Senin, 02 November 2015

Kegelisahan adalah sebuah substansi yang bisa destruktif namun bisa juga menjadi pematik. Semua tergantung bagaimana kita mengelolah kegelisahan tersebut. Saya katakan destruktif, sebab jika kegelisahan hanya terus diratapi, ditangisi, atau banalnya terus menerus dikutuk, tentu kegelisahan dapat membunuh mu secara perlahan-lahan. Sebaliknya, kegelisahan akan menjadi pematik kehidupan apabila kau rasa perlu untuk membunuhnya.

Saya pada awalnya membenci kegelisahan, saya ingin seumur hidup terbebas dari nya namun tak bisa. Lantas, saya selami kegelisahan tersebut. Semakin dalam-semakin dalam dan dalam saya menyelaminya. Hingga saya sadar berada pada titik paling dasar dari kegelisahan yang akut. Yang mana membuat nafas saya terengah, persis seperti ketika berada di dasar laut tanpa adanya asumpan oksigen sama sekali. Saya tak ingin mati dalam kondisi seperti ini. Saya harus kembali ke permukaan lalu menepi. Maka saya gerakan tubuh untuk berenang menuju tepian.

Pada akhirnya saya merasa bahwa kegelisahan adalah adiktif. Tanpa saya sadari saya senang ketika dalam kegelisahan (terhadap hal apapun), sebab jika saya tak gelisah maka saya merasa hidup ini menjadi tidak dinamis. Lalu saya perlu merasa gelisah terhadap kematian sementara amal-ibadah tidak cukup, gelisah bahwa uang di kantong semakin menipis sementara kebutuhan kian mendesak, gelisah apa nanti saya bisa mendapat pekerjaan yang layak, gelisah apakah saya bisa menjalani hidup dengan wanita yang tepat, gelisah apakah saya bisa terus bermanfaat untuk orang lain, dan sederet kegelisahan lainnya. Saya perlu itu semua, untuk mendorong otak berpikir kemudian membunuh setiap indikasi-indikasi kegelisahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar