnya. Masih belum menemukan korelasinya. Mungkin diantara kalian ada yang bisa menjelaskannya pada saya yang bebal ini ?

Tidak hanya di timeline Twitter saja, melainkan hampir di setiap social media yang saya punya selalu ada dua kubu: pro dan kontra. Sayangnya, saya belum menemukan pihak pro yang cermat dalam menyikapi protes dari mereka yang kontra. Hal ini bertahan hingga beberapa hari kedepannya. Dimana saya mulai kembali teringat pada impian melemparkan molotov ke pemerintah yang semakin surut dan perlahan saya kubur, seiring melihatnya gejolak yang timbul di masyarakat. Yah, masyarakat sudah terpecah. Entah kenaikan BBM ini harus disikapi dengan akal sehat atau memang seharusnya dengan kajian-kajian perpolitikan yang rumitnya minta ampun itu sehingga pada akhirnya kita akan satu suara, bersorak, menyambut layaknya tim sepakbola yang meraih trofi juara liga.

Saya yang sejak awal menjadi bagian dari yang kontra, akhirnya menarik diri dan memilih menjaga energi untuk berfikir tentang hal apa lagi yang harus saya lakukan untuk menyambung hidup di hari ini dan (jika mungkin) esok. Berharap mereka yang pro, selalu mendapatkan rezeki yang baik dan kehidupan yang KEKAL. Begitu juga dengan mereka yang kontra, semoga energi mereka tidak habis berteriak dan membakar ban.

Pemerintah itu memang keparat. Mereka sukses menaikan BBM, mecekik rakyat jelata, sekaligus membelah masyarakat. Percaya saja pada tuhan mu, berdoa untuk tak pernah percaya pada pemerintah.

Photo by Le Iyoung doc.

Iseng Poto: Bocah Rel Kereta

Beberapa hari yang lalu, ketika saya sedang berada di workshop sablonnya Honest, melihat dua bocah ini sedang asyik bermain disekitaran rel yang memang letaknya tak jauh dari posisi workshop. Saya yang sedang asyik memotret panorama sekitar, cukup tersita untuk akhirnya memotret aktivitas dua bocah ini.

Berkali-kali mereka tertangkap memungut sesuatu kemudian diletakan diatas rel, menunggu kereta lewat, dan mereka mengambil sesuatu yang t'lah diletakannya tersebut. Ternyata mereka sedang mengepengkan besi-besi. Saya jadi ingat ketika jaman sekolah dulu, hal tersebut suka dilakukan anak-anak sekolah untuk menggepengkan besi sehingga menyerupai pedang.

Ajaibnya mereka berdua melakukannya dengan antusiasme tinggi dan perasaan senang bukan kepalang. Sungguh kebahagian mereka begitu sederhana.







Sabtu, 22 November 2014

Kegamangan ini masih terus berlanjut dalam hari-harinya. Mendadak, langit sore pun seperti seakan menghitam. Ia tak bisa menahan sebuah perasaan yang berkecamuk dalam benaknya. "Saya seperti orang mabuk. Tapi kali ini bukan akibat alkohol. Melainkan ekspektasi," ujarnya lesuh.

Ia sendu. Sedari tadi tidak ada ativitas yang ia kerjakan. Hanya mendengarkan lagu dan terus seperti itu selama berjam-jam. "Bahkan untuk mandi pun aku enggan. Entah kemana semua gairah ku pergi."

Berulang kali ia memeriksa smartphone-nya. Namun tak ada sesuau yang terjadi. Kecuali spam dari game yang dimainkan oleh kawan social media-nya, yang ia rasa sangat mengganggu. Namun ia tak bisa terang-terangan mengatakannya. sebab, ia tak mau melukai hati orang lain. "Aku tau, mereka berbahagia dengan itu (game). Mereka menghujani ku dengan spam, seraya ingin mengajak ku dalam kebahagiaannya. Tapi sayang aku tak suka bermain game. Juga, tak suka mendapatkan spam itu. Tapi aku tapi bisa merusak kebahgian mereka begitu saja."

Berulang kali ia melakukan scroll-down di Internet, berharap ada sesuatu yang ia bisa raih. Jika bukan pasangan hidup. Ah tapi ia sadar, soc-med tak lebih fana dari realitas. Seperti proyek perjudian. alhasil, ia hanya menikmati berbicara dengan musisi indie, dengan obrolan yang stagnan, sarat basa-basi. Sejujurnya, ia hanya butuh teman bicara untuk saat ini. "Aku harus melakukan sesuatu, mungkin eksperimen kecil dalam hidup ku sendiri."

Secara santai, ia terus berpikir untuk apa yang akan ia lakukan terhadap hidup ini. Mengingat, ia masih terlibat hutang kuliah dengan orang tuanya. Tentu ia perlu mencari celah agar apa yang akan dilakukannya kelak tidak mengganggu aktivitas primernya.

"Sepertinya aku perlu meninggalkan handphone, tak membuka semua akun sosial ku untuk kurun waktu tertentu. Dan fokus pada interaksi sosial yang lebih nyata," gumamnya dalam hati. "Aku rasa sumber masalah ku sekarang ada berada disana. Maka aku harus mencoba meninggalkannya untuk menguji keabsahannya."

Senin, 17 November 2014

Iseng Poto: ZOO at Indonesian Netaudio Festival #2


Iseng Poto: Silampukau at Indonesian Netaudio Festival #2

Kalau sama yang satu ini, saya cukup familiar dengan Silampukau. Mereka itu pertama kali saya kenal sebagai duo dialbum Sementara Ini. Sekarang dengar kabar mereka sudah dalam format band dan sedang meramu materi untuk album baru. Karna itu pula, mereka membawakan materi baru yang masih asing di telinga saya. Meski begitu, saya suka materi baru mereka. Menjadi lebih berwarna, jelas sekarang kan beda format.

Yah walaupun sedikit kecewa lantaran tembang favorit saya "Cinta Itu" tidak dibawakan. Tapi saya tetap menyukai penampilan band Surabaya satu ini.


Iseng Poto: Neowax at Indonesian Netaudio Festival #2

Berikut ini ada Neowax, indie rock dari Bandung. Saya suka musik dan aksi panggung mereka yang enerjik dan penuh atraksi. Dan ini adalah perkenalan pertama saya dan saya-pun langsung jatuh cinta dengan apa yang mereka mainkan malam itu. Krezi abiezz!


Iseng Poto: Frau at Indonesian Netaudio Festival #2

Satu keberuntungan pada malam minggu (15/11) adalah menyaksikan solonis manis, Frau, menendangkan Oscar (nama piano Frau) di IFI Bandung. Saya sendiri sudah menjadi fansnya sejak 2011 silam, telat setahun pasca Starlit Carousel (debut album Frau yang dirilis Yes No Wave) dilahirkan. Sejak saat itu pula, rasanya tidak ada penyanyi wanita yang mampuh membuat saya bergidik seru ketika mendengarkan suaranya. Dan saya bersumpah, harus menyaksikannya secara live. Yah, itu sebuah keseharusan.

Namun malang, saya jatuh cinta diwaktu yang kurang tepat. Karna Frau memilih meng-istirahatkan panggung pada 2011 hingga 2012. Kesialan tidak berhenti sampai disitu, ketika pemilik nama asli Leilani Hermiasih ini menelurkan Happy coda di tahun 2013 dan bersambut dengan perayaannya di Jogyakarta. Saya urung hadir karna urusan di Depok yang tak bisa ditinggal.

Barulah sekarang saya berhasil menyaksikannya. Tampil dengan fashion yang sederhana, Frau cukup bersahaja malam itu. Bahkan kesahajaannya itu terbawa hingga set-nya dimulai. Dihadapan puluhan orang malam itu, nama besarnya kini masih belum menolong dari rasa grogi. Aneh memang. Tapi memang itulah Frau. Ia memang sederhana, bertolak belakang dengan apa yang ia mainkan, meski sederhana namun tidak murahan. Kesempatan ini cukup membuat saya dilema antara memilih perhanyut dalam lagu-lagu yang ia mainkan atau memotret. Berikut ini saya abadikan secuil foto anggun Frau.

Jika saya boleh jujur. (diluar musik) Frau ternyata lebih ayu dipandang langsung. :p

Kamis, 13 November 2014

BELUKAR

Entah sudah berapa lama ia terperangkap dalam belukar. Berusaha dengan gigih mencari jalan keluar yang tak kunjung ditemuinya. Ia lelah dan akhirnya pun menerima begitu saja. Tapi tak membuat ia bersedih. Ada banyak hal yang membuatnya senang bukan kepalang. Dalam belukar ada banyak sumber makanan yang dapat ia olah lalu konsumsi. Meski harus bersusah payah mencarinya. Namun ia menikmati hal tersebut, karna dalam setiap proses pencarian selalu ada hal baru yang bisa ia peroleh.

"Aku tidak hanya mendapatkan makanan untuk ku konsumsi hari ini. Tapi pelajaran tentang bagaimana mendapatkannya," ujarnya.

Meski tidur-pun tak senyaman di gubuk yang ia punya, untuk kali itu ia cukup senang. Karna ada banyak ranting pohong dan jerami yang ia bisa pergunakan sebagai alas tidur. Meski kadang ketika bangun sakitnya bukan kepalang, ia selalu menikmatinya.

"Ini seperti hidup bagi ku. Banyak tantangan yang kemudian jadi pelajaran berharga buat ku," ujarnya lagi, semangat.

Dalam belukar ia mendapatkan pelajaran baru. Ia sudah mulai terbiasa dengan lapar, tak bisa bermanja, menyamankan posisi dalam keadaan yang tak nyaman sekali.

"Tak ada titik ternyaman dalam hidup. Semua penuh dengan duka. Dan aku tidak ingin membuang energi untuk mengutuk keadaan sepeti ini. Ini karunia semesta yang patut aku syukuri," katanya langtang. "Karna hidup nyaman adalah kematian sesungguhnya."

Kehidupan nyaman adalah ketiadaan dalam arti sesungguhnya. Persis seperti yang para ulama katakan tentang surga. Disana (surga) semua manusia akan hidup dengan apa yang ia cintai dan apa yang ia inginkan. Tidak ada penderitaan. Tidak duka. Setiap hari penuh dengan kebahagian.

"Jika kau menginginkan kehidupan yang serba nyaman. Tak usah melamar jadi PNS. Hijrah saja cepat ke surga."

Tapi malam itu, tepat bulan purnama ia menahan rindu pada gubuk yang telah lama ia tinggali. Ia rindu dengan kehidupan yang berlangsung dalam gubuk tersebut. Bahkan saking menahan rindu, ia hampir menangis.

"Ternyata dalam ketiadaan yang aku buat senyaman mungkin ini. Ada satu duka yang tak sempat aku atasi. Aku lelah," keluhnya.



Sejujurnya, aku hanya malu, malu untuk mengeluh seperti ini: aku rindu rumah lama, kamar punk, keributan yang Adit ciptakan dirumah, suara marah papa yang menggelegar, liat mama menonton sinetron favoritnya, Putri yang sibuk dengan handphonenya, aku ingin keluarga yang tak terpisah jarak.

Senyap: Film Kemanusiaan Yang Kurang Manusiawi

Sore itu saya berangkat dari rumah dengan tergesah. Sebelumnya, pada dini hari saya baru saja pulang dari Garut dengan menggunakan bis malam yang super ekstrim lajunya. Sebetulnya Senin (10/11) itu saya sudah mulai merasakan letih yang teramat dahsyat dan kurang enak badan, namun karna saya ingat hari itu adalah pemutaran perdana film-nya Joshua Oppenheimer yang berjudul Senyap. Maka saya paksakan untuk melaju ke Graha Bhakti Budaya di TIM Menteng.

Alasan saya memaksakan diri ialah, saya tak sabar ingin menyaksikan apalagi yang akan Joshua tampilkan dalam filmnya kali ini. Jika sebelumnya, saya telah menonton The Act of Killing yang kontroversional karna membeberkan fakta kejamnya pembunuhan terhadap orang-orang yang di cap Komunis pada era 60-an yang dengan cermat berhasil Joshua tangkap dari sang pelaku-nya. Kali ini saya pun menjadi penasaran, akan seperti apa Senyap ini.

Sesampainya di TIM, saya yang hanya seorang diri pun bingung ditengah ratusan orang. Saya tak menyangka bahwa akan seramai ini yang datang. Bahkan hasil dari obrolan dengan paniitiua, ia mengatakan karna membludaknya jumlah penonton maka akan dibuka dua sesi pemutaran film. Sebegitu menariknya film ini. Dari hasil pantauan saya, penonton pun tidak terbatas oleh kalangan tertentu saja. Dari yang muda (yang saya temui masih pelajar SMA) sampai mereka yang sudah nenek-kakek pun turut hadir, tidak hanya itu mereka rela berjubel mengantri.

Singkat cerita, saya pun kedapatan sesi ke-2. Oke tidak apalah yang penting masih bisa menyaksikan. Ada hal yang membuat saya heran terhadap film Senyap ini, setelah The Act of Killing dengan sukses membuat petinggi negara ini kebakaran jenggot karna kartunya terbuka ke publik. Saya sempat tak habis pikir bagaimana Joshua yang konon kabarnya menjadi orang paling di cari di negara ini, dapat melakukan shooting untuk film Senyap. Ternyata dari berbagai sumber, saya mengertahui film Senyap di kerjakan sebelum The Act of Killing membuat heboh Indonesia. Tahun persisnya saya tidak tahu jelas.

Sedikit berbeda dengan The Act of Killing yang menampilkan pelaku pembunuhan sebagai aktor utama dalam film. Dalam Senyap, aktor utamanya adalah adik dari korban pembantaian komunis oleh pemerintah kala itu. Dimana sang adik yang kini sudah berumur kepala empat, menelusuri kematian kakanya (Ramli) yang dibantai lalu dibunuh. Ia menelusuri satu persatu, bekas pembunuh. Diantara yang ia kunjungi rata-rata pembunuh tersebut sudah memasuki usia udzur. Bahkan beberapa dari mereka sudah ada yang pikun.

Film Senyap semakin menunjukan bahwa pada masa itu pembantaian terjadi sepenuhnya dilakukan oleh rakyat. Tapi rakyat yang seperti apa ? Rakyat yang sebelumnya telah habis terpropagandai oleh isu bebal ala pemerintah, yang mana mengatakan bahwa PKI/Komunisme itu adalah paham yang tak beragama, istri mu bisa jadi istri ku juga (equality), dan sesat. Mayoritas masyarakat kala itu yang memegang teguh pada agama pun termakan, maka tak salah apabila dalam satu scene di film ini, seorang pembunuh tidak merasa berdosa telah membunuh banyak orang karna yang ia anggap itu jalan menuju kebaikan dengan menumpas kejahatan. Power pemerintah bermain dalam masa itu, dan lagi rakyat kembali menjadi boneka pembunuh untuk sesamanya.

Tentu baik film Senyap ataupun The Act of Killing perlu ditonton untuk generasi sekarang. Tujuannya ialah agar ia tau bagaimana konsep politik itu kotor dan kejam. Terlebih setelah sebelumnya, generasi sekarang di brainwash oleh pemerintah dengan film-film G30S PKI versi pemerintah yang total banal. Menonton kedua film ini tentu menjadi barang wajib. Bukan sekedar mengorek korang yang telah (dipaksa) sembuh, hanya sekedar untuk mengingatkan bahwa negara ini banyak menyimpan misteri kelam terhadap bangsanya sendiri. Ironisnya, semua itu berlangsung hingga sekarang. Sehingga kita semua tidak mudah terombang-ambing oleh gejolak sosial yang sengaja diciptakan oleh para petinggi negara hanya demi memuluskan sebuah tujuan politik mereka. Dengan kata lain kita tidak mengalami yang namanya cinta buta pada pemerintah.

Secara penyajiannya pun film Senyap perlu diacungi jempol. Yang membuat saya takjub ia lah coloring dalam film ini. Menonontnya seperti melihat satu lukisan dramatis. Warna yang ditimbulkan begitu menggugah mata untuk mensyukurinya. Salut untuk tim Senyap.

Namun ada hal yang saya sayangkan. Dimana ada satu scene, adiknya Ramli ingin menemui seorang pembunuh yang ternyata sudah meninggal dunia dan hanya menyisakan anak serta istri saja. Kenapa saya sayangkan ? Karna dalam scene tersebut, terlihat bagaimana istri dan anak pelaku yang tidak tau menahu tentang masa kelam mendingan ayah/suami nya dituntut harus menceritakan. Terlebih sang istri yang sudah tua dalam kondisi yang tidak prima. Rasanya Joshua, harus memikirkan untuk mengambil scene ini sebelumnya. Tentu hal tersebut menyimpan satu luka baru bagi keluarga pelaku. Jika tidak shock theraphy. Bukannya saya bersikap simpati terhadap pembunuhan Komunis, namun tetap saja kita perlu melihat siapa dulu orangnya. Jika kasusnya seperti si istri yang tidak tau apa-apa dan kemudian setelah berpuluh tahun dijeblaki seantero fakta tentang suaminya selama ini, pasti akan menjadi luka tersendiri. Berbeda hal jika yang kita tanya adalah si pelaku yang masih hidup meski sudah tua, saya rasa itu perlu. Selain untuk menjadi keabsahan data, juga menjadi memoar tersendiri untuk mereka.

Yah mungkin ini satu sudut pandang saya yang menilai beda terhadap film Senyap ini. Saya cuma menyangkan satu scene itu saja. Selebihnya, saya mengapresiasinya. Film Senyap itu layak tonton untuk generasi sekarang.

Rabu, 12 November 2014

Kau sebut kehidupan baru dimulai ketika seragam putih abu-abu kau tanggalkan dalam lemari lusuh mu.
Kau sebut kehdiupan baru dimulai ketika toga berhasil mencapai kepala mu.
Tapi bagi ku, kehidupan dimulai ketika ibu ku mengatur sirkulasi nafas dan keringat saat mengeluarkan manusia dalam vaginanya.

22 umur ku sekarang, meski tak seberapa yang kau lihat tapi ini perjuangan untuk ku.
Bagaimana dengan keterbatasan finansial yang ada aku harus mampuh menghidupi mimpi ku; menjaga hasrat untuk tidak konsumtif; mentraktir orang yang ku cintai.
Bagaimana dengan kondisi keluarga yang sedemikian rupa-nya, aku harus berdiri tegak; berfikir jernih untuk tidak mati bunuh diri.

Hidup sebuah perjuangan yang dapat dijadikan pelajaran.

Sabtu, 08 November 2014

Ada yang datang lalu memperhatikan
Ada yang datang untuk singgah sebentar
Ada yang datang jika susah menghampiri
Ada yang datang untuk peduli setan
Ada yang datang tuk meminta dan pergi tanpa permisi
Ada yang datang kemudian bertahan
Bukan begitukah pertemanan ?
Tak bisa kita mengharapkan lebih pada nya.

Jumat, 07 November 2014

BERBAHAGIA DALAM NESTAPA. HIDUP TAK PERNAH SAMA

Sudah tiga kali uang simpanan ku hilang dirumah secara berkala. Uang yang aku kumpulkan dari hasil berdagang kecil-kecilan, rencananya uang itu akan ku pakai untuk membuat sebuah motor bertipe Japstyle atau Street Cub. Karna mengandalkan orang tua, bukan solusi. Mereka sedang sibuk memperhitungkan budget hidup mereka dan anak-anaknya. Jadi aku ambil inisiatif mengumpulkan sendiri.

Kehilangan uang yang dengan susah payah kita kumpulkan sejatinya cukup menyesakan. Namun tidak ada yang bisa aku lakukan selain membiarkannya. Mungkin yang mencurinya lebih membutuhkan. Bukan sok bijaksana, tapi jika masih ada banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran dari sebuah peristiwa, kenapa harus capek-capek marah ?

Hingga saat ini aku tidak bisa menerka siapa pelakunya. Walaupun aku tau, dalam rumah ku ada seseorang yang sedang melewati fase hidup yang jauh rumit dari ku. Aku tak mau berprasakan pada siapa-siapa. Biarlah yang hilang tetap berlalu. Aku tak ingin membuang energi untuk marah-marah. Walaupun ketika pertama kali mengetahui uang ku hilang, aku sedikit jengkel.

Setelah kejadian itu, beberapa hari kemudian tanpa ku sangka rezeki lebih pun datang. Aku pikir inilah campur tangan tuhan. aku selalu takjub dengan hal-hal seperti ini. Buah dari kepasrahan diri. Meski kadang tidak semua bisa diselesaikan dengan cukup berpasrah diri. Tapi untuk kasus seperti ini, aku berterima kasih pada tuhan.

Yang perlu diingat adalah jangan sampai teori berserah pada tuhan dan pasrah ketika menghadapi sebuah kejadian, menjadi pembenaran untuk kita malas berusaha. Sekali lagi, ada peristiwa dimana kita harus berserah dan pasrah pada tuhan namun ada juga yang tidak.

Sama halnya dengan putus cinta. Ada yang bilang aku tidak merasakan sebuah fase galau ketika putus cinta. Itu mustahil. Aku merasakannya namun tak ingin mengkhayatinya. Biarkanlah yang dulu ada kini telah tiada. Bukan bersikap antipati, namun kembali lagi buat apa kita bersedih kalau ternyata ada banyak pelajaran yang dapat kita aplikasikan dari setiap peristiwa yang sudah terjadi.

Selama enam tahun, tidak ada yang percuma. Poin pentingnya adalah ada satu sifat manusia yang telah aku rasakan untuk kemudian pelajari selama enam tahun, dan itu sangat berguna untuk kedepannya. Jaga-jaga jika suatu saat, berhadapan dengan sifat manusia seperi itu lagi. Bukankah ini sebuah poin yang bisa kita petik dari sesuatu yang (mungkin) kita sebut malapetaka ?

Selain itu, dari dua model kasus diatas. Aku hanya ingin belajar menerima kehilangan -dalam hal apapun. Karna tidak ada satu-pun di dunia ini yang abslout punya kita. Semuanya adalah titipan dia yang merajai isi semesta. Untuk apa kita menangisi sesuatu yang bukan punya kita, terlebih jika hal tersebut menganggu keberlangsungan hidup kita kelak ? Berbahagialah dalam nestapa. Karna hidup tak akan pernah sama.
Dalam secarik kertas, semua ku tuliskan. Tidak saja suka namun duka. Tidak hanya air mata namun juga darah. Kadang nanah. Semua huruf ku rangkai sama besar. tidak ada yang ku khususkan. tidak ada yang tercetak miring ataupun tebal. Namun entah kenapa, tidak ada yang menarik dari mu selain mempertanyakan suka ku. Tidakkah kau ingin menanyakan sebab duka ku ? Mungkin itu kurang menarik bagi mu.

Bacalah secara cermat, dari atas hingga bawah. Jangan ada satu bait yang kau lewatkan. Cukup mengerti tak perlu kau debatkan. Jika tidak ingin, kisah mu masuk menjadi paragraf duka dalam secarik kertas ku.

BOSAN

Ada yang dapat dirasa, namun tak mampuh diucap. Raga ku bebas bergerak, namun jiwa ku terperangkap. Bibir ku mengangah tertawa, pikiran ku murung. Aku bisa merasakan gejolak ini, namun tak dapat mengartikannya. Kinerja otak ku tak bisa berfungsi mencermati. Kadang, jika lelah, aku berlari dalam diam. Aku malas berfikir panjang. Karna tidak mengerti. Apa namanya ini ?

Bercerita-pun, ku rasa tak guna. Mereka tak ada yang mampuh mengerti kecuali diri sendiri. Ku kosongkan semua isi kepala dalam beberapa detik. Suara itu perlahan menyapa ku. Kemudian berteriak, "Kau sedang bosan merasakan bosan!"

Kemudian aku terdiam, "Apa yang hendak harus ku lakukan ?" Suara itu tak ada. Aku mencarinya. Sedetik, sejam, berhari-hari, berbulan-bulan, tetap tak ada suara. Hingga akhirnya aku mulai pasrah dan belajar menikmati rasa bosan yang sudah bosan aku lawan.

Kamis, 06 November 2014

Tiada hari-hari tanpa menulis. Setiap menit, setiap jam, dan hari semua waktu banyak terpakai untuk menulis. Entah menulis artikel, esay, atau sekedar luapan emosi. Gua dan menulis seperti, junkie yang tak bisa jauh dari Acid. Menulis itu narkotika bagi ku.

Dalam kondisi apapun selalu ada perasaan ingin menulis. Bahkan dalam kondisi setengah sadar akibat substansi alamiah pun demikian. Semacam ada kebiasaan yang hilang bila melewati hari tanpa menulis, entah menulis di blog, tembok, ataupun secarik kertas.

Menulis-pun biasanya lebih produktif dikala suasana melankolia. Sudah ketebak isinya seperti apa, pastinya. Walaupun kadang, setelah dibaca ulang dapat malu sendiri dan "Anjis, ko gua lebay begini yah. Sok Rangga AADC banget". Tapi menulis adalah pelampiasan teraman disaat kondisi semacam itu. Bahkan lebih ampuh dari mengkonsumsi beer dalam jumlah yang banyak. Jelas saja, menulis itukan sudah diibaratkan narkotika, jadi jika disandingkan dengan beer jelas tak tak ada apa-apanya. Hehehehe... Tapi serius! Ketika mendadak hati sedang mengharu biru, yah pelampiasan terbaiknya dengan menulis bahkan narkoba dalam arti sebenarnya pun tak ada apa-apanya.

Selain sebagai pelampiasan menulis pun dapat menjadi bahan introspeksi yang ampuh. Hari ini menulis dan kemudian seminggu kemudian di baca ulang, jadi kita bisa melihat ada sesuatu yang salah sama kita di beberapa hari kebelakang. Namun ketika saat membaca kita sudah mendapatkan solusinya, ujung-ujungnya yah tersenyum malu sendiri.

Maka mulailah menulis tentang apapun yang ada dipikiran kita. Tanpa perlu peduli soal orang lain.

Selasa, 04 November 2014

Oh ibu izinkanlah aku untuk mengeluh barang sedetik. Sejujurnya lelah sekali menjalani hidup jauh dari mu. Untuk makan aku harus mempersiapkannya sendiri. Sudah dua hari ini, semenjak nenek ke Garut, mie instan menjadi panganan setia. Aku juga jarang sekali kena nasi belakangan ini. Pakaian kotor pun menumpuk, terparah aku kehabisan stock celana dalam. Dengan lelah dan terpaksa sehabis pulang latihan, tepat dini hari, aku cuci semuanya. Lelah sekali rasanya, mencuci;membilas;mengeringkan sendiri. Ternyata aku merasakan apa yang kau rasakan sekarang. Lelah sekali bukan ?

Pola tidur ku kembali berantakan karna tugas kuliah dan seantero kegiatan lainnya. Senang sekali merasakan sibuk untuk sesuatu yang kita cintai memang. Sekaligus lelah bukan kepalang.

Jika boleh mengeluh sekali lagi bu, rasanya ingin sekali seperti dulu. Walaupun sibuk, setidaknya untuk urusan makan aku masih cukup beruntung karna kamu selalu menyediakan. Begitu juga dengan pakaian kotor ku. Hahaha.. Terdengar manja sekali anak mu ini yah.

Namun diluar keluh ku diatas, aku mungkin masih perlu bersyukur karna diberikan kesempatan seperti ini. Aku yakin ini semua tidaklah sia-sia. Menjadi mandiri harus dimulai dari dalam rumah sendiri memang. Maafkan keluhan ku diatas bu, aku hanya sedang merasakan lelah yang dahsyat.

Oh yah bu, aku harapan tulisan ini tak pernah kau baca. Karna aku tak ingin kau murung melihat anak manja mu mengeluh seperti ini. Sekali lagi ini hanyalah reaksi lelah yang dahsyat saja. Biasanya pun makan ku enak, tidur ku pun nyenyak bu. Jangan kau khawatirkan anak manja mu yang mendadak rantau ini. Biarkanlah aku belajar jalan sendiri. Rasanya pun menyenangkan. Walaupun lelah. Hahaha.

Minggu, 02 November 2014

DALAM ASAP

Raga ku lelah dan nyaris tanpa gairah
Namun mata ku masih segar menatap sinis
Oh ibu, jika kau mengizinkan ku terlelap dalam asap
Jika saja institusi negara ini mampuh memaklumi
Biarkanlah raga jiwa ku terlelap dalam asap

Bukan aku menyerah, menunggu nidera
Tapi hari esok akan sama kerasnya
Sementara daging ku perlahan menipis
Ku takut semangat ku pun demikian
Maka izinkan ku terlelap dalam asap
Setidaknya untuk malam ini saja

Lepaslah diri ku mencapai nirwana
Kepulan asap mendekap ku hangat
Wahai nidera, akhirnya kita berjumpa
Ku pastikan esok, semangat ini kian membara

EMAS DALAM RIMBUN MAWAR

Jejak mungil mu, selalu ku ikuti
Rambut panjang terikat itu, selalu ku kagumi
Lebih dari selimut brand terkenal, dekap mu hangat
Tak pernah ku rasa, hanya mengira
Bah barang pecah belah, butuh penanganan khusus
Salah langkah sedikit, kau kan hancur berkeping

Dari kejauhan, ku nikmati senyuman itu
Paras biasa, namun terlihat berharga
Kau bagai emas di tengah rimbunnya mawar
Ekstra energi tuk menemukan mu, apalagi meraih mu

Menampakan diri di hadapan kaca, membuat aku tau siapa aku
Menerobos jauh ke seberang, membuat aku tau siapa kamu
Keyakinan dan harapan selalu besar, meski kadang terbentur kenyataan
Maka biarlah alamiah, seperti hujan yang turun tanpa disuruh

Jumat, 31 Oktober 2014

KALA

Ada yang berbahagia kala mata saling terpana
Ada yang terharu kala telinga terbisik merdu
Ada yang tersenyum kala jemari saling bergenggam
Ada yang terdiam menikmati cerita
Ada yang malu kala saling menahan rindu
Ada yang merintih kala luka semakin melebar perih
Ada yang menyeringai kala sukses menjatuhkan
Ada yang kasihan kala hidup dalam fantasi
Ada yang mati tanpa orang terkasih
Ada yang sepi dalam kematian
Namun ada yang lebih menyakitkan, hidup dalam kehampaan.

Jumat, 24 Oktober 2014

Terbelenggu Rindu

Tidak terasa sudah hampir satu tahun lamanya, kita sekeluarga terpisah di dua kota berbeda. Aku dan papa di Depok, karna memang aktivitas kita semua disini. Sementara Mama, Putri, dan Adit di Garut. Ini adalah jenjang waktu terlama tuk kami berpisah. Bahkan aku sempat tidak percaya ketika bangun pagi hari tiba-tiba bukan di rumah. Yah, aku dan papa sekarang tinggal di rumah nenek memang.

Jauh dari mama merubah semuanya. Biasanya untuk urusan pakaian mama yang selalu mencuci dan mentriska pakaian ku, tapi sekarang semua itu harus dikerjakan sendiri. Kadang kalau waktunya lagi cukup, aku kerjakan. Malah sekarang, aku terbisa berpergian tanpa menstrika kaos, kecuali kalau ingin bertemu gadis.

Seperti sekarang ini, tugas kuliah sedang banyak-banyaknya. Tadi selepas mandi aku melihat pakaian ku menumpuk di bak cucian kotor, jumlahnya banyak. Walaupun besok libur, aku belum bisa mencuci sekarang. Karna beberapa jam lagi mau ke Cipanas bersama CBA. Celana dalam ku sisa satu, satunya aku kenakan dan satunya lagi buat cadangan esok hari. Sementara yang lain, aku rendam di ember, entah siapa nanti yang sudi membilasnya. semenjak tinggal di rumah nenek, celana dalam ku banyak hilang-hilangan. Entah tuyul mana yang tragis nasibnya mencuri sempak.

Untuk urusan makan pun begitu kadang tak bisa seperti dulu lagi, mama hampir setiap hari masak. Beda dengan nenek yang jarang-jarang masak, maklumlah umurnya sudah tua (entah berapa jumlahnya, saat aku tanya ia lupa dan hanya nyengir). Jadi terpaksa aku beli diluar, atau makan seadanya. Untuk menu makanan sih sebenernya makanan favorite ku terbilang murah meriah. Nenek pernah heran kenapa setiap kali aku dibelikan ayam, hanya di makan sekali. Rupanya nenek belum kenal dengan ku, ia tidak tau kalau produk hewani itu adalah pilihan terakhir untuk di santap. Aku sangatlah menyukai tempe. Malah kadang, aku bilang sama nenek untuk terus menyediakan tempe saja ketimbang telur apalagi ayam. Lagi-lagi dia hanya nyengir dan bilang "Bosen, tempe mulu". Hahahaha...

Aku sedikit bersyukur, karna pola makan ku yang tidak menghabiskan uang. apalagi ditengah kondisi perekonomian keluarga yang tak sebagus ketika aku masih SMP dulu. Rasanya dengan uang jajan yang serba pas-pasan, pola makan vegetarian benar-benar membantu (inget! aku bukan seorang veggie). Makan di warteg dengan tempe dan sayur-sayuran saja sudah cukup. Indahnya dunia. hahaha... Selain karena hal keuangan, tapi memang entah kenapa aku memang menyukai makanan nabati. Soalnya, ada perasaan yang tidak mengenakan pasca menyantap kudapan berbahan dasar hewani. Ini sugesti atau... entahlah. Yah kalau banyak orang menilai menyantap makanan hewani adalah simbol kemakmuran seseorang, aku berpikir sebaliknya.

Tapi ada satu yang aku sesali yakni merokok. Ternyata setelah diselidiki, duit jajan ku habis untuk membeli rokok. Sial memang, aku ingin berhenti tapi niatnya masih belum kuat. Sudah beberapa hari ini aku mulai mengurangi rokok. Dari yang biasanya beli sebungkus sehari, kini aku mulai membeli perbatang. Bahkan kadang aku mulai bisa berhenti tapi bukan dalam urusan menghisap melainkan membeli. hahaha... Siasaat mengurangi rokok karna faktor finansial adalah dengan cara minta rokok kepada teman mu yang menyukai jenis rokok yang sama. Tapi jangan terlalu sering, nanti mereka gondok.

Imbas dari jauh dari mama juga menghantam sektor perekonomian ku. Dulu kalau ada mama, biasanya untuk segala urusan perlengkapan mandi seperti sabun, shampo, pasta gigi, detergen, hingga sabun muka (kalau ini, biasanya sih nebeng sama punya mama), mama yang beli dengan anggaran perbulan dari gaji papa. Tapi sekarang, aku yang tanggung semuanya. Walau ini bukan kewajiban yang diberikan oleh siapa-siapa secara resmi, tapi setiap kali barang-barang tersebut habis, entah kenapa selalu bertepatan dengan waktu ku mandi. Jadi mau tidak mau, aku yang beli.

Dengan uang jajan yang serba pas-pasan itu aku pergunakan untuk berbagai hal. Beruntungnya aku masih menjalani satu usaha jualan merchandise band yang kadang keuntungannya bisa menyelematkan ku di akhir bulan. Ada sedikit sisa untuk mentraktir nenek ubi cilembu. Tapi tetap saja tidak bisa mengajak pacar vakansi ke pulau apalah dan menginap di resort. Maka dari itu mantan pacar ku sering kali marah. Sampai akhirnya aku putuskan saja. hahaha... Seperti kata Silampukau: cinta itu buat kapan-kapan/kala hidup tak banyak tuntutan. Dia pernah bilang, tidak akan ada wanita yang tahan dengan pria seperti ku. Yah, kalau semua wanita kaya kamu, berarti aku tunda pacaran hingga sukses menjadi wartawan nanti (atau tidak, minimalnya ketika sudah bekerja). Tapi tidak, aku yakin tuhan ada dibalik semua ini. Makanya aku tenang-tenang saja. Pasti ada wanita yang tidak mudah mengeluh dengan kondisi pasangannya dan senantiasa bahagia menikmati proses kehidupan berdua. Amin. Intinya bisa diajak berjuang bareng.

Tapi ajaibnya lagi. Tuhan itu mahaadil. Dengan uang jajan yang serba pas-pasan itu, sudah selama setahun ini aku tidak pernah kekurangan. Selalu ada saja rezeki tambahan di setiap masa-masa tengat. Tuhan itu memang penuh dengan kejutan. Ia selalu tau hambanya, yah karna tuhan itu selalu ada di hati setiap hambanya, ia bukan di atas.

Dittus sudah di bawah menunggu. Kami akan menuju ke kontrakan dan bergegas ke Cipanas. Lain waktu pasti aku sambung tulisan ini.

Selasa, 14 Oktober 2014

Terima Kasih Tuhan Untuk Sakitnya

Kadang saya selalu tidak sepakat dengan konsep agama namun dibalik itu semua saya selalu yakin bahwa tuhan itu adalah orang yang benar mulia dan bijaksana. Pasalnya terkadang agama dapat dimanipulasi, melihat perjalanannya yang sudah berabad-abad lamanya. Saya skeptis. Tidak pada tuhan.

Seperti sekarang ini, saya bersyukur masih bisa diberikan sakit. Tuhan ternyata sudah letih menyuruhku untuk tidak terlalu sibuk dan tetap jaga pola makan. Sehingga ia menitipkan sakit di sela-sela aktivitas ku hanya sekedar untuk ku bisa beristirahat. Belakangan ini tugas kuliah datang bagai air bah yang tak bisa dihalangi. Belum lagi tugas memutar otak untuk menambah duit jajan. Menjalankan webzine. Semuanya menguras otak dan tenaga. Belakangan ini memang sudah mulai tidak enak, namun tetap aku paksakan bergerak. Walau hasilnya seperti sekarang, mata perih, kepala pusing, dan semuanya terasa berat untuk dilakukan. Tapi kalau tidak begini, mana bisa istirahat.

Terima kasih tuhan untuk sakitnya.

Minggu, 05 Oktober 2014

Kesepakatan Yang Tak Perlu Terucap

Mereka berdua duduk dengan saling berhadapan. Sudah hampir sejam mereka hanya bertatap tanpa berkata. Ada kalanya salah satu dari mereka tersenyum dan satu lainnya menatap lirih. Mereka layaknya sepasang yang mati rasa. Bola mata mereka saling menelusuri lekuk tubuh masing-masing, dari kepala hingga kaki. Lagi-lagi tanpa rasa apapun.

Dua jam sebelumnya, mereka telah melewati hari yang indah dengan langit yang cerah. Berjalan bersama, tak lupa bergandeng tangan, saling memuji walau kadang terdengar berlebihan, menyantap masakan di salah satu resto menengah, dan berbagi keluh.

Salah satu dari mereka mulai berkeringat, mungkin karna suhu ruangan yang tinggi atau ada penyebab lainnya. sementara salah satu dari mereka lainnya, bergidik, entah apa penyebabnya.

Satu dari mereka berdiri dan kemudian diikuti salah satu nya lagi. Tatapan makin tajam, senyum mereka seketika menyeringai, dan mereka saling berjalan ke arah yang sebaliknya. Tanpa kata, senyum manis, namun mereka tampak lega. Dalam jarak yang saling berjauhan, mereka tertawa lebar untuk hal konyol yang telah mereka lewati dalam waktu tiga jam kebelakang.

Dalam waktu singkat mereka bersama menelaah kehidupan dan saling menerima tanpa harus mempertanyakan ataupun bergelimang amarah. Mereka tertawa untuk mensyukuri hidup dan kesempatan untuk tidak bersama.
Bertelanjang dada menikmati semilir angin yang masuk diam-diam melalui ventilasi udara, sembari menyimak repertoir aduhai milik female singer jazz ternama, menghisap tembakau, dan berbaring, adalah hal yang mengasyikan untuknya. Ia selalu suka melakukannya, "hidup terasa tanpa beban," celetuknya santai. Perhatikan kalimat tersebut, "terasa seperti", yah bukan sebenarnya.

Faktanya, ia sedang kepalang menahan diri dari rasa rindu yang berkecamuk. Naasnya, rindu itu tidak pernah tau kemana akan berlabuh. Ditengah rentetan tugas kuliah dan juga perannya sebagai manusia, ia justru dibuat repot oleh rindu itu sendiri. "Sial! masih saja begini" keluhnya.

Sebenarnya cukup sederhana saja, rindu itu adalah refleksitas dari keinginan menjalin sebuah hubungan yang intens terhadap lawan jenis dan juga sebuah harapan terhadap pembaruan akan suatu hubungan tersebut. Namun ia memilih untuk berdrama ketimbang mengambil langkah dan melawan realita. Dasar bocah, ia selalu bimbang tak jelas arah.

Bibir kecilnya mengeluarkan sebuah kata dengan nada yang pas-pasan, "Kehampaan di dalam hati kita adalah kenyataan yang makin terasa..." penggalan lirik milik Pure Saturday dengan judul "Sajak Melawan Waktu" yang terus ia lantunkan. Ia semakin menyelami perannya, untuk saat ini hidupnya selayaknya panggung teater sepi penonton.

Kamis, 02 Oktober 2014

"Siapa namanya ?" bisik kecil dalam otaknya. Dia masih terpanah dari kejauhan menikmati sosok yang berada beberapa meter dari tempatnya berdiam diri. Beberapa hari belakangan ini, ia sibuk mengembang status baru The Holy Stalker. Predikat yang ia sematkan sendiri berkat aktivitasnya mencari tau soal dia.

"Barang sederhana namun berkelas," gumamnya. Beberapa kali ia mencari celah untuk mendekat namun beberapa kali pula keberaniannya melebur oleh nervous yang hebat. Ia hanya bisa menikmatinya dari kejauhan dan beruntungnya ia tumbuh dalam perkembangan telekomunikasi yang hebat; sehingga mampu menjamaahnya melalui dunia maya tanpa terdeteksi. Ironis memang.

Pada satu ketika, keberaniannya meledak. Ia kerahkan segala cara untuk "menghancurkan es" namun tetap membeku. Kini, dari kejauhan itu, ia pusing bukan kepalang, trick nya habis. Ah, ia lemah atau memang ia adalah pemimpi sejati yang masih terbayang oleh sejarahnya sendiri ?

Dia yang anggun, sederhana, dan tampak seperti calon ibu yang baik, masih tak pernah sadar bahwa ada seorang lelaki yang memandanginya dari kejauhan dan selalu menikmati senyumannya. Sementara lelaki itu semakin terpojok oleh ketakutannya sendiri. "Menghadapi satu orang yang kita sukai ternyata lebih sulit dari pada menghadapi audiens saat presentasi di depan kelas," celetuknya sendiri.

For a minute there, I lost myself, I lost myself.....

Senin, 29 September 2014

Merindukan Nidera

Ia begitu menikmati duduk santai di atas sofa lusuh setengah berdebu, matanya sudah memancarkan kantung layaknya Presiden RI yang sebentar lagi lengser jabatan. Pupilnya tergambar resah, mata memerah bukan efek mariyuana. Kepulan asap mengisi ruang kosong langit dan membantu membentuk awan, ia tak kuasa berhenti menghisap walau dada sudah berdebar. Gelisah, itulah dampaknya. Susu kemasan di konsumsi sebagai penetralisir, yah walau itu ia tau cuma sugesti murahan.

Wajahnya lelah. Rambut gondrong ala Noel replika neraka mulai berminyak. Jerawat siap bergerilya menerobos pori-pori, "Setan! Ia coba unjuk gigi!" komentarnya. Jemari bergetar, bukan tremor. Ia melewati hari-hari yang panjang dan kini ia mulai bersenda gurau, tentang apapun. Namun pada satu titik, ia mulai merindu. Terhadap nidera yang tak juga datang berkunjung. "Aku lelah. Izinkanlah aku tertidur sebentar! Datanglah nidera, aku rindu," ucapnya.

Minggu, 28 September 2014

"Pergi kau! PERGI!!!" teriaknya. Sebuah umpatan yang hanya digelontorkan dalam hati namun tak juga menuai hal sama dalam otak. Ia menghabiskan waktu untuk mengukur ketakutan dalam sebuah harapan yang besar. Kadang ia lelah. Terbaring di atas kasur sembari mendengarkan track favorite dan bersikap seolah-olah biasa saja. Terkadang ia blingsatan, tak karuan. Pikirannya berkecamuk. Apalagi kalau bukan ketakutan itu kembali muncul. Ia lemah namun terlihat kuat. Begitu sebaliknya (kadang).

Matanya merah. Ia menahan ketakutan bahkan melebihi menahan kantuknya sendiri. Dirinya terseret tanpa jeda. Kemanapun angin kencang membawanya. Jelas tubuhnya sudah letih. Namun jemarinya masih asik menyusun aksara. Tembakau pilihan didaulat sebagai substansi yang ditaksir mampu menyelami penderitaannya. Gelisah. Yah, ia begitu gelisah dalam tenang. Namun ia mencoba tenang dalam gelisah.

Ketakutan itu tajam. Hasil peraduan antara asumsi, gejala, dan refleksi diri. Lagi-lagi ia takut tergores. Karna ia tau, jika tergores maka seperti orang yang menderita diabetes akut dan luka akan sulit pulih. Ia duduk (seolah) tenang dalam kegelisahannya. Berdoa agar esok pagi matahari masih berwarna kuning. Jangan jingga.
Lihat ia bingung setengah mati. Namun perhatikan sejenak, seketika tubuh kurusnya terkoyak-koyak, begitu semangat. Perlahan ia mencoba melangkah, ke depan dengan santai. Ia berhenti. Tangannya berkeringat. Menggigit kuku. Kemudian menoleh ke belang. Sorot matanya meneropong seluas yang ia bisa jangkau. Terdiam. Indera penglihatannya menangkap potongan bambu dari gubuk renta yang ia tinggalkan karna sudah jengah menghadapi problem. Mulai dari bocornya atap gubuk di kala hujan, jika angin menerpa maka gubuk reot itu gontai. Ia kembali membalikan kepala serta pandangannya, menatap jauh ke depan. Ia masih bingung setengah mampus. Langkah kecil menyertainya.

Dan aku melihat diri ku dari belakang.

Sabtu, 27 September 2014

Semakin hari semakin kami semua dibuat layaknya boneka. Dengan bebas mereka membawa kami ke kanan dan ke kiri. Meski kami menolak, mereka menyuguhkan kami dengan seantero fantasi manis. Hingga pada akhirnya di antara kami terpecah, sebagian terbawa ke kanan dan sebagian lagi ke kiri. Sedangkan kami yang berada di tengah, tak henti menahan perihnya terombang ambing.

Sebagian dari kami yang terpisah, kemudian saling tak bersentuhan. Tercerai. Berai. Mereka sukses membuat koridor pemisah di antara kami semua. Berada di tengah tak jua nyaman. Posisi tersebut membuat kami harus pasang badan dan pikiran yang jernih nan merdeka. Salah perhitungan langkah sedikit saja, kami akan segera terhisap; entah ke kanan atau ke kiri.

Entahlah bagaimana nasib kami semua di kemudian hari. Sampai kapan pun kami akan tetap menjadi boneka. Sekarang saja kami bisa tercecer seperti sekarang ini. Aku hanya terdiam, tak henti menghela nafas panjang, berdoa, dan selalu meminta pada tuhan untuk selalu di berikan semangat untuk berfikir jernih nan manusiawi. Tak ada yang dapat aku percaya, selain diri ku sendiri. Situasi seperti ini bagai berjalan di tengah-tengah perkebunan salak yang rindang.

Jika memang mitos mengenai hancurnya Atlantis di karenakan sikap mereka yang angkuh, aku prediksi bahwa hal itu akan kembali terulang saat ini.