Sebetulnya banyak sekali yang ingin saya tulis dalam tiga hari belakangan ini namun tak pernah sempat. Hari-hari ini saya melewati momen terkonyol dalam hidup. Salah satu momen yang tak pernah diharapkan, sebenarnya. Yah, saya terpilih sebagai Pemred ASPIRASI. Ternyata bukan saya yang gila, tapi organisasinya yang tidak waras t'lah menentukan pemimpin tanpa melihat track record. Astaga, saya tidak habis pikir. Can someone explain to me for the reason ?
Bahkan sampai hari ini saja saya masih terheran-heran. Jika boleh mundur atau tidak saya ingin memberikan jabatan spesial ini untuk mereka yang benar-benar mengejarnya. Saya tidak terlalu mau mendedikasikan hidup di sini. Terlalu ribet dan bikin pusing saja. Lagi pula kasihan mereka yang benar-benar mengharapkan jabatan ini, pasti mereka dongkol pada saya, bisa dengan mudah mendapatkannya. Maaf yah, tapi jika kamu mau barter dengan Sampoerna Mild+Susu Ultra Cokelat maka saya akan berikan jabatan ini dengan senang. Saya lebih membutuhkan rokok untuk menemani merangkai kata dan susu cokelat sebagai bagian menggemukan badan.
Saya juga takut kapasitas otak tidak cukup untuk mengurus organisasi. Sementara tantangan hidup yang lebih riil sedang menguras pikiran dan energi saya. Apa saya masih mempunyai Me Time ? Semoga.
Ketakutan-ketakutan bersaing dengan orang yang tersenyum namun dalam hati dongkol setengah mati karna merasa "seharusnya gua yang menjabat disitu. bukan lo!" pun adalah hal yang benar asshole. Saya tidak mau berpikir positif, ada diantara mereka yang demikian, entah siapa. Tapi seperti kata saya diatas, mari kita barter jabatan yang kau anggap sakral ini dengan rokok dan susu cokelat.
Saya sempat berpikir buruk dengan kenapa saya dicalonkan dan akhirnya terpilih. Sepertinya ada yang sedang mencoba memasang saya sebagai pionnya untuk motif tertentu. Berharap saya bisa berjalan sesuai dengan angka dadu yang ia gelontorkan. Keganjilan ini membuat saya gila dan terus berpikir buruk. Diluar ini semua benar atau tidak, saya cuma ingin memastikan otak masih cukup waras untuk mengendalikan seluruh organ tubuh saya. Jadi saya rasa tidak membutuhkan otak orang lain.
Saya sematkan track Arcade Fire. Entah mengandung korelasi atau tidak. Namun saya merasa seperti demikian.
Now you're knocking at my door. Saying please come out with us tonight. But I would rather be alone than pretend I feel alright....
Minggu, 30 November 2014
Kamis, 27 November 2014
She's the granny punk |
Nenek memang pribadi yang keras kepala. Beberapa minggu yang lalu, kami serumah dibuat geger oleh kehilangan dia. Ante Cia yang sedang menginap membangunkan saya untuk menanyakan dimana nenek. Saya yang habis begadang karna tugas, menjadi kaget dan tidak merasa melihat nenek. Om Ijal pun tidak ada, karna sudah berangkat ke luar kota. Ante Cia segera menghubungi kakak-kakaknya. Saya menghubungi Putri, menanyakan apa nenek ke Garut atau tidak. Jawab Putri "Tidak". Namun selang beberapa jam kemudian, sekitar pukul 14.00, Putri BBM saya dan bilang "Aa, nenek udah sampe di Garut". Saya dan Ante Cia pun bernafas lega sekaligus takjub. "Ante aja takut ke Garut sendiri. Dasar nenek," ucap Ante cia.
Balik ke Nenek yang sedang sakit. Tadi pagi saja, ia masih menawarkan saya makanannya yang dibawakan oleh Ante Yuli. Saya sedikit kesal diperlakukan seperti raja. Lagipula, kondisi Nenek sedang sakit, jangan bebani diri mengurusi orang lain untuk sementara. Saya rasa saya bisa menghandle semuanya, itu terbukti saya masih seperti biasanya sejak pindahnya Mama ke Garut beberapa bulan silam.
Yah tapi itulah Nenek, saya sadar Nenek adalah tipe orang yang menyebalkan (merasa kerjaannya adalah kerjaannya, kerjaan kalian adalah kerjaan dia), keras kepala, tidak mau merepotkan orang lain, sekaligus penuh kasih sayang terhadap cucu-nya.
Semoga cepat sembuh ne.
Rabu, 26 November 2014
Beberapa jam lagi menuju debat kandidat calon Pemred Aspirasi untuk periode baru. Dan tau apa ? Saya menjadi salah satu dari tiga kandidat tersebut. Sebuah hal yang kurang rasional yang kembali saya alami lagi. Saya pun terheran-heran dan setengah mati tak percaya ketika di calonkan menjadi pemred. Pasalnya dibanding teman-teman yang lain, saya adalah anggota dengan tingkat eksistensi di sekret paling rendah, kadar kontribusi yang juga tak kalah rendahnya, cuma satu yang tidak rendah yakni saya pemegang terbanyak untuk soal Surat Peringatan dibanding yang lain.
Ini saya yang gila atau organisasinya yang memang tidak waras, memilih calon tanpa melihat track recordnya. Saya tidak habis pikir, bahkan memikirkan bahwa nasib saya di organisasi ini berakhir dengan pencalonan sebagai pemred pun saja tidak.
Walaupun banyak pertanyaan yang masih menghinggap di otak, perihal kenapa bisa saya yang dicalonkan, ketika masih ada banyak yang lebih pantas dan memiliki reputasi jauh lebih baik. Dengan sedikit malas-malasan, saya membuat visi, misi, dan proker tepat beberapa jam sebelum pemaparan visi-misi dilakukan kemarin. Saya juga belum menempelkan poster, bahkan belum sempat membuatnya. Biarlah, toh saya tidak pernah menginginkan menjadi pemimpin. Saya bukan tipe orang yang gemar mengepalai orang, saya hanya ingin menjadi pemimpin bagi kepala saya sendiri.
Tapi mau bagaimana pun, saya sudah terpilih menjadi pion. Dadu sudah digelontorkan. Saya harus menikmati permainan ini. Ikuti saja, karna saya bisa pastikan akal sehat ini masih cukup sadar untuk tidak terbawa arus.
Ini saya yang gila atau organisasinya yang memang tidak waras, memilih calon tanpa melihat track recordnya. Saya tidak habis pikir, bahkan memikirkan bahwa nasib saya di organisasi ini berakhir dengan pencalonan sebagai pemred pun saja tidak.
Walaupun banyak pertanyaan yang masih menghinggap di otak, perihal kenapa bisa saya yang dicalonkan, ketika masih ada banyak yang lebih pantas dan memiliki reputasi jauh lebih baik. Dengan sedikit malas-malasan, saya membuat visi, misi, dan proker tepat beberapa jam sebelum pemaparan visi-misi dilakukan kemarin. Saya juga belum menempelkan poster, bahkan belum sempat membuatnya. Biarlah, toh saya tidak pernah menginginkan menjadi pemimpin. Saya bukan tipe orang yang gemar mengepalai orang, saya hanya ingin menjadi pemimpin bagi kepala saya sendiri.
Tapi mau bagaimana pun, saya sudah terpilih menjadi pion. Dadu sudah digelontorkan. Saya harus menikmati permainan ini. Ikuti saja, karna saya bisa pastikan akal sehat ini masih cukup sadar untuk tidak terbawa arus.
Senin, 24 November 2014
SIMPAN OTAK KU DALAM LEMARI ES
Dunia sudah gila
Tunggu, dunia memang tak pernah waras
Aku melihat pertengkaran soal etnis
Aku melihat pertengkaran soal agama
Aku melihat pertengkaran soal ekonomi
Dan yang paling menjijikan, kamu tau apa ?
Aku melihat pertengkaran karna pemerintah
Aku melihat dia mendukung mereka
Aku melihat dia membenci mereka
Semua berdasarkan referensi media mereka
Aku muak!
Dalam muntahan ku yang bau dan berwarna pekat
Aku melihat mereka terombang ambing oleh mereka
Aku terpana lalu tertawa
Untung saja otak ku, ku simpan dalam lemari es
Jadi aku masih bisa tertawa
Tunggu, dunia memang tak pernah waras
Aku melihat pertengkaran soal etnis
Aku melihat pertengkaran soal agama
Aku melihat pertengkaran soal ekonomi
Dan yang paling menjijikan, kamu tau apa ?
Aku melihat pertengkaran karna pemerintah
Aku melihat dia mendukung mereka
Aku melihat dia membenci mereka
Semua berdasarkan referensi media mereka
Aku muak!
Dalam muntahan ku yang bau dan berwarna pekat
Aku melihat mereka terombang ambing oleh mereka
Aku terpana lalu tertawa
Untung saja otak ku, ku simpan dalam lemari es
Jadi aku masih bisa tertawa
BBM Naik Dan Pecahnya Rakyat
Saya sempat dengar bahwa BBM akan kembali naik sekian persen, namun saya tidak ingat kapan persisnya hal tersebut akan naik. Sampai ketika saya membuka Twitter dan mendapatkan berbagai opini yang tersebar di timeline. Sejenak saya tidak mau menggubris semua opini yang kebanyakan bernada protes. Yang saya pikirkan kala itu, bagaimana caranya untuk tetap berjuang dalam keadaan baru.
Sebelum harga BBM naik saja, saya sudah terengah melanjutkan hidup. Yah, saya mungkin masih berutung mendapatkan uang jajan sebesar 25.000/hari dari orang tua, makan dan tidur di rumah nenek. Meskipun dengan nominal sebesar itu hanya cukup untuk keperluan kuliah. Dengan perhitungan: 10.000 untuk bensin, 10.000 untuk makan, dan 5000 untuk keperluan lain-lain (seperti fotokopi atau merokok). Yah saya perokok aktif. Hal tersebut diluar dari biaya-biaya yang tak terduga, apabila nanti saya ada peliputan (baik tugas dari kampus, LPM, ataupun Webzine) dan hal-hal yang bersifat kondisional (seperti ban bocor atau sakit). Sehingga untuk menambal semuanya itu, saya menjalankan sebuah usaha kecil-kecilan. Setidaknya hal tersebut membuat nafas saya terengah dan tidak habis.
Begitu mengetahui BBM naik. Lantas membuat saya seperti tercekik. Saya merasakan kesal pada pemerintah. Seperti menyebrang danau dengan berenang untuk bertemu teman mu dan ketika sudah hampir sampai teman mu malah berpindah ke arah yang sebaliknya, sehingga kau harus putar badan dan berenang lagi. Sebab ini saya tidak pernah percaya pada kepemerintahan.
Pada satu titik hati saya menjadi sangat gamang. Otak terus berputar kencang: hal apalagi yang harus saya lakukan tanpa membebani orang disekitar saya ? Rasanya ingin sekali melempar sebuah molotov ke barisan para pemimping tersebut. Sembari teriak, "Anjing! Penderitaan gua belum kelar dan lo semakin memperpanjangnya!". Tapi selain keberanian yang tak terkumpul karna memikirkan efek panjangnya, saya pun merasa percuma. Pemerintah yah pemerintah, semua otoritas penuh ada di mereka. Jika hanya orang seperti saya yang melemparkan satu botol molotov ke mereka, tentu bukan menjadi barang berarti. Alih-alih saya akan masuk media dan di cap teroris, tamatlah riwayat saya nanti. Niat hati ingin melakukan tindakan yang subversif, malah membuat orang tua saya malu (pastinya saya akan ditangkap polisi dan didakwa dengan dugaan yang asal tanpa ada hak pembelaan).
Pusing dengan otak yang kencang, saya pun beralih kembali ke timeline Twitter. Ternyata opini yang saya temui semakin beragam. Tidak serta merta mereka yang protes dan pro. Namun juga olok-olokan ala meme yang berbunyi: Rokok 16.000 dibeli, bensin naik 2rb di protes. Bukan karna saya seorang perokok. Tapi saya mencoba mencerna maksudnya. Masih belum menemukan korelasinya. Mungkin diantara kalian ada yang bisa menjelaskannya pada saya yang bebal ini ?
Tidak hanya di timeline Twitter saja, melainkan hampir di setiap social media yang saya punya selalu ada dua kubu: pro dan kontra. Sayangnya, saya belum menemukan pihak pro yang cermat dalam menyikapi protes dari mereka yang kontra. Hal ini bertahan hingga beberapa hari kedepannya. Dimana saya mulai kembali teringat pada impian melemparkan molotov ke pemerintah yang semakin surut dan perlahan saya kubur, seiring melihatnya gejolak yang timbul di masyarakat. Yah, masyarakat sudah terpecah. Entah kenaikan BBM ini harus disikapi dengan akal sehat atau memang seharusnya dengan kajian-kajian perpolitikan yang rumitnya minta ampun itu sehingga pada akhirnya kita akan satu suara, bersorak, menyambut layaknya tim sepakbola yang meraih trofi juara liga.
Saya yang sejak awal menjadi bagian dari yang kontra, akhirnya menarik diri dan memilih menjaga energi untuk berfikir tentang hal apa lagi yang harus saya lakukan untuk menyambung hidup di hari ini dan (jika mungkin) esok. Berharap mereka yang pro, selalu mendapatkan rezeki yang baik dan kehidupan yang KEKAL. Begitu juga dengan mereka yang kontra, semoga energi mereka tidak habis berteriak dan membakar ban.
Pemerintah itu memang keparat. Mereka sukses menaikan BBM, mecekik rakyat jelata, sekaligus membelah masyarakat. Percaya saja pada tuhan mu, berdoa untuk tak pernah percaya pada pemerintah.
Sebelum harga BBM naik saja, saya sudah terengah melanjutkan hidup. Yah, saya mungkin masih berutung mendapatkan uang jajan sebesar 25.000/hari dari orang tua, makan dan tidur di rumah nenek. Meskipun dengan nominal sebesar itu hanya cukup untuk keperluan kuliah. Dengan perhitungan: 10.000 untuk bensin, 10.000 untuk makan, dan 5000 untuk keperluan lain-lain (seperti fotokopi atau merokok). Yah saya perokok aktif. Hal tersebut diluar dari biaya-biaya yang tak terduga, apabila nanti saya ada peliputan (baik tugas dari kampus, LPM, ataupun Webzine) dan hal-hal yang bersifat kondisional (seperti ban bocor atau sakit). Sehingga untuk menambal semuanya itu, saya menjalankan sebuah usaha kecil-kecilan. Setidaknya hal tersebut membuat nafas saya terengah dan tidak habis.
Begitu mengetahui BBM naik. Lantas membuat saya seperti tercekik. Saya merasakan kesal pada pemerintah. Seperti menyebrang danau dengan berenang untuk bertemu teman mu dan ketika sudah hampir sampai teman mu malah berpindah ke arah yang sebaliknya, sehingga kau harus putar badan dan berenang lagi. Sebab ini saya tidak pernah percaya pada kepemerintahan.
Pada satu titik hati saya menjadi sangat gamang. Otak terus berputar kencang: hal apalagi yang harus saya lakukan tanpa membebani orang disekitar saya ? Rasanya ingin sekali melempar sebuah molotov ke barisan para pemimping tersebut. Sembari teriak, "Anjing! Penderitaan gua belum kelar dan lo semakin memperpanjangnya!". Tapi selain keberanian yang tak terkumpul karna memikirkan efek panjangnya, saya pun merasa percuma. Pemerintah yah pemerintah, semua otoritas penuh ada di mereka. Jika hanya orang seperti saya yang melemparkan satu botol molotov ke mereka, tentu bukan menjadi barang berarti. Alih-alih saya akan masuk media dan di cap teroris, tamatlah riwayat saya nanti. Niat hati ingin melakukan tindakan yang subversif, malah membuat orang tua saya malu (pastinya saya akan ditangkap polisi dan didakwa dengan dugaan yang asal tanpa ada hak pembelaan).
Pusing dengan otak yang kencang, saya pun beralih kembali ke timeline Twitter. Ternyata opini yang saya temui semakin beragam. Tidak serta merta mereka yang protes dan pro. Namun juga olok-olokan ala meme yang berbunyi: Rokok 16.000 dibeli, bensin naik 2rb di protes. Bukan karna saya seorang perokok. Tapi saya mencoba mencerna maksudnya. Masih belum menemukan korelasinya. Mungkin diantara kalian ada yang bisa menjelaskannya pada saya yang bebal ini ?
Tidak hanya di timeline Twitter saja, melainkan hampir di setiap social media yang saya punya selalu ada dua kubu: pro dan kontra. Sayangnya, saya belum menemukan pihak pro yang cermat dalam menyikapi protes dari mereka yang kontra. Hal ini bertahan hingga beberapa hari kedepannya. Dimana saya mulai kembali teringat pada impian melemparkan molotov ke pemerintah yang semakin surut dan perlahan saya kubur, seiring melihatnya gejolak yang timbul di masyarakat. Yah, masyarakat sudah terpecah. Entah kenaikan BBM ini harus disikapi dengan akal sehat atau memang seharusnya dengan kajian-kajian perpolitikan yang rumitnya minta ampun itu sehingga pada akhirnya kita akan satu suara, bersorak, menyambut layaknya tim sepakbola yang meraih trofi juara liga.
Saya yang sejak awal menjadi bagian dari yang kontra, akhirnya menarik diri dan memilih menjaga energi untuk berfikir tentang hal apa lagi yang harus saya lakukan untuk menyambung hidup di hari ini dan (jika mungkin) esok. Berharap mereka yang pro, selalu mendapatkan rezeki yang baik dan kehidupan yang KEKAL. Begitu juga dengan mereka yang kontra, semoga energi mereka tidak habis berteriak dan membakar ban.
Pemerintah itu memang keparat. Mereka sukses menaikan BBM, mecekik rakyat jelata, sekaligus membelah masyarakat. Percaya saja pada tuhan mu, berdoa untuk tak pernah percaya pada pemerintah.
![]() |
Photo by Le Iyoung doc. |
Iseng Poto: Bocah Rel Kereta
Beberapa hari yang lalu, ketika saya sedang berada di workshop sablonnya Honest, melihat dua bocah ini sedang asyik bermain disekitaran rel yang memang letaknya tak jauh dari posisi workshop. Saya yang sedang asyik memotret panorama sekitar, cukup tersita untuk akhirnya memotret aktivitas dua bocah ini.
Berkali-kali mereka tertangkap memungut sesuatu kemudian diletakan diatas rel, menunggu kereta lewat, dan mereka mengambil sesuatu yang t'lah diletakannya tersebut. Ternyata mereka sedang mengepengkan besi-besi. Saya jadi ingat ketika jaman sekolah dulu, hal tersebut suka dilakukan anak-anak sekolah untuk menggepengkan besi sehingga menyerupai pedang.
Ajaibnya mereka berdua melakukannya dengan antusiasme tinggi dan perasaan senang bukan kepalang. Sungguh kebahagian mereka begitu sederhana.
Sabtu, 22 November 2014
Kegamangan ini masih terus berlanjut dalam hari-harinya. Mendadak, langit sore pun seperti seakan menghitam. Ia tak bisa menahan sebuah perasaan yang berkecamuk dalam benaknya. "Saya seperti orang mabuk. Tapi kali ini bukan akibat alkohol. Melainkan ekspektasi," ujarnya lesuh.
Ia sendu. Sedari tadi tidak ada ativitas yang ia kerjakan. Hanya mendengarkan lagu dan terus seperti itu selama berjam-jam. "Bahkan untuk mandi pun aku enggan. Entah kemana semua gairah ku pergi."
Berulang kali ia memeriksa smartphone-nya. Namun tak ada sesuau yang terjadi. Kecuali spam dari game yang dimainkan oleh kawan social media-nya, yang ia rasa sangat mengganggu. Namun ia tak bisa terang-terangan mengatakannya. sebab, ia tak mau melukai hati orang lain. "Aku tau, mereka berbahagia dengan itu (game). Mereka menghujani ku dengan spam, seraya ingin mengajak ku dalam kebahagiaannya. Tapi sayang aku tak suka bermain game. Juga, tak suka mendapatkan spam itu. Tapi aku tapi bisa merusak kebahgian mereka begitu saja."
Berulang kali ia melakukan scroll-down di Internet, berharap ada sesuatu yang ia bisa raih. Jika bukan pasangan hidup. Ah tapi ia sadar, soc-med tak lebih fana dari realitas. Seperti proyek perjudian. alhasil, ia hanya menikmati berbicara dengan musisi indie, dengan obrolan yang stagnan, sarat basa-basi. Sejujurnya, ia hanya butuh teman bicara untuk saat ini. "Aku harus melakukan sesuatu, mungkin eksperimen kecil dalam hidup ku sendiri."
Secara santai, ia terus berpikir untuk apa yang akan ia lakukan terhadap hidup ini. Mengingat, ia masih terlibat hutang kuliah dengan orang tuanya. Tentu ia perlu mencari celah agar apa yang akan dilakukannya kelak tidak mengganggu aktivitas primernya.
"Sepertinya aku perlu meninggalkan handphone, tak membuka semua akun sosial ku untuk kurun waktu tertentu. Dan fokus pada interaksi sosial yang lebih nyata," gumamnya dalam hati. "Aku rasa sumber masalah ku sekarang ada berada disana. Maka aku harus mencoba meninggalkannya untuk menguji keabsahannya."
Ia sendu. Sedari tadi tidak ada ativitas yang ia kerjakan. Hanya mendengarkan lagu dan terus seperti itu selama berjam-jam. "Bahkan untuk mandi pun aku enggan. Entah kemana semua gairah ku pergi."
Berulang kali ia memeriksa smartphone-nya. Namun tak ada sesuau yang terjadi. Kecuali spam dari game yang dimainkan oleh kawan social media-nya, yang ia rasa sangat mengganggu. Namun ia tak bisa terang-terangan mengatakannya. sebab, ia tak mau melukai hati orang lain. "Aku tau, mereka berbahagia dengan itu (game). Mereka menghujani ku dengan spam, seraya ingin mengajak ku dalam kebahagiaannya. Tapi sayang aku tak suka bermain game. Juga, tak suka mendapatkan spam itu. Tapi aku tapi bisa merusak kebahgian mereka begitu saja."
Berulang kali ia melakukan scroll-down di Internet, berharap ada sesuatu yang ia bisa raih. Jika bukan pasangan hidup. Ah tapi ia sadar, soc-med tak lebih fana dari realitas. Seperti proyek perjudian. alhasil, ia hanya menikmati berbicara dengan musisi indie, dengan obrolan yang stagnan, sarat basa-basi. Sejujurnya, ia hanya butuh teman bicara untuk saat ini. "Aku harus melakukan sesuatu, mungkin eksperimen kecil dalam hidup ku sendiri."
Secara santai, ia terus berpikir untuk apa yang akan ia lakukan terhadap hidup ini. Mengingat, ia masih terlibat hutang kuliah dengan orang tuanya. Tentu ia perlu mencari celah agar apa yang akan dilakukannya kelak tidak mengganggu aktivitas primernya.
"Sepertinya aku perlu meninggalkan handphone, tak membuka semua akun sosial ku untuk kurun waktu tertentu. Dan fokus pada interaksi sosial yang lebih nyata," gumamnya dalam hati. "Aku rasa sumber masalah ku sekarang ada berada disana. Maka aku harus mencoba meninggalkannya untuk menguji keabsahannya."
Senin, 17 November 2014
Iseng Poto: Silampukau at Indonesian Netaudio Festival #2
Kalau sama yang satu ini, saya cukup familiar dengan Silampukau. Mereka itu pertama kali saya kenal sebagai duo dialbum Sementara Ini. Sekarang dengar kabar mereka sudah dalam format band dan sedang meramu materi untuk album baru. Karna itu pula, mereka membawakan materi baru yang masih asing di telinga saya. Meski begitu, saya suka materi baru mereka. Menjadi lebih berwarna, jelas sekarang kan beda format.
Yah walaupun sedikit kecewa lantaran tembang favorit saya "Cinta Itu" tidak dibawakan. Tapi saya tetap menyukai penampilan band Surabaya satu ini.
Yah walaupun sedikit kecewa lantaran tembang favorit saya "Cinta Itu" tidak dibawakan. Tapi saya tetap menyukai penampilan band Surabaya satu ini.
Iseng Poto: Neowax at Indonesian Netaudio Festival #2
Berikut ini ada Neowax, indie rock dari Bandung. Saya suka musik dan aksi panggung mereka yang enerjik dan penuh atraksi. Dan ini adalah perkenalan pertama saya dan saya-pun langsung jatuh cinta dengan apa yang mereka mainkan malam itu. Krezi abiezz!
Iseng Poto: Frau at Indonesian Netaudio Festival #2
Satu keberuntungan pada malam minggu (15/11) adalah menyaksikan solonis manis, Frau, menendangkan Oscar (nama piano Frau) di IFI Bandung. Saya sendiri sudah menjadi fansnya sejak 2011 silam, telat setahun pasca Starlit Carousel (debut album Frau yang dirilis Yes No Wave) dilahirkan. Sejak saat itu pula, rasanya tidak ada penyanyi wanita yang mampuh membuat saya bergidik seru ketika mendengarkan suaranya. Dan saya bersumpah, harus menyaksikannya secara live. Yah, itu sebuah keseharusan.
Namun malang, saya jatuh cinta diwaktu yang kurang tepat. Karna Frau memilih meng-istirahatkan panggung pada 2011 hingga 2012. Kesialan tidak berhenti sampai disitu, ketika pemilik nama asli Leilani Hermiasih ini menelurkan Happy coda di tahun 2013 dan bersambut dengan perayaannya di Jogyakarta. Saya urung hadir karna urusan di Depok yang tak bisa ditinggal.
Barulah sekarang saya berhasil menyaksikannya. Tampil dengan fashion yang sederhana, Frau cukup bersahaja malam itu. Bahkan kesahajaannya itu terbawa hingga set-nya dimulai. Dihadapan puluhan orang malam itu, nama besarnya kini masih belum menolong dari rasa grogi. Aneh memang. Tapi memang itulah Frau. Ia memang sederhana, bertolak belakang dengan apa yang ia mainkan, meski sederhana namun tidak murahan. Kesempatan ini cukup membuat saya dilema antara memilih perhanyut dalam lagu-lagu yang ia mainkan atau memotret. Berikut ini saya abadikan secuil foto anggun Frau.
Jika saya boleh jujur. (diluar musik) Frau ternyata lebih ayu dipandang langsung. :p
Namun malang, saya jatuh cinta diwaktu yang kurang tepat. Karna Frau memilih meng-istirahatkan panggung pada 2011 hingga 2012. Kesialan tidak berhenti sampai disitu, ketika pemilik nama asli Leilani Hermiasih ini menelurkan Happy coda di tahun 2013 dan bersambut dengan perayaannya di Jogyakarta. Saya urung hadir karna urusan di Depok yang tak bisa ditinggal.
Barulah sekarang saya berhasil menyaksikannya. Tampil dengan fashion yang sederhana, Frau cukup bersahaja malam itu. Bahkan kesahajaannya itu terbawa hingga set-nya dimulai. Dihadapan puluhan orang malam itu, nama besarnya kini masih belum menolong dari rasa grogi. Aneh memang. Tapi memang itulah Frau. Ia memang sederhana, bertolak belakang dengan apa yang ia mainkan, meski sederhana namun tidak murahan. Kesempatan ini cukup membuat saya dilema antara memilih perhanyut dalam lagu-lagu yang ia mainkan atau memotret. Berikut ini saya abadikan secuil foto anggun Frau.
Jika saya boleh jujur. (diluar musik) Frau ternyata lebih ayu dipandang langsung. :p
Kamis, 13 November 2014
BELUKAR
Entah sudah berapa lama ia terperangkap dalam belukar. Berusaha dengan gigih mencari jalan keluar yang tak kunjung ditemuinya. Ia lelah dan akhirnya pun menerima begitu saja. Tapi tak membuat ia bersedih. Ada banyak hal yang membuatnya senang bukan kepalang. Dalam belukar ada banyak sumber makanan yang dapat ia olah lalu konsumsi. Meski harus bersusah payah mencarinya. Namun ia menikmati hal tersebut, karna dalam setiap proses pencarian selalu ada hal baru yang bisa ia peroleh.
"Aku tidak hanya mendapatkan makanan untuk ku konsumsi hari ini. Tapi pelajaran tentang bagaimana mendapatkannya," ujarnya.
Meski tidur-pun tak senyaman di gubuk yang ia punya, untuk kali itu ia cukup senang. Karna ada banyak ranting pohong dan jerami yang ia bisa pergunakan sebagai alas tidur. Meski kadang ketika bangun sakitnya bukan kepalang, ia selalu menikmatinya.
"Ini seperti hidup bagi ku. Banyak tantangan yang kemudian jadi pelajaran berharga buat ku," ujarnya lagi, semangat.
Dalam belukar ia mendapatkan pelajaran baru. Ia sudah mulai terbiasa dengan lapar, tak bisa bermanja, menyamankan posisi dalam keadaan yang tak nyaman sekali.
"Tak ada titik ternyaman dalam hidup. Semua penuh dengan duka. Dan aku tidak ingin membuang energi untuk mengutuk keadaan sepeti ini. Ini karunia semesta yang patut aku syukuri," katanya langtang. "Karna hidup nyaman adalah kematian sesungguhnya."
Kehidupan nyaman adalah ketiadaan dalam arti sesungguhnya. Persis seperti yang para ulama katakan tentang surga. Disana (surga) semua manusia akan hidup dengan apa yang ia cintai dan apa yang ia inginkan. Tidak ada penderitaan. Tidak duka. Setiap hari penuh dengan kebahagian.
"Jika kau menginginkan kehidupan yang serba nyaman. Tak usah melamar jadi PNS. Hijrah saja cepat ke surga."
Tapi malam itu, tepat bulan purnama ia menahan rindu pada gubuk yang telah lama ia tinggali. Ia rindu dengan kehidupan yang berlangsung dalam gubuk tersebut. Bahkan saking menahan rindu, ia hampir menangis.
"Ternyata dalam ketiadaan yang aku buat senyaman mungkin ini. Ada satu duka yang tak sempat aku atasi. Aku lelah," keluhnya.
Sejujurnya, aku hanya malu, malu untuk mengeluh seperti ini: aku rindu rumah lama, kamar punk, keributan yang Adit ciptakan dirumah, suara marah papa yang menggelegar, liat mama menonton sinetron favoritnya, Putri yang sibuk dengan handphonenya, aku ingin keluarga yang tak terpisah jarak.
"Aku tidak hanya mendapatkan makanan untuk ku konsumsi hari ini. Tapi pelajaran tentang bagaimana mendapatkannya," ujarnya.
Meski tidur-pun tak senyaman di gubuk yang ia punya, untuk kali itu ia cukup senang. Karna ada banyak ranting pohong dan jerami yang ia bisa pergunakan sebagai alas tidur. Meski kadang ketika bangun sakitnya bukan kepalang, ia selalu menikmatinya.
"Ini seperti hidup bagi ku. Banyak tantangan yang kemudian jadi pelajaran berharga buat ku," ujarnya lagi, semangat.
Dalam belukar ia mendapatkan pelajaran baru. Ia sudah mulai terbiasa dengan lapar, tak bisa bermanja, menyamankan posisi dalam keadaan yang tak nyaman sekali.
"Tak ada titik ternyaman dalam hidup. Semua penuh dengan duka. Dan aku tidak ingin membuang energi untuk mengutuk keadaan sepeti ini. Ini karunia semesta yang patut aku syukuri," katanya langtang. "Karna hidup nyaman adalah kematian sesungguhnya."
Kehidupan nyaman adalah ketiadaan dalam arti sesungguhnya. Persis seperti yang para ulama katakan tentang surga. Disana (surga) semua manusia akan hidup dengan apa yang ia cintai dan apa yang ia inginkan. Tidak ada penderitaan. Tidak duka. Setiap hari penuh dengan kebahagian.
"Jika kau menginginkan kehidupan yang serba nyaman. Tak usah melamar jadi PNS. Hijrah saja cepat ke surga."
Tapi malam itu, tepat bulan purnama ia menahan rindu pada gubuk yang telah lama ia tinggali. Ia rindu dengan kehidupan yang berlangsung dalam gubuk tersebut. Bahkan saking menahan rindu, ia hampir menangis.
"Ternyata dalam ketiadaan yang aku buat senyaman mungkin ini. Ada satu duka yang tak sempat aku atasi. Aku lelah," keluhnya.
Sejujurnya, aku hanya malu, malu untuk mengeluh seperti ini: aku rindu rumah lama, kamar punk, keributan yang Adit ciptakan dirumah, suara marah papa yang menggelegar, liat mama menonton sinetron favoritnya, Putri yang sibuk dengan handphonenya, aku ingin keluarga yang tak terpisah jarak.
Senyap: Film Kemanusiaan Yang Kurang Manusiawi
Sore itu saya berangkat dari rumah dengan tergesah. Sebelumnya, pada dini hari saya baru saja pulang dari Garut dengan menggunakan bis malam yang super ekstrim lajunya. Sebetulnya Senin (10/11) itu saya sudah mulai merasakan letih yang teramat dahsyat dan kurang enak badan, namun karna saya ingat hari itu adalah pemutaran perdana film-nya Joshua Oppenheimer yang berjudul Senyap. Maka saya paksakan untuk melaju ke Graha Bhakti Budaya di TIM Menteng.
Alasan saya memaksakan diri ialah, saya tak sabar ingin menyaksikan apalagi yang akan Joshua tampilkan dalam filmnya kali ini. Jika sebelumnya, saya telah menonton The Act of Killing yang kontroversional karna membeberkan fakta kejamnya pembunuhan terhadap orang-orang yang di cap Komunis pada era 60-an yang dengan cermat berhasil Joshua tangkap dari sang pelaku-nya. Kali ini saya pun menjadi penasaran, akan seperti apa Senyap ini.
Sesampainya di TIM, saya yang hanya seorang diri pun bingung ditengah ratusan orang. Saya tak menyangka bahwa akan seramai ini yang datang. Bahkan hasil dari obrolan dengan paniitiua, ia mengatakan karna membludaknya jumlah penonton maka akan dibuka dua sesi pemutaran film. Sebegitu menariknya film ini. Dari hasil pantauan saya, penonton pun tidak terbatas oleh kalangan tertentu saja. Dari yang muda (yang saya temui masih pelajar SMA) sampai mereka yang sudah nenek-kakek pun turut hadir, tidak hanya itu mereka rela berjubel mengantri.
Singkat cerita, saya pun kedapatan sesi ke-2. Oke tidak apalah yang penting masih bisa menyaksikan. Ada hal yang membuat saya heran terhadap film Senyap ini, setelah The Act of Killing dengan sukses membuat petinggi negara ini kebakaran jenggot karna kartunya terbuka ke publik. Saya sempat tak habis pikir bagaimana Joshua yang konon kabarnya menjadi orang paling di cari di negara ini, dapat melakukan shooting untuk film Senyap. Ternyata dari berbagai sumber, saya mengertahui film Senyap di kerjakan sebelum The Act of Killing membuat heboh Indonesia. Tahun persisnya saya tidak tahu jelas.
Sedikit berbeda dengan The Act of Killing yang menampilkan pelaku pembunuhan sebagai aktor utama dalam film. Dalam Senyap, aktor utamanya adalah adik dari korban pembantaian komunis oleh pemerintah kala itu. Dimana sang adik yang kini sudah berumur kepala empat, menelusuri kematian kakanya (Ramli) yang dibantai lalu dibunuh. Ia menelusuri satu persatu, bekas pembunuh. Diantara yang ia kunjungi rata-rata pembunuh tersebut sudah memasuki usia udzur. Bahkan beberapa dari mereka sudah ada yang pikun.
Film Senyap semakin menunjukan bahwa pada masa itu pembantaian terjadi sepenuhnya dilakukan oleh rakyat. Tapi rakyat yang seperti apa ? Rakyat yang sebelumnya telah habis terpropagandai oleh isu bebal ala pemerintah, yang mana mengatakan bahwa PKI/Komunisme itu adalah paham yang tak beragama, istri mu bisa jadi istri ku juga (equality), dan sesat. Mayoritas masyarakat kala itu yang memegang teguh pada agama pun termakan, maka tak salah apabila dalam satu scene di film ini, seorang pembunuh tidak merasa berdosa telah membunuh banyak orang karna yang ia anggap itu jalan menuju kebaikan dengan menumpas kejahatan. Power pemerintah bermain dalam masa itu, dan lagi rakyat kembali menjadi boneka pembunuh untuk sesamanya.
Tentu baik film Senyap ataupun The Act of Killing perlu ditonton untuk generasi sekarang. Tujuannya ialah agar ia tau bagaimana konsep politik itu kotor dan kejam. Terlebih setelah sebelumnya, generasi sekarang di brainwash oleh pemerintah dengan film-film G30S PKI versi pemerintah yang total banal. Menonton kedua film ini tentu menjadi barang wajib. Bukan sekedar mengorek korang yang telah (dipaksa) sembuh, hanya sekedar untuk mengingatkan bahwa negara ini banyak menyimpan misteri kelam terhadap bangsanya sendiri. Ironisnya, semua itu berlangsung hingga sekarang. Sehingga kita semua tidak mudah terombang-ambing oleh gejolak sosial yang sengaja diciptakan oleh para petinggi negara hanya demi memuluskan sebuah tujuan politik mereka. Dengan kata lain kita tidak mengalami yang namanya cinta buta pada pemerintah.
Secara penyajiannya pun film Senyap perlu diacungi jempol. Yang membuat saya takjub ia lah coloring dalam film ini. Menonontnya seperti melihat satu lukisan dramatis. Warna yang ditimbulkan begitu menggugah mata untuk mensyukurinya. Salut untuk tim Senyap.
Namun ada hal yang saya sayangkan. Dimana ada satu scene, adiknya Ramli ingin menemui seorang pembunuh yang ternyata sudah meninggal dunia dan hanya menyisakan anak serta istri saja. Kenapa saya sayangkan ? Karna dalam scene tersebut, terlihat bagaimana istri dan anak pelaku yang tidak tau menahu tentang masa kelam mendingan ayah/suami nya dituntut harus menceritakan. Terlebih sang istri yang sudah tua dalam kondisi yang tidak prima. Rasanya Joshua, harus memikirkan untuk mengambil scene ini sebelumnya. Tentu hal tersebut menyimpan satu luka baru bagi keluarga pelaku. Jika tidak shock theraphy. Bukannya saya bersikap simpati terhadap pembunuhan Komunis, namun tetap saja kita perlu melihat siapa dulu orangnya. Jika kasusnya seperti si istri yang tidak tau apa-apa dan kemudian setelah berpuluh tahun dijeblaki seantero fakta tentang suaminya selama ini, pasti akan menjadi luka tersendiri. Berbeda hal jika yang kita tanya adalah si pelaku yang masih hidup meski sudah tua, saya rasa itu perlu. Selain untuk menjadi keabsahan data, juga menjadi memoar tersendiri untuk mereka.
Yah mungkin ini satu sudut pandang saya yang menilai beda terhadap film Senyap ini. Saya cuma menyangkan satu scene itu saja. Selebihnya, saya mengapresiasinya. Film Senyap itu layak tonton untuk generasi sekarang.
Alasan saya memaksakan diri ialah, saya tak sabar ingin menyaksikan apalagi yang akan Joshua tampilkan dalam filmnya kali ini. Jika sebelumnya, saya telah menonton The Act of Killing yang kontroversional karna membeberkan fakta kejamnya pembunuhan terhadap orang-orang yang di cap Komunis pada era 60-an yang dengan cermat berhasil Joshua tangkap dari sang pelaku-nya. Kali ini saya pun menjadi penasaran, akan seperti apa Senyap ini.
Sesampainya di TIM, saya yang hanya seorang diri pun bingung ditengah ratusan orang. Saya tak menyangka bahwa akan seramai ini yang datang. Bahkan hasil dari obrolan dengan paniitiua, ia mengatakan karna membludaknya jumlah penonton maka akan dibuka dua sesi pemutaran film. Sebegitu menariknya film ini. Dari hasil pantauan saya, penonton pun tidak terbatas oleh kalangan tertentu saja. Dari yang muda (yang saya temui masih pelajar SMA) sampai mereka yang sudah nenek-kakek pun turut hadir, tidak hanya itu mereka rela berjubel mengantri.
Singkat cerita, saya pun kedapatan sesi ke-2. Oke tidak apalah yang penting masih bisa menyaksikan. Ada hal yang membuat saya heran terhadap film Senyap ini, setelah The Act of Killing dengan sukses membuat petinggi negara ini kebakaran jenggot karna kartunya terbuka ke publik. Saya sempat tak habis pikir bagaimana Joshua yang konon kabarnya menjadi orang paling di cari di negara ini, dapat melakukan shooting untuk film Senyap. Ternyata dari berbagai sumber, saya mengertahui film Senyap di kerjakan sebelum The Act of Killing membuat heboh Indonesia. Tahun persisnya saya tidak tahu jelas.
Sedikit berbeda dengan The Act of Killing yang menampilkan pelaku pembunuhan sebagai aktor utama dalam film. Dalam Senyap, aktor utamanya adalah adik dari korban pembantaian komunis oleh pemerintah kala itu. Dimana sang adik yang kini sudah berumur kepala empat, menelusuri kematian kakanya (Ramli) yang dibantai lalu dibunuh. Ia menelusuri satu persatu, bekas pembunuh. Diantara yang ia kunjungi rata-rata pembunuh tersebut sudah memasuki usia udzur. Bahkan beberapa dari mereka sudah ada yang pikun.
Film Senyap semakin menunjukan bahwa pada masa itu pembantaian terjadi sepenuhnya dilakukan oleh rakyat. Tapi rakyat yang seperti apa ? Rakyat yang sebelumnya telah habis terpropagandai oleh isu bebal ala pemerintah, yang mana mengatakan bahwa PKI/Komunisme itu adalah paham yang tak beragama, istri mu bisa jadi istri ku juga (equality), dan sesat. Mayoritas masyarakat kala itu yang memegang teguh pada agama pun termakan, maka tak salah apabila dalam satu scene di film ini, seorang pembunuh tidak merasa berdosa telah membunuh banyak orang karna yang ia anggap itu jalan menuju kebaikan dengan menumpas kejahatan. Power pemerintah bermain dalam masa itu, dan lagi rakyat kembali menjadi boneka pembunuh untuk sesamanya.
Tentu baik film Senyap ataupun The Act of Killing perlu ditonton untuk generasi sekarang. Tujuannya ialah agar ia tau bagaimana konsep politik itu kotor dan kejam. Terlebih setelah sebelumnya, generasi sekarang di brainwash oleh pemerintah dengan film-film G30S PKI versi pemerintah yang total banal. Menonton kedua film ini tentu menjadi barang wajib. Bukan sekedar mengorek korang yang telah (dipaksa) sembuh, hanya sekedar untuk mengingatkan bahwa negara ini banyak menyimpan misteri kelam terhadap bangsanya sendiri. Ironisnya, semua itu berlangsung hingga sekarang. Sehingga kita semua tidak mudah terombang-ambing oleh gejolak sosial yang sengaja diciptakan oleh para petinggi negara hanya demi memuluskan sebuah tujuan politik mereka. Dengan kata lain kita tidak mengalami yang namanya cinta buta pada pemerintah.
Secara penyajiannya pun film Senyap perlu diacungi jempol. Yang membuat saya takjub ia lah coloring dalam film ini. Menonontnya seperti melihat satu lukisan dramatis. Warna yang ditimbulkan begitu menggugah mata untuk mensyukurinya. Salut untuk tim Senyap.
Namun ada hal yang saya sayangkan. Dimana ada satu scene, adiknya Ramli ingin menemui seorang pembunuh yang ternyata sudah meninggal dunia dan hanya menyisakan anak serta istri saja. Kenapa saya sayangkan ? Karna dalam scene tersebut, terlihat bagaimana istri dan anak pelaku yang tidak tau menahu tentang masa kelam mendingan ayah/suami nya dituntut harus menceritakan. Terlebih sang istri yang sudah tua dalam kondisi yang tidak prima. Rasanya Joshua, harus memikirkan untuk mengambil scene ini sebelumnya. Tentu hal tersebut menyimpan satu luka baru bagi keluarga pelaku. Jika tidak shock theraphy. Bukannya saya bersikap simpati terhadap pembunuhan Komunis, namun tetap saja kita perlu melihat siapa dulu orangnya. Jika kasusnya seperti si istri yang tidak tau apa-apa dan kemudian setelah berpuluh tahun dijeblaki seantero fakta tentang suaminya selama ini, pasti akan menjadi luka tersendiri. Berbeda hal jika yang kita tanya adalah si pelaku yang masih hidup meski sudah tua, saya rasa itu perlu. Selain untuk menjadi keabsahan data, juga menjadi memoar tersendiri untuk mereka.
Yah mungkin ini satu sudut pandang saya yang menilai beda terhadap film Senyap ini. Saya cuma menyangkan satu scene itu saja. Selebihnya, saya mengapresiasinya. Film Senyap itu layak tonton untuk generasi sekarang.
Rabu, 12 November 2014
Kau sebut kehidupan baru dimulai ketika seragam putih abu-abu kau tanggalkan dalam lemari lusuh mu.
Kau sebut kehdiupan baru dimulai ketika toga berhasil mencapai kepala mu.
Tapi bagi ku, kehidupan dimulai ketika ibu ku mengatur sirkulasi nafas dan keringat saat mengeluarkan manusia dalam vaginanya.
22 umur ku sekarang, meski tak seberapa yang kau lihat tapi ini perjuangan untuk ku.
Bagaimana dengan keterbatasan finansial yang ada aku harus mampuh menghidupi mimpi ku; menjaga hasrat untuk tidak konsumtif; mentraktir orang yang ku cintai.
Bagaimana dengan kondisi keluarga yang sedemikian rupa-nya, aku harus berdiri tegak; berfikir jernih untuk tidak mati bunuh diri.
Hidup sebuah perjuangan yang dapat dijadikan pelajaran.
Kau sebut kehdiupan baru dimulai ketika toga berhasil mencapai kepala mu.
Tapi bagi ku, kehidupan dimulai ketika ibu ku mengatur sirkulasi nafas dan keringat saat mengeluarkan manusia dalam vaginanya.
22 umur ku sekarang, meski tak seberapa yang kau lihat tapi ini perjuangan untuk ku.
Bagaimana dengan keterbatasan finansial yang ada aku harus mampuh menghidupi mimpi ku; menjaga hasrat untuk tidak konsumtif; mentraktir orang yang ku cintai.
Bagaimana dengan kondisi keluarga yang sedemikian rupa-nya, aku harus berdiri tegak; berfikir jernih untuk tidak mati bunuh diri.
Hidup sebuah perjuangan yang dapat dijadikan pelajaran.
Sabtu, 08 November 2014
Ada yang datang lalu memperhatikan
Ada yang datang untuk singgah sebentar
Ada yang datang jika susah menghampiri
Ada yang datang untuk peduli setan
Ada yang datang tuk meminta dan pergi tanpa permisi
Ada yang datang kemudian bertahan
Bukan begitukah pertemanan ?
Tak bisa kita mengharapkan lebih pada nya.
Ada yang datang untuk singgah sebentar
Ada yang datang jika susah menghampiri
Ada yang datang untuk peduli setan
Ada yang datang tuk meminta dan pergi tanpa permisi
Ada yang datang kemudian bertahan
Bukan begitukah pertemanan ?
Tak bisa kita mengharapkan lebih pada nya.
Jumat, 07 November 2014
BERBAHAGIA DALAM NESTAPA. HIDUP TAK PERNAH SAMA
Sudah tiga kali uang simpanan ku hilang dirumah secara berkala. Uang yang aku kumpulkan dari hasil berdagang kecil-kecilan, rencananya uang itu akan ku pakai untuk membuat sebuah motor bertipe Japstyle atau Street Cub. Karna mengandalkan orang tua, bukan solusi. Mereka sedang sibuk memperhitungkan budget hidup mereka dan anak-anaknya. Jadi aku ambil inisiatif mengumpulkan sendiri.
Kehilangan uang yang dengan susah payah kita kumpulkan sejatinya cukup menyesakan. Namun tidak ada yang bisa aku lakukan selain membiarkannya. Mungkin yang mencurinya lebih membutuhkan. Bukan sok bijaksana, tapi jika masih ada banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran dari sebuah peristiwa, kenapa harus capek-capek marah ?
Hingga saat ini aku tidak bisa menerka siapa pelakunya. Walaupun aku tau, dalam rumah ku ada seseorang yang sedang melewati fase hidup yang jauh rumit dari ku. Aku tak mau berprasakan pada siapa-siapa. Biarlah yang hilang tetap berlalu. Aku tak ingin membuang energi untuk marah-marah. Walaupun ketika pertama kali mengetahui uang ku hilang, aku sedikit jengkel.
Setelah kejadian itu, beberapa hari kemudian tanpa ku sangka rezeki lebih pun datang. Aku pikir inilah campur tangan tuhan. aku selalu takjub dengan hal-hal seperti ini. Buah dari kepasrahan diri. Meski kadang tidak semua bisa diselesaikan dengan cukup berpasrah diri. Tapi untuk kasus seperti ini, aku berterima kasih pada tuhan.
Yang perlu diingat adalah jangan sampai teori berserah pada tuhan dan pasrah ketika menghadapi sebuah kejadian, menjadi pembenaran untuk kita malas berusaha. Sekali lagi, ada peristiwa dimana kita harus berserah dan pasrah pada tuhan namun ada juga yang tidak.
Sama halnya dengan putus cinta. Ada yang bilang aku tidak merasakan sebuah fase galau ketika putus cinta. Itu mustahil. Aku merasakannya namun tak ingin mengkhayatinya. Biarkanlah yang dulu ada kini telah tiada. Bukan bersikap antipati, namun kembali lagi buat apa kita bersedih kalau ternyata ada banyak pelajaran yang dapat kita aplikasikan dari setiap peristiwa yang sudah terjadi.
Selama enam tahun, tidak ada yang percuma. Poin pentingnya adalah ada satu sifat manusia yang telah aku rasakan untuk kemudian pelajari selama enam tahun, dan itu sangat berguna untuk kedepannya. Jaga-jaga jika suatu saat, berhadapan dengan sifat manusia seperi itu lagi. Bukankah ini sebuah poin yang bisa kita petik dari sesuatu yang (mungkin) kita sebut malapetaka ?
Selain itu, dari dua model kasus diatas. Aku hanya ingin belajar menerima kehilangan -dalam hal apapun. Karna tidak ada satu-pun di dunia ini yang abslout punya kita. Semuanya adalah titipan dia yang merajai isi semesta. Untuk apa kita menangisi sesuatu yang bukan punya kita, terlebih jika hal tersebut menganggu keberlangsungan hidup kita kelak ? Berbahagialah dalam nestapa. Karna hidup tak akan pernah sama.
Kehilangan uang yang dengan susah payah kita kumpulkan sejatinya cukup menyesakan. Namun tidak ada yang bisa aku lakukan selain membiarkannya. Mungkin yang mencurinya lebih membutuhkan. Bukan sok bijaksana, tapi jika masih ada banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran dari sebuah peristiwa, kenapa harus capek-capek marah ?
Hingga saat ini aku tidak bisa menerka siapa pelakunya. Walaupun aku tau, dalam rumah ku ada seseorang yang sedang melewati fase hidup yang jauh rumit dari ku. Aku tak mau berprasakan pada siapa-siapa. Biarlah yang hilang tetap berlalu. Aku tak ingin membuang energi untuk marah-marah. Walaupun ketika pertama kali mengetahui uang ku hilang, aku sedikit jengkel.
Setelah kejadian itu, beberapa hari kemudian tanpa ku sangka rezeki lebih pun datang. Aku pikir inilah campur tangan tuhan. aku selalu takjub dengan hal-hal seperti ini. Buah dari kepasrahan diri. Meski kadang tidak semua bisa diselesaikan dengan cukup berpasrah diri. Tapi untuk kasus seperti ini, aku berterima kasih pada tuhan.
Yang perlu diingat adalah jangan sampai teori berserah pada tuhan dan pasrah ketika menghadapi sebuah kejadian, menjadi pembenaran untuk kita malas berusaha. Sekali lagi, ada peristiwa dimana kita harus berserah dan pasrah pada tuhan namun ada juga yang tidak.
Sama halnya dengan putus cinta. Ada yang bilang aku tidak merasakan sebuah fase galau ketika putus cinta. Itu mustahil. Aku merasakannya namun tak ingin mengkhayatinya. Biarkanlah yang dulu ada kini telah tiada. Bukan bersikap antipati, namun kembali lagi buat apa kita bersedih kalau ternyata ada banyak pelajaran yang dapat kita aplikasikan dari setiap peristiwa yang sudah terjadi.
Selama enam tahun, tidak ada yang percuma. Poin pentingnya adalah ada satu sifat manusia yang telah aku rasakan untuk kemudian pelajari selama enam tahun, dan itu sangat berguna untuk kedepannya. Jaga-jaga jika suatu saat, berhadapan dengan sifat manusia seperi itu lagi. Bukankah ini sebuah poin yang bisa kita petik dari sesuatu yang (mungkin) kita sebut malapetaka ?
Selain itu, dari dua model kasus diatas. Aku hanya ingin belajar menerima kehilangan -dalam hal apapun. Karna tidak ada satu-pun di dunia ini yang abslout punya kita. Semuanya adalah titipan dia yang merajai isi semesta. Untuk apa kita menangisi sesuatu yang bukan punya kita, terlebih jika hal tersebut menganggu keberlangsungan hidup kita kelak ? Berbahagialah dalam nestapa. Karna hidup tak akan pernah sama.
Dalam secarik kertas, semua ku tuliskan. Tidak saja suka namun duka. Tidak hanya air mata namun juga darah. Kadang nanah. Semua huruf ku rangkai sama besar. tidak ada yang ku khususkan. tidak ada yang tercetak miring ataupun tebal. Namun entah kenapa, tidak ada yang menarik dari mu selain mempertanyakan suka ku. Tidakkah kau ingin menanyakan sebab duka ku ? Mungkin itu kurang menarik bagi mu.
Bacalah secara cermat, dari atas hingga bawah. Jangan ada satu bait yang kau lewatkan. Cukup mengerti tak perlu kau debatkan. Jika tidak ingin, kisah mu masuk menjadi paragraf duka dalam secarik kertas ku.
Bacalah secara cermat, dari atas hingga bawah. Jangan ada satu bait yang kau lewatkan. Cukup mengerti tak perlu kau debatkan. Jika tidak ingin, kisah mu masuk menjadi paragraf duka dalam secarik kertas ku.
BOSAN
Ada yang dapat dirasa, namun tak mampuh diucap. Raga ku bebas bergerak, namun jiwa ku terperangkap. Bibir ku mengangah tertawa, pikiran ku murung. Aku bisa merasakan gejolak ini, namun tak dapat mengartikannya. Kinerja otak ku tak bisa berfungsi mencermati. Kadang, jika lelah, aku berlari dalam diam. Aku malas berfikir panjang. Karna tidak mengerti. Apa namanya ini ?
Bercerita-pun, ku rasa tak guna. Mereka tak ada yang mampuh mengerti kecuali diri sendiri. Ku kosongkan semua isi kepala dalam beberapa detik. Suara itu perlahan menyapa ku. Kemudian berteriak, "Kau sedang bosan merasakan bosan!"
Kemudian aku terdiam, "Apa yang hendak harus ku lakukan ?" Suara itu tak ada. Aku mencarinya. Sedetik, sejam, berhari-hari, berbulan-bulan, tetap tak ada suara. Hingga akhirnya aku mulai pasrah dan belajar menikmati rasa bosan yang sudah bosan aku lawan.
Bercerita-pun, ku rasa tak guna. Mereka tak ada yang mampuh mengerti kecuali diri sendiri. Ku kosongkan semua isi kepala dalam beberapa detik. Suara itu perlahan menyapa ku. Kemudian berteriak, "Kau sedang bosan merasakan bosan!"
Kemudian aku terdiam, "Apa yang hendak harus ku lakukan ?" Suara itu tak ada. Aku mencarinya. Sedetik, sejam, berhari-hari, berbulan-bulan, tetap tak ada suara. Hingga akhirnya aku mulai pasrah dan belajar menikmati rasa bosan yang sudah bosan aku lawan.
Kamis, 06 November 2014
Tiada hari-hari tanpa menulis. Setiap menit, setiap jam, dan hari semua waktu banyak terpakai untuk menulis. Entah menulis artikel, esay, atau sekedar luapan emosi. Gua dan menulis seperti, junkie yang tak bisa jauh dari Acid. Menulis itu narkotika bagi ku.
Dalam kondisi apapun selalu ada perasaan ingin menulis. Bahkan dalam kondisi setengah sadar akibat substansi alamiah pun demikian. Semacam ada kebiasaan yang hilang bila melewati hari tanpa menulis, entah menulis di blog, tembok, ataupun secarik kertas.
Menulis-pun biasanya lebih produktif dikala suasana melankolia. Sudah ketebak isinya seperti apa, pastinya. Walaupun kadang, setelah dibaca ulang dapat malu sendiri dan "Anjis, ko gua lebay begini yah. Sok Rangga AADC banget". Tapi menulis adalah pelampiasan teraman disaat kondisi semacam itu. Bahkan lebih ampuh dari mengkonsumsi beer dalam jumlah yang banyak. Jelas saja, menulis itukan sudah diibaratkan narkotika, jadi jika disandingkan dengan beer jelas tak tak ada apa-apanya. Hehehehe... Tapi serius! Ketika mendadak hati sedang mengharu biru, yah pelampiasan terbaiknya dengan menulis bahkan narkoba dalam arti sebenarnya pun tak ada apa-apanya.
Selain sebagai pelampiasan menulis pun dapat menjadi bahan introspeksi yang ampuh. Hari ini menulis dan kemudian seminggu kemudian di baca ulang, jadi kita bisa melihat ada sesuatu yang salah sama kita di beberapa hari kebelakang. Namun ketika saat membaca kita sudah mendapatkan solusinya, ujung-ujungnya yah tersenyum malu sendiri.
Maka mulailah menulis tentang apapun yang ada dipikiran kita. Tanpa perlu peduli soal orang lain.
Dalam kondisi apapun selalu ada perasaan ingin menulis. Bahkan dalam kondisi setengah sadar akibat substansi alamiah pun demikian. Semacam ada kebiasaan yang hilang bila melewati hari tanpa menulis, entah menulis di blog, tembok, ataupun secarik kertas.
Menulis-pun biasanya lebih produktif dikala suasana melankolia. Sudah ketebak isinya seperti apa, pastinya. Walaupun kadang, setelah dibaca ulang dapat malu sendiri dan "Anjis, ko gua lebay begini yah. Sok Rangga AADC banget". Tapi menulis adalah pelampiasan teraman disaat kondisi semacam itu. Bahkan lebih ampuh dari mengkonsumsi beer dalam jumlah yang banyak. Jelas saja, menulis itukan sudah diibaratkan narkotika, jadi jika disandingkan dengan beer jelas tak tak ada apa-apanya. Hehehehe... Tapi serius! Ketika mendadak hati sedang mengharu biru, yah pelampiasan terbaiknya dengan menulis bahkan narkoba dalam arti sebenarnya pun tak ada apa-apanya.
Selain sebagai pelampiasan menulis pun dapat menjadi bahan introspeksi yang ampuh. Hari ini menulis dan kemudian seminggu kemudian di baca ulang, jadi kita bisa melihat ada sesuatu yang salah sama kita di beberapa hari kebelakang. Namun ketika saat membaca kita sudah mendapatkan solusinya, ujung-ujungnya yah tersenyum malu sendiri.
Maka mulailah menulis tentang apapun yang ada dipikiran kita. Tanpa perlu peduli soal orang lain.
Selasa, 04 November 2014
Oh ibu izinkanlah aku untuk mengeluh barang sedetik. Sejujurnya lelah sekali menjalani hidup jauh dari mu. Untuk makan aku harus mempersiapkannya sendiri. Sudah dua hari ini, semenjak nenek ke Garut, mie instan menjadi panganan setia. Aku juga jarang sekali kena nasi belakangan ini. Pakaian kotor pun menumpuk, terparah aku kehabisan stock celana dalam. Dengan lelah dan terpaksa sehabis pulang latihan, tepat dini hari, aku cuci semuanya. Lelah sekali rasanya, mencuci;membilas;mengeringkan sendiri. Ternyata aku merasakan apa yang kau rasakan sekarang. Lelah sekali bukan ?
Pola tidur ku kembali berantakan karna tugas kuliah dan seantero kegiatan lainnya. Senang sekali merasakan sibuk untuk sesuatu yang kita cintai memang. Sekaligus lelah bukan kepalang.
Jika boleh mengeluh sekali lagi bu, rasanya ingin sekali seperti dulu. Walaupun sibuk, setidaknya untuk urusan makan aku masih cukup beruntung karna kamu selalu menyediakan. Begitu juga dengan pakaian kotor ku. Hahaha.. Terdengar manja sekali anak mu ini yah.
Namun diluar keluh ku diatas, aku mungkin masih perlu bersyukur karna diberikan kesempatan seperti ini. Aku yakin ini semua tidaklah sia-sia. Menjadi mandiri harus dimulai dari dalam rumah sendiri memang. Maafkan keluhan ku diatas bu, aku hanya sedang merasakan lelah yang dahsyat.
Oh yah bu, aku harapan tulisan ini tak pernah kau baca. Karna aku tak ingin kau murung melihat anak manja mu mengeluh seperti ini. Sekali lagi ini hanyalah reaksi lelah yang dahsyat saja. Biasanya pun makan ku enak, tidur ku pun nyenyak bu. Jangan kau khawatirkan anak manja mu yang mendadak rantau ini. Biarkanlah aku belajar jalan sendiri. Rasanya pun menyenangkan. Walaupun lelah. Hahaha.
Pola tidur ku kembali berantakan karna tugas kuliah dan seantero kegiatan lainnya. Senang sekali merasakan sibuk untuk sesuatu yang kita cintai memang. Sekaligus lelah bukan kepalang.
Jika boleh mengeluh sekali lagi bu, rasanya ingin sekali seperti dulu. Walaupun sibuk, setidaknya untuk urusan makan aku masih cukup beruntung karna kamu selalu menyediakan. Begitu juga dengan pakaian kotor ku. Hahaha.. Terdengar manja sekali anak mu ini yah.
Namun diluar keluh ku diatas, aku mungkin masih perlu bersyukur karna diberikan kesempatan seperti ini. Aku yakin ini semua tidaklah sia-sia. Menjadi mandiri harus dimulai dari dalam rumah sendiri memang. Maafkan keluhan ku diatas bu, aku hanya sedang merasakan lelah yang dahsyat.
Oh yah bu, aku harapan tulisan ini tak pernah kau baca. Karna aku tak ingin kau murung melihat anak manja mu mengeluh seperti ini. Sekali lagi ini hanyalah reaksi lelah yang dahsyat saja. Biasanya pun makan ku enak, tidur ku pun nyenyak bu. Jangan kau khawatirkan anak manja mu yang mendadak rantau ini. Biarkanlah aku belajar jalan sendiri. Rasanya pun menyenangkan. Walaupun lelah. Hahaha.
Minggu, 02 November 2014
DALAM ASAP
Raga ku lelah dan nyaris tanpa gairah
Namun mata ku masih segar menatap sinis
Oh ibu, jika kau mengizinkan ku terlelap dalam asap
Jika saja institusi negara ini mampuh memaklumi
Biarkanlah raga jiwa ku terlelap dalam asap
Bukan aku menyerah, menunggu nidera
Tapi hari esok akan sama kerasnya
Sementara daging ku perlahan menipis
Ku takut semangat ku pun demikian
Maka izinkan ku terlelap dalam asap
Setidaknya untuk malam ini saja
Lepaslah diri ku mencapai nirwana
Kepulan asap mendekap ku hangat
Wahai nidera, akhirnya kita berjumpa
Ku pastikan esok, semangat ini kian membara
Namun mata ku masih segar menatap sinis
Oh ibu, jika kau mengizinkan ku terlelap dalam asap
Jika saja institusi negara ini mampuh memaklumi
Biarkanlah raga jiwa ku terlelap dalam asap
Bukan aku menyerah, menunggu nidera
Tapi hari esok akan sama kerasnya
Sementara daging ku perlahan menipis
Ku takut semangat ku pun demikian
Maka izinkan ku terlelap dalam asap
Setidaknya untuk malam ini saja
Lepaslah diri ku mencapai nirwana
Kepulan asap mendekap ku hangat
Wahai nidera, akhirnya kita berjumpa
Ku pastikan esok, semangat ini kian membara
EMAS DALAM RIMBUN MAWAR
Jejak mungil mu, selalu ku ikuti
Rambut panjang terikat itu, selalu ku kagumi
Lebih dari selimut brand terkenal, dekap mu hangat
Tak pernah ku rasa, hanya mengira
Bah barang pecah belah, butuh penanganan khusus
Salah langkah sedikit, kau kan hancur berkeping
Dari kejauhan, ku nikmati senyuman itu
Paras biasa, namun terlihat berharga
Kau bagai emas di tengah rimbunnya mawar
Ekstra energi tuk menemukan mu, apalagi meraih mu
Menampakan diri di hadapan kaca, membuat aku tau siapa aku
Menerobos jauh ke seberang, membuat aku tau siapa kamu
Keyakinan dan harapan selalu besar, meski kadang terbentur kenyataan
Maka biarlah alamiah, seperti hujan yang turun tanpa disuruh
Rambut panjang terikat itu, selalu ku kagumi
Lebih dari selimut brand terkenal, dekap mu hangat
Tak pernah ku rasa, hanya mengira
Bah barang pecah belah, butuh penanganan khusus
Salah langkah sedikit, kau kan hancur berkeping
Dari kejauhan, ku nikmati senyuman itu
Paras biasa, namun terlihat berharga
Kau bagai emas di tengah rimbunnya mawar
Ekstra energi tuk menemukan mu, apalagi meraih mu
Menampakan diri di hadapan kaca, membuat aku tau siapa aku
Menerobos jauh ke seberang, membuat aku tau siapa kamu
Keyakinan dan harapan selalu besar, meski kadang terbentur kenyataan
Maka biarlah alamiah, seperti hujan yang turun tanpa disuruh
Langganan:
Postingan (Atom)