Sudah tiga kali uang simpanan ku hilang dirumah secara berkala. Uang yang aku kumpulkan dari hasil berdagang kecil-kecilan, rencananya uang itu akan ku pakai untuk membuat sebuah motor bertipe Japstyle atau Street Cub. Karna mengandalkan orang tua, bukan solusi. Mereka sedang sibuk memperhitungkan budget hidup mereka dan anak-anaknya. Jadi aku ambil inisiatif mengumpulkan sendiri.
Kehilangan uang yang dengan susah payah kita kumpulkan sejatinya cukup menyesakan. Namun tidak ada yang bisa aku lakukan selain membiarkannya. Mungkin yang mencurinya lebih membutuhkan. Bukan sok bijaksana, tapi jika masih ada banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran dari sebuah peristiwa, kenapa harus capek-capek marah ?
Hingga saat ini aku tidak bisa menerka siapa pelakunya. Walaupun aku tau, dalam rumah ku ada seseorang yang sedang melewati fase hidup yang jauh rumit dari ku. Aku tak mau berprasakan pada siapa-siapa. Biarlah yang hilang tetap berlalu. Aku tak ingin membuang energi untuk marah-marah. Walaupun ketika pertama kali mengetahui uang ku hilang, aku sedikit jengkel.
Setelah kejadian itu, beberapa hari kemudian tanpa ku sangka rezeki lebih pun datang. Aku pikir inilah campur tangan tuhan. aku selalu takjub dengan hal-hal seperti ini. Buah dari kepasrahan diri. Meski kadang tidak semua bisa diselesaikan dengan cukup berpasrah diri. Tapi untuk kasus seperti ini, aku berterima kasih pada tuhan.
Yang perlu diingat adalah jangan sampai teori berserah pada tuhan dan pasrah ketika menghadapi sebuah kejadian, menjadi pembenaran untuk kita malas berusaha. Sekali lagi, ada peristiwa dimana kita harus berserah dan pasrah pada tuhan namun ada juga yang tidak.
Sama halnya dengan putus cinta. Ada yang bilang aku tidak merasakan sebuah fase galau ketika putus cinta. Itu mustahil. Aku merasakannya namun tak ingin mengkhayatinya. Biarkanlah yang dulu ada kini telah tiada. Bukan bersikap antipati, namun kembali lagi buat apa kita bersedih kalau ternyata ada banyak pelajaran yang dapat kita aplikasikan dari setiap peristiwa yang sudah terjadi.
Selama enam tahun, tidak ada yang percuma. Poin pentingnya adalah ada satu sifat manusia yang telah aku rasakan untuk kemudian pelajari selama enam tahun, dan itu sangat berguna untuk kedepannya. Jaga-jaga jika suatu saat, berhadapan dengan sifat manusia seperi itu lagi. Bukankah ini sebuah poin yang bisa kita petik dari sesuatu yang (mungkin) kita sebut malapetaka ?
Selain itu, dari dua model kasus diatas. Aku hanya ingin belajar menerima kehilangan -dalam hal apapun. Karna tidak ada satu-pun di dunia ini yang abslout punya kita. Semuanya adalah titipan dia yang merajai isi semesta. Untuk apa kita menangisi sesuatu yang bukan punya kita, terlebih jika hal tersebut menganggu keberlangsungan hidup kita kelak ? Berbahagialah dalam nestapa. Karna hidup tak akan pernah sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar