Kegamangan ini masih terus berlanjut dalam hari-harinya. Mendadak, langit sore pun seperti seakan menghitam. Ia tak bisa menahan sebuah perasaan yang berkecamuk dalam benaknya. "Saya seperti orang mabuk. Tapi kali ini bukan akibat alkohol. Melainkan ekspektasi," ujarnya lesuh.
Ia sendu. Sedari tadi tidak ada ativitas yang ia kerjakan. Hanya mendengarkan lagu dan terus seperti itu selama berjam-jam. "Bahkan untuk mandi pun aku enggan. Entah kemana semua gairah ku pergi."
Berulang kali ia memeriksa smartphone-nya. Namun tak ada sesuau yang terjadi. Kecuali spam dari game yang dimainkan oleh kawan social media-nya, yang ia rasa sangat mengganggu. Namun ia tak bisa terang-terangan mengatakannya. sebab, ia tak mau melukai hati orang lain. "Aku tau, mereka berbahagia dengan itu (game). Mereka menghujani ku dengan spam, seraya ingin mengajak ku dalam kebahagiaannya. Tapi sayang aku tak suka bermain game. Juga, tak suka mendapatkan spam itu. Tapi aku tapi bisa merusak kebahgian mereka begitu saja."
Berulang kali ia melakukan scroll-down di Internet, berharap ada sesuatu yang ia bisa raih. Jika bukan pasangan hidup. Ah tapi ia sadar, soc-med tak lebih fana dari realitas. Seperti proyek perjudian. alhasil, ia hanya menikmati berbicara dengan musisi indie, dengan obrolan yang stagnan, sarat basa-basi. Sejujurnya, ia hanya butuh teman bicara untuk saat ini. "Aku harus melakukan sesuatu, mungkin eksperimen kecil dalam hidup ku sendiri."
Secara santai, ia terus berpikir untuk apa yang akan ia lakukan terhadap hidup ini. Mengingat, ia masih terlibat hutang kuliah dengan orang tuanya. Tentu ia perlu mencari celah agar apa yang akan dilakukannya kelak tidak mengganggu aktivitas primernya.
"Sepertinya aku perlu meninggalkan handphone, tak membuka semua akun sosial ku untuk kurun waktu tertentu. Dan fokus pada interaksi sosial yang lebih nyata," gumamnya dalam hati. "Aku rasa sumber masalah ku sekarang ada berada disana. Maka aku harus mencoba meninggalkannya untuk menguji keabsahannya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar