Bagaimana caranya mengetahui kebenaran keindahan pegunungan ? Tidak cukup dilihat dari hasil jepretan lensa semata, apalagi berdasar cerita orang-orang. Untuk mengetahuinya maka kita harus pergi mendaki lalu menelusuri gunung itu sendiri. Yah, kita harus menjadi seorang pendaki. Dari situ maka akan diperoleh hasil yang valid dan objektif.
Disebuah malam yang dingin ketika itu, saya menjumpai seorang kawan lama, kita beri nama saja dia, Anto -tentu bukan nama sebenarnya. Anto adalah teman lama yang saya kenal beberapa tahun lalu, kita punya latar belakang akademis yang sama. Anto bukan tipe pria tampan, meski demikian pribadinya cukup tersohor di sekolah dulu. Hampir seluruh tingkat baik senior hingga junior, pasti mengenalnya. Sebab, Anto lumayan supel dan bisa masuk kemana saja. Apalagi dalam lingkaran kaum hawa.
Berkat kemudahannya dalam bergaul, Anto mempunyai teman yang lumayan banyak, khususnya wanita. Sejauh saya mengenalnya, ia hanya pernah sekali menjalin kasih dengan senior dan lumayan berjalan cukup lama meskipun akhirnya kandas. Beberapa kali ia dekat dengan beberapa wanita memang, namun tidak pernah berujung pacaran. Entah sebabnya apa.
Tubuhnya yang kekar, berkulit hitam, dan berperawakan kasar, membuatnya selalu dijuluki jagoan sekolah. Beberapa kali ia memang aktif dalam basis tawuran sekolah saya. Tak jarang para senior selalu menunjuknya untuk menagih uang palakan ke teman-teman seangkatan saya lainnya. Kedekatannya dengan senior pun, memberi dampak segannya teman-teman pada sosoknya. Anto bisa disebut macan sekolah.
Beberapa teman yang lain cukup segan dengannya, malah beberapa ada yang mencoba menghindarinya. Anto kadang jail, ia pernah jajan di koperasi sekolah dan menyuruh orang lain untuk membayar jajannya tersebut. Mungkin hal itu yang menjadi faktor, kenapa ia cukup menjadi alasan untuk di hindari oleh beberapa orang. Tapi untuk saya, dia termasuk pribadi yang cukup peduli dengan temannya. Ia pernah menolng saya keluar dari satu masalah yang sangat pelik, sebuah masalah yang apabila tidak selesai akan merubah hidup saya hingga saat ini. Sesuatu yang tidak saya khendaki terjadi, tapi berkat bantuannya, saya mampu terbebas dari masalah itu.
Tidak hanya pada saya, di luar semua stigma tentang dirinya, Anto selalu melindungi teman-teman yang memang ia khendaki untuk dibantu. Saya tidak tau persis, apa saja indikasinya. Namun yang jelas, di lain sisi, tidak sedikit teman-teman kaum hawa yang selalu menjadikan Anto sebagai lahan mencurahkan isi hati.
Anto memang sangat peduli dengan teman-teman perempuannya. Pernah satu waktu, dia bercerita habis mengantarkan bubur kepada salah satu teman wanitanya. Seorang teman wanita yang pernah ia taksir dan jelas-jelas menolak dirinya, namun ketika wanita itu dihadapi pada masalah, Anto tetap ikhlas membantu. Walaupun ia sadar tidak memiliki kemungkinan untuk mendapatkan hati wanita tersebut.
Tidak hanya itu, pada zaman sekolah dulu Anto cukup banyak memiliki teman wanita yang biasa disebut sebagai "adik-adikan" (sebuah istilah yang merujuk pada hubungan intim antar pria dan wanita namun tidak sedarah). Ia sangat peduli dengan adik-adikannya itu, menemani hangout ke mall, killing the time bareng, dan cuma jadi bahan curhat semata. Tapi ia selalu melakukan itu dengan ikhlas. Saya pikir, sikapnya yang demikian baik lah yang membuat ia selalu dicari orang lain.
Anto tinggal bersama neneknya yang sangat ia sayangi. Walaupun kadang, ia menyulap rumahnya menjadi sarang penyamun namun ia paling tidak suka apabila teman-temannya tidak menaruh hormat pada keluarganya. Hal yang kemudian, mau tidak mau harus dipatuhi oleh kita semua -sebagai temannya Anto.
Semenjak lulus, saya jarang sekali bertemu dengannya. Dalam satu kesempatan, saya menjumpainya dan kita saling bertukar cerita. Dia tidak melanjutkan kejenjang pendidikan: kuliah. Saya sedikit bercerita tentang kesibukan saya yang sedang dalam proses penyelesaian skripsi.
Anto saat ini sedang sibuk dengan usaha konter pulsa dan berbagai macam asesoris handphone lainnya. Dia mencoba berwirausaha, baguslah. Hal itu tidak terlalu menarik perhatian saya, bukan karna skala bisnisnya, tapi saya cukup menaruh hormat saja atas jerih payahnya menjalankan usaha. Yang justru menarik perhatian saya ialah aktivitas sampingannya.
Sudah beberapa tahun kebelakang ini, ia membuka fake account di twitter. Betapa kagetnya saya, ia tidak membuat akun untuk personal melainkan sebuah akun "lendir". Sebuah akun bermuatan pornografi yang menyiarkan foto-foto hot dari para wanita eksibisionis ataupun yang bisa BO (baca: booking). Ia mengaku hanya iseng dan untuk mengisi waktu luangnya saja, namun dari keisengannya tersebut, akun itu mampu menjaring 18rb followers. Saya terpengrangah mendengarnya.
Bagaimana tidak, Anto tidak pernah berlajar marketing digital bahkan sangat asing dengan hal itu. Namun langkah-langkahnya sudah mampu menyerupai akun Dagelan. Sejauh itu, saya kembali menaruh kagum padanya -bukan untuk akun namun pencapainnya mengumpulkan followers.
Kemudian, ia banyak bercerita mengenai pengalamannya menjadi admin akun pornografi tersebut. Dari berkenalan dengan wanita-wanita bispak, dikirimin foto hot gadis-gadis, sampai menipu lelaki hidung belang yang rela mengeluarkan uang hanya untuk mendapatkan foto/video wanita panas. Untuk yang terakhir itu, Anto biasanya menipu para lelaki tersebut dengan berpura-pura menjadi wanita.
Secara kasat mata, Anto masih seperti yang dulu: supel dan dikeliling banyak teman wanita. Namun kini kenalan wanitanya menjadi lebih beragam. Belum lama ia diminta tolong oleh seorang gadis untuk memasarkan dirinya kepada para lelaki hidung belang, yah itu wanita BO. Dari penuturan Anto, gadis tersebut sedang dirundung finasial, ia ingin membantu perekonomian keluarganya dan ingin berkuliah. Anto menawarkan gadis itu link kerja sebagai sales event, kebetulan juga ia mempunyai link yang cukup banyak untuk itu. Sayangnya ditolak oleh sang gadis, dengan pertimbangan penghasilannya yang tidak seberapa. Belum berhasil menjajakan gadis itu ke calon pembeli, syukurnya Anto sudah keburu hilang kontak.
Saya sendiri cukup tertarik dengan ceritanya seputar dunia "lendir" ini. Disatu sisi, saya mempunyai keinginan untuk membuat sebuah tulisan tentang bisnis tersebut. Betapa merasa beruntungnya saya bertemu Anto, tanpa pikir panjang saya langsung korek habis-habisan. Setidaknya untuk menjadi outline sementara.
Tidak mudah untuk bisa mendapatkan informasi secara lebih detail darinya. Namun saya tidak kehabisan akal, mulailah saya mengarang cerita berdasarkan informasi-informasi yang pernah saya dapat sebelumnya, dengan framing seolah-olah saya sendiri yang pernah mengalaminya. Untuk menegaskan bahwa saya dan dirinya memang satu pemikiran.
Upaya saya berbuah hasil, maka lebih leluasalah Anto bercerita. Malah saya sempat diperlihatkan sebuah video panas seorang gadis yang berhasil ia dapatkan hanya bermodalkan chatting. Poin plus buat Anto yang saya dapatkan: dia sangat lihai dalam bertutur kata.
Aktivitasnya dengan fake account Twitternya tersebut, memberikan kesimpulan pada saya bahwa masalah seks masih menjadi konsumsi yang menjanjikan. Tidak hanya itu, di satu sisi, hal ini mempelihatkan masalah sosial-ekonomi yang bertebaran di masyarakat kita. Betapa murahnya harga diri seorang wanita yang dihadapakan pada persoalan ekonomi, betapa leluasanya wanita itu mengumbar syahwat pria, dan betapa kaum pria masih menjadikan wanita sebagai objek seksual.
Entah kenapa saya sangat tertarik untuk mendalami kehidupan malam di Jakarta pada khususnya. Kota besar itu benar-benar menyimpan tabir yang misterius. Jika siang hari semua tampak seperti kerumunan industri yang diisi oleh para pekerja yang menyerupai robot bernyawa. Menjelang malam, semua berubah menjadi ladang surgawi yang menawarkan beragam kenikmatan dunia. Soal narkotika, seks, alkohol, dan pelbagai hal yang bertendensi menawarkan kebahagian sesaat, semua ada di Jakarta malam. Saya benar-benar ingin membuat satu tulisan soal ini semua.
Di satu sisi, hal-hal seperti yang saya sebutkan di atas. Tidak serta merta hadir begitu saja, kehidupan tersebut muncul dari sebab-akibat yang ada. Ini pasti ada hubungannya dengan kerasnya hidup di Jakarta, persoalan ekonomi meliputinya. Berdasarkan asumsi itulah, saya tertarik untuk menguaknya.
Namun dalam hati kecil, saya sangat takut. Saya takut malah terjerumus dan berujung kontra-produktif pada akhirnya. Karena seperti yang saya katakan pada awal pembuka tulisan ini, saya harus menjadi pendaki untuk mengetahui kebenaran keindahan pegunungan. Yah, saya harus memposisikan diri sebagai seorang Anto juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar