Senin, 24 November 2014

BBM Naik Dan Pecahnya Rakyat

Saya sempat dengar bahwa BBM akan kembali naik sekian persen, namun saya tidak ingat kapan persisnya hal tersebut akan naik. Sampai ketika saya membuka Twitter dan mendapatkan berbagai opini yang tersebar di timeline. Sejenak saya tidak mau menggubris semua opini yang kebanyakan bernada protes. Yang saya pikirkan kala itu, bagaimana caranya untuk tetap berjuang dalam keadaan baru.

Sebelum harga BBM naik saja, saya sudah terengah melanjutkan hidup. Yah, saya mungkin masih berutung mendapatkan uang jajan sebesar 25.000/hari dari orang tua, makan dan tidur di rumah nenek. Meskipun dengan nominal sebesar itu hanya cukup untuk keperluan kuliah. Dengan perhitungan: 10.000 untuk bensin, 10.000 untuk makan, dan 5000 untuk keperluan lain-lain (seperti fotokopi atau merokok). Yah saya perokok aktif. Hal tersebut diluar dari biaya-biaya yang tak terduga, apabila nanti saya ada peliputan (baik tugas dari kampus, LPM, ataupun Webzine) dan hal-hal yang bersifat kondisional (seperti ban bocor atau sakit). Sehingga untuk menambal semuanya itu, saya menjalankan sebuah usaha kecil-kecilan. Setidaknya hal tersebut membuat nafas saya terengah dan tidak habis.

Begitu mengetahui BBM naik. Lantas membuat saya seperti tercekik. Saya merasakan kesal pada pemerintah. Seperti menyebrang danau dengan berenang untuk bertemu teman mu dan ketika sudah hampir sampai teman mu malah berpindah ke arah yang sebaliknya, sehingga kau harus putar badan dan berenang lagi. Sebab ini saya tidak pernah percaya pada kepemerintahan.

Pada satu titik hati saya menjadi sangat gamang. Otak terus berputar kencang: hal apalagi yang harus saya lakukan tanpa membebani orang disekitar saya ? Rasanya ingin sekali melempar sebuah molotov ke barisan para pemimping tersebut. Sembari teriak, "Anjing! Penderitaan gua belum kelar dan lo semakin memperpanjangnya!". Tapi selain keberanian yang tak terkumpul karna memikirkan efek panjangnya, saya pun merasa percuma. Pemerintah yah pemerintah, semua otoritas penuh ada di mereka. Jika hanya orang seperti saya yang melemparkan satu botol molotov ke mereka, tentu bukan menjadi barang berarti. Alih-alih saya akan masuk media dan di cap teroris, tamatlah riwayat saya nanti. Niat hati ingin melakukan tindakan yang subversif, malah membuat orang tua saya malu (pastinya saya akan ditangkap polisi dan didakwa dengan dugaan yang asal tanpa ada hak pembelaan).

Pusing dengan otak yang kencang, saya pun beralih kembali ke timeline Twitter. Ternyata opini yang saya temui semakin beragam. Tidak serta merta mereka yang protes dan pro. Namun juga olok-olokan ala meme yang berbunyi: Rokok 16.000 dibeli, bensin naik 2rb di protes. Bukan karna saya seorang perokok. Tapi saya mencoba mencerna maksudnya. Masih belum menemukan korelasinya. Mungkin diantara kalian ada yang bisa menjelaskannya pada saya yang bebal ini ?

Tidak hanya di timeline Twitter saja, melainkan hampir di setiap social media yang saya punya selalu ada dua kubu: pro dan kontra. Sayangnya, saya belum menemukan pihak pro yang cermat dalam menyikapi protes dari mereka yang kontra. Hal ini bertahan hingga beberapa hari kedepannya. Dimana saya mulai kembali teringat pada impian melemparkan molotov ke pemerintah yang semakin surut dan perlahan saya kubur, seiring melihatnya gejolak yang timbul di masyarakat. Yah, masyarakat sudah terpecah. Entah kenaikan BBM ini harus disikapi dengan akal sehat atau memang seharusnya dengan kajian-kajian perpolitikan yang rumitnya minta ampun itu sehingga pada akhirnya kita akan satu suara, bersorak, menyambut layaknya tim sepakbola yang meraih trofi juara liga.

Saya yang sejak awal menjadi bagian dari yang kontra, akhirnya menarik diri dan memilih menjaga energi untuk berfikir tentang hal apa lagi yang harus saya lakukan untuk menyambung hidup di hari ini dan (jika mungkin) esok. Berharap mereka yang pro, selalu mendapatkan rezeki yang baik dan kehidupan yang KEKAL. Begitu juga dengan mereka yang kontra, semoga energi mereka tidak habis berteriak dan membakar ban.

Pemerintah itu memang keparat. Mereka sukses menaikan BBM, mecekik rakyat jelata, sekaligus membelah masyarakat. Percaya saja pada tuhan mu, berdoa untuk tak pernah percaya pada pemerintah.

Photo by Le Iyoung doc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar