Minggu, 02 Juli 2017

Sungguh nikmat mimpi malam ini, sekaligus mendebarkan jantung saya. Bermimpi hadir di tengah majelis Jalaluddin Rumi dengan meyaksikan dialog antara baginda Muhammad SAW dengan Allah SWT. Meski ketiganya hanya berupa suara yang mampu saya tangkap. Sungguh senangnya saya.

Saya pikir sudah tidur berjam-jam, ternyata baru tiga puluh menit. Mimpi itu panjang sekali.

Kini, degup jantung saya kian keras. Mimpi itu telah tiada, berganti pertanyaan: pertanda apakah ini ?

Ya, Allah.

Hamba hanya bisa pasrah pada mu.

Sabtu, 11 Maret 2017

Merasa tau saja adalah kesalahan. Apalagi merasa berilmu, adalah malapetaka. Saya hanya ketidaktahuan yang nyata. Sebab ada Dia yang mahatau dan mahailmu.

Maka dari itu, ajarkan saya hal apa saja yang perlu saya ketahui.
Tidak menghakimi orang lain secara lisan mungkin mudah. Lebih sulit lagi untuk tidak menghakimi orang lain dipikiran. Kenapa susah sekali. Untuk tidak sombong karena harta itu mungkin mudah. Tapi untuk tidak sombong karena jatuh cinta pada pencipta itu susah sekali. Baru saja saya menulis rasa cinta dan kerinduaan pada semesta, lalu saya bagikan ke publik. Sampai sekarang saya takut bahwa itu mendatangkan mudharat dan membuat saya riya juga sombong. Sebab zaman sekarang, belajar mencinta tuhan adalah sebuah keistimewahan. Sementara saya tau merasa istimewa adalah jebakan yang sangat halus menuju kesombongan.

Rabu, 01 Maret 2017

Saya pernah di tanya, "Perbuatan baik apa yang sudah kau lakukan semasa hidup ?" Saya menjawab bahwa tidak pernah saya melakukannya. Lantas seseorang itu kembali bertanya, "Apakah kau melakukan keburukan ?" Saya kembali menjawab, tidak pernah saya melakukannya. Dia kelihatan kesal dengan jawaban saya yang dianggapnya bercanda.

Saya tidak sedang bercanda. Bahwa memang saya tidak pernah tau baik dan buruk, apalagi terhadap apa yang saya lakukan. Yang saya tau hanyalah, bahwa saya ketika itu harus melakukan hal itu. Ketika saya lapar, yang saya tau saya harus makan. Ketika saya mengantuk, yang saya tau harus tidur. Ketika saya melihat teman yang meminta pertolongan, yang saya tau harus ditolong. Saya tidak melakukannya dengan alasan baik dan menolaknya dengan alasan buruk. Sebab baik buruk adalah bentuk penilaian. Sedangkan penilaian hanya tuhan yang berhak melakukan dan memang ranahnya bermain dengan penilaian. Saya yang notabene adalah hamba, hanya cocok berada di level proses.


Pun hingga saat ini, saya semakin sulit mengukur baik-buruk nya suatu perbuatan. Parameternya tidak jelas dan bias. Seperti contoh ketika saya hendak melarang seorang sahabat untuk berpakaian seksi ketika pergi pesta karena alasan syariat agama dan diturutinya, bagaimana jika memang sahabat saya berpakaian seksi karena diarahkan oleh tuhan sebagai jalannya untuk mendapatkan hidayah keagamaannya, namun karena saya larang prosesnya jadi terpotong. Hal yang awalnya saya kira baik ternyata tidak. Kurang lebih seperti itu.

Lagipula hidup akan pusing apabila ranah tuhan, kita campuri. Saya menolak untuk pusing, karena memang tidak enak hidup berpusing ria, apalagi pusing yang kita buat sendiri.

Biarlah saya dengan taman proses ini. Sementara kalian yang masih ingin berpusing dengan mendebat baik-buruk, sila saja lakukan selagi mampu hidup dalam kerunyaman.

Saya bermimpi Indonesia akan segera seperti Amerika Serikat secara sosial yang dipengaruhi oleh ekonomi dan politiknya. Konflik agama yang saat ini marak, munculnya figur-figur yang menampilkan gaya hidup ala western, dan kondisi ekonomi yang kian pelik bagi generai millenial bangsa ini. Menjadi hal yang membuat saya gelisah. Apakah bumi nusantara yang kaya akan kearifan lokal akan segera menjadi negara sekulerisme ?

Saya tidak punya masalah dengan western culture karena saya pun mengadopsinya juga. Saya bermain band dengan genre musik dari barat, berpakaian ala barat, kadang berbicara ala barat, pun bertingkah laku layaknya barat. Namun saya juga tidak bisa menampikan begitu saja budaya leluhur nusantara yang agung ini. terlebih setelah saya tau bahwa kebudayaan kita, khususnya ranah filsafatnya, sudah lebih dulu maju ketimbang barat. Salah satu contohnya ketika saya tau konsep MAUNG (Manusa Unggul) serupa dengan konsep adimanusianya friedrich nietzsche. Namun zaman sudah terlanjur bergulir, tidak etis jika kita berpola hidup layaknya dulu. Sebab saya yakin bahwa memang hidup memanglah harus elastis. Atau seperti kata Efek Rumah Kaca harus seperti balerina.

Namun jika mimpi saya ini benar. Semoga kita tetap mampu menjunjung tinggi nilai budaya dan leluhur, lalu menempatkannya pada tempatnya dan sesuai porsi, oh yah perlu kontekstualisasi.