Semua hal dalam hidup ini akan mustahil terus berlalu tanpa sedikit perubahan. Semua hal, entah itu orang, lingkungan, prilaku, sifat, pola pikir, dsb, senantiasa berubah.
Saya mencermati bahwa selama kurang lebih belasan tahun ini, hidup tidaklah statis. Hidup terus bergerak dan lajunya kian dinamis. Sampai di titik ini, saya menyadari betul bahwa ada sekali banyak perubahan dalam hidup saya. Mulai dari tingkah laku, lingkungan pertemanan, hasrat dalam hobi, tutur kata, dsb.
Banyak yang datang lalu pergi.
Mungkin suatu saat saya akan seperti mereka-mereka. Diam diruang tengah, memandangi anak-anaknya berkeliaran kesana kemari, berbicara dengan satu orang dewasa yang sama dalam waktu yang lama. Sembari sesekali berkelakar tentang semua yang telah terjadi di hari ini dan kemarin-kemarin. Sesekali menerka kabar dari satu persatu kawan, yang mungkin hanya bisa berjeraring di sosial media tanpa sekali bersapa.
Jika waktu itu benar datang, artinya saya telah sampai pada fase sukses mengalienasi diri.
Sebab saya sadar semua ini hanya sementara. Tidak ada yang bisa dijadikan pegangan selamanya.
Saya lelah berkeluh kesah tentang rasa bosan. Kenapa tidak untuk menikmatinya saja. Saya akan membiarkan diri ini larut terbawa waktu. Sepi lalu sunyi, saya hanya mengkhendaki suara dari anak juga istri kelak juga alam semesta.
Rabu, 29 Juni 2016
Minggu, 26 Juni 2016
Saya tidak menyukai polisi secara intansi. Sebab tingkah laku mereka sebagai aparatur negara yang kadang menyebalkan. Semboyan 'Siap Melayani Rakyat' dalam beberapa kesempatan terdengar bias, malah tanpa arti. Polisi tak jarang justru bersebrangan dengan rakyat dan bahkan melakukan intimidasi. Lihat saja beberapa kasus agraria yang terjadi di tanah nusantara ini. Polisi malah menjadi pengayom korporat, boneka negara.
Tapi merayakan insiden babak belurnya Brigadir Hanafi di GBK kemarin, tentu adalah perbuatan yang nir-logika dan nurani. Saya tau betul bagaimana bencinya kaum pesepakbola/pendukung klub sepak bola pada polisi. Namun saya tidak habis pikir, bagaimana perasaan keluarga Hanafi mendapati anggota keluarga tertimbah musibah seperti itu. Penuh darah. Kabarnya mata kirinya pecah dan terguyur air keras pula.
Secara instansi keberadaan polisi memang menyebalkan, bikin keki. Namun secara individual, sangatlah relatif. Hanafi mungkin saja adalah polisi yang baik, dalam arti dia ingin menjadi polisi disebabkan ingin berkontribusi meminimalisir kejahatan yang ada di tanah airnya dan juga sebagai pendaringan hidup diri serta sanak familinya. Bisa saja seperti itu. Walaupun di satu sisi, tak sedikit memang individu kepolisian yang asshole secara personal: tukang pungli, jual beli narkotika hasil barang bukti, secara terang-terangan membekingi pihak pemodal, dsb.
Yah, Hanafi hanyalah korban dari seragam yang dikenakannya, ia hanya menjalankan tugas sebagai mana mestinya. Karma salah sasaran dari perbuatan teman-temannya yang benar korup. Sehingga orang lain memandang sama pada sosoknya dan layak dimusuhi.
Saya hanya berasumsi soal kepribadian Hanafi, entah kebenarannya seperti apa.
Namun membalas kekerasan dengan kekerasan adalah sebuah hal yang konyol. Mau sampai kapan terus berjatuhan korban, darah, dan air mata.
Tapi merayakan insiden babak belurnya Brigadir Hanafi di GBK kemarin, tentu adalah perbuatan yang nir-logika dan nurani. Saya tau betul bagaimana bencinya kaum pesepakbola/pendukung klub sepak bola pada polisi. Namun saya tidak habis pikir, bagaimana perasaan keluarga Hanafi mendapati anggota keluarga tertimbah musibah seperti itu. Penuh darah. Kabarnya mata kirinya pecah dan terguyur air keras pula.
Secara instansi keberadaan polisi memang menyebalkan, bikin keki. Namun secara individual, sangatlah relatif. Hanafi mungkin saja adalah polisi yang baik, dalam arti dia ingin menjadi polisi disebabkan ingin berkontribusi meminimalisir kejahatan yang ada di tanah airnya dan juga sebagai pendaringan hidup diri serta sanak familinya. Bisa saja seperti itu. Walaupun di satu sisi, tak sedikit memang individu kepolisian yang asshole secara personal: tukang pungli, jual beli narkotika hasil barang bukti, secara terang-terangan membekingi pihak pemodal, dsb.
Yah, Hanafi hanyalah korban dari seragam yang dikenakannya, ia hanya menjalankan tugas sebagai mana mestinya. Karma salah sasaran dari perbuatan teman-temannya yang benar korup. Sehingga orang lain memandang sama pada sosoknya dan layak dimusuhi.
Saya hanya berasumsi soal kepribadian Hanafi, entah kebenarannya seperti apa.
Namun membalas kekerasan dengan kekerasan adalah sebuah hal yang konyol. Mau sampai kapan terus berjatuhan korban, darah, dan air mata.
Sabtu, 25 Juni 2016
Sepanjang jalan ia terus menunduk, wajahnya lesuh sekali. Kantung matanya mengembung dan terbentuklah sebuah lingkarang hitam di matanya. Sedari tadi kami hanya berdiam diri, saya sesekali mencari kesibukan sendiri dengan memperhatikan sekitar dan bermain air liur yang dibikin gelembung. Namun ia diam, sediam-diamnya.
Cuaca sedang tepat sekali untuk menggunakan mantel tebal berbahan polar. Saya mengajaknya untuk rehat sejenak dipelataran toko sepatu tua milik Nyonya Rusdi yang sudah berdiri sejak 50 tahun lalu di jantung kota ini. "Beli kopi panas sepertinya nikmat," saran saya.
Dia memalingkan wajah ke arah saya, "Kau saja."
Saya beranjak ke arah kedai kopi di sebrang jalan dan tidak mendapatkan apapun sebab mesin grinder sedang rusak. Bukan masalah besar, saya masih bisa pergi ke toko klentong di sampingnya dan membeli dua kaleng bir, jaga-jaga siapa tau dia tertarik.
Dia menatap kosong ke arah jalan, seakan tidak peduli dengan orang yang halu lalang. Seperti sedang menunggu malaikat pencabut nyawa datang lalu menyapa dirinya.
"Mau bir ?" saya menawarkannya. Dia hanya mengangguk. Yasudah, saya buka kaleng bir pertama dan menyimpan kaleng bir ke dua dalam ransel.
Terlihat aneh dua orang lelaki, duduk bersebelahan namun tanpa berinteraksi satu sama lain. Entah apa yang ada dibenak para pejalan kaki yang melihat ke arah kami. Mungkin mereka menganggap kami adalah duo yang terpisah dari gerombolan Pulse Nightclub. Tapi persetan anggapan orang lain tentang kami.
Dia sedang melewati fase paling kontemplatif sepanjang hidupnya. Beberapa minggu yang lalu, kakak perempuannya menelfon bahwa sedang membutuhkan uang tunai yang lumayan banyak untuk operasi kanker payudara adik mereka. Sementara ayah mereka sudah lama pensiun dan uang pensiunan hanya cukup bertahan hidup selama sebulan, itu pun dengan serba terbatas. Sementara dia adalah pengangguran yang tinggal puluhan mil dari kediaman orang tua dan juga sanak familinya. Satu-satunya aset berharga yang ia miliki hanyalah kamera dslr yang ia boleh dapatkan dari hasil menjuarai lomba lari sewaktu perayaan kemerdekaan tahun lalu.
Kemarin ia mengatakan pada saya, ingin menjual kamera tersebut. Walaupun apabila dijual harganya belum bisa membayar biaya operasi adiknya secara full. Pun apabila ia menjadi menjualnya, otomatis ia akan kehilangan sumber pendapatannya. Sebab dengan kamera tersebut, ia beberapa kali mendapatkan pekerjaan memotret warga kampung yang ingin memiliki foto untuk kartu identitas pribadi ataupun kartu keluarga.
"Belum tidur sejak kapan ?" tanya saya.
"Entahlah. Saya lupa." jawabnya.
Membludaknya pikiran dalam lingkar kepalanya yang tidak terlalu besar itu, membuat dirinya kesulitan untuk tidur. Sepertinya pun, bobot tubuhnya mulai menurun. Jika kondisinya seperti ini terus, ia akan mudah dituduh sebagai pemadat kambuhan.
"Pulanglah. Rendam diri mu dalam air hangat hingga relax. Siapa tau mampu mengundang kantuk," saya mencoba memberi saran padanya.
"Aku benar-benar takut," celetuknya. "Takut kehilangan adik ku."
Saya tak bisa berkata-kata apapun. Ingin mengeluarkan kalimat penyemangat, terkesan penuh basa-basi, dan dia pun tidak terlalu suka apabila saya melakukan hal itu pasti. Saya hanya berdiam, namun seraya memperhatikan mimik wajahnya yang kian cemas.
Dering handphone berbunyi dari saku celananya, sekilas tertera panggilan dari Elline. Dalam beberapa detik ia menjawab telfon tersebut.
"Sekarang aku merasakan ketakutan yang lain," ujarnya sembari memasukan handphone ke dalam saku celana. Seperti sebelumnya, saya hanya diam dan terus memperhatikannya dengan seksama.
"Aku takut. Takut kehilangan Elline," ujarnya.
Saya hanya menelan ludah.
Cuaca sedang tepat sekali untuk menggunakan mantel tebal berbahan polar. Saya mengajaknya untuk rehat sejenak dipelataran toko sepatu tua milik Nyonya Rusdi yang sudah berdiri sejak 50 tahun lalu di jantung kota ini. "Beli kopi panas sepertinya nikmat," saran saya.
Dia memalingkan wajah ke arah saya, "Kau saja."
Saya beranjak ke arah kedai kopi di sebrang jalan dan tidak mendapatkan apapun sebab mesin grinder sedang rusak. Bukan masalah besar, saya masih bisa pergi ke toko klentong di sampingnya dan membeli dua kaleng bir, jaga-jaga siapa tau dia tertarik.
Dia menatap kosong ke arah jalan, seakan tidak peduli dengan orang yang halu lalang. Seperti sedang menunggu malaikat pencabut nyawa datang lalu menyapa dirinya.
"Mau bir ?" saya menawarkannya. Dia hanya mengangguk. Yasudah, saya buka kaleng bir pertama dan menyimpan kaleng bir ke dua dalam ransel.
Terlihat aneh dua orang lelaki, duduk bersebelahan namun tanpa berinteraksi satu sama lain. Entah apa yang ada dibenak para pejalan kaki yang melihat ke arah kami. Mungkin mereka menganggap kami adalah duo yang terpisah dari gerombolan Pulse Nightclub. Tapi persetan anggapan orang lain tentang kami.
Dia sedang melewati fase paling kontemplatif sepanjang hidupnya. Beberapa minggu yang lalu, kakak perempuannya menelfon bahwa sedang membutuhkan uang tunai yang lumayan banyak untuk operasi kanker payudara adik mereka. Sementara ayah mereka sudah lama pensiun dan uang pensiunan hanya cukup bertahan hidup selama sebulan, itu pun dengan serba terbatas. Sementara dia adalah pengangguran yang tinggal puluhan mil dari kediaman orang tua dan juga sanak familinya. Satu-satunya aset berharga yang ia miliki hanyalah kamera dslr yang ia boleh dapatkan dari hasil menjuarai lomba lari sewaktu perayaan kemerdekaan tahun lalu.
Kemarin ia mengatakan pada saya, ingin menjual kamera tersebut. Walaupun apabila dijual harganya belum bisa membayar biaya operasi adiknya secara full. Pun apabila ia menjadi menjualnya, otomatis ia akan kehilangan sumber pendapatannya. Sebab dengan kamera tersebut, ia beberapa kali mendapatkan pekerjaan memotret warga kampung yang ingin memiliki foto untuk kartu identitas pribadi ataupun kartu keluarga.
"Belum tidur sejak kapan ?" tanya saya.
"Entahlah. Saya lupa." jawabnya.
Membludaknya pikiran dalam lingkar kepalanya yang tidak terlalu besar itu, membuat dirinya kesulitan untuk tidur. Sepertinya pun, bobot tubuhnya mulai menurun. Jika kondisinya seperti ini terus, ia akan mudah dituduh sebagai pemadat kambuhan.
"Pulanglah. Rendam diri mu dalam air hangat hingga relax. Siapa tau mampu mengundang kantuk," saya mencoba memberi saran padanya.
"Aku benar-benar takut," celetuknya. "Takut kehilangan adik ku."
Saya tak bisa berkata-kata apapun. Ingin mengeluarkan kalimat penyemangat, terkesan penuh basa-basi, dan dia pun tidak terlalu suka apabila saya melakukan hal itu pasti. Saya hanya berdiam, namun seraya memperhatikan mimik wajahnya yang kian cemas.
Dering handphone berbunyi dari saku celananya, sekilas tertera panggilan dari Elline. Dalam beberapa detik ia menjawab telfon tersebut.
"Sekarang aku merasakan ketakutan yang lain," ujarnya sembari memasukan handphone ke dalam saku celana. Seperti sebelumnya, saya hanya diam dan terus memperhatikannya dengan seksama.
"Aku takut. Takut kehilangan Elline," ujarnya.
Saya hanya menelan ludah.
Rabu, 22 Juni 2016
Bagaimana caranya mengetahui kebenaran keindahan pegunungan ? Tidak cukup dilihat dari hasil jepretan lensa semata, apalagi berdasar cerita orang-orang. Untuk mengetahuinya maka kita harus pergi mendaki lalu menelusuri gunung itu sendiri. Yah, kita harus menjadi seorang pendaki. Dari situ maka akan diperoleh hasil yang valid dan objektif.
Disebuah malam yang dingin ketika itu, saya menjumpai seorang kawan lama, kita beri nama saja dia, Anto -tentu bukan nama sebenarnya. Anto adalah teman lama yang saya kenal beberapa tahun lalu, kita punya latar belakang akademis yang sama. Anto bukan tipe pria tampan, meski demikian pribadinya cukup tersohor di sekolah dulu. Hampir seluruh tingkat baik senior hingga junior, pasti mengenalnya. Sebab, Anto lumayan supel dan bisa masuk kemana saja. Apalagi dalam lingkaran kaum hawa.
Berkat kemudahannya dalam bergaul, Anto mempunyai teman yang lumayan banyak, khususnya wanita. Sejauh saya mengenalnya, ia hanya pernah sekali menjalin kasih dengan senior dan lumayan berjalan cukup lama meskipun akhirnya kandas. Beberapa kali ia dekat dengan beberapa wanita memang, namun tidak pernah berujung pacaran. Entah sebabnya apa.
Tubuhnya yang kekar, berkulit hitam, dan berperawakan kasar, membuatnya selalu dijuluki jagoan sekolah. Beberapa kali ia memang aktif dalam basis tawuran sekolah saya. Tak jarang para senior selalu menunjuknya untuk menagih uang palakan ke teman-teman seangkatan saya lainnya. Kedekatannya dengan senior pun, memberi dampak segannya teman-teman pada sosoknya. Anto bisa disebut macan sekolah.
Beberapa teman yang lain cukup segan dengannya, malah beberapa ada yang mencoba menghindarinya. Anto kadang jail, ia pernah jajan di koperasi sekolah dan menyuruh orang lain untuk membayar jajannya tersebut. Mungkin hal itu yang menjadi faktor, kenapa ia cukup menjadi alasan untuk di hindari oleh beberapa orang. Tapi untuk saya, dia termasuk pribadi yang cukup peduli dengan temannya. Ia pernah menolng saya keluar dari satu masalah yang sangat pelik, sebuah masalah yang apabila tidak selesai akan merubah hidup saya hingga saat ini. Sesuatu yang tidak saya khendaki terjadi, tapi berkat bantuannya, saya mampu terbebas dari masalah itu.
Tidak hanya pada saya, di luar semua stigma tentang dirinya, Anto selalu melindungi teman-teman yang memang ia khendaki untuk dibantu. Saya tidak tau persis, apa saja indikasinya. Namun yang jelas, di lain sisi, tidak sedikit teman-teman kaum hawa yang selalu menjadikan Anto sebagai lahan mencurahkan isi hati.
Anto memang sangat peduli dengan teman-teman perempuannya. Pernah satu waktu, dia bercerita habis mengantarkan bubur kepada salah satu teman wanitanya. Seorang teman wanita yang pernah ia taksir dan jelas-jelas menolak dirinya, namun ketika wanita itu dihadapi pada masalah, Anto tetap ikhlas membantu. Walaupun ia sadar tidak memiliki kemungkinan untuk mendapatkan hati wanita tersebut.
Tidak hanya itu, pada zaman sekolah dulu Anto cukup banyak memiliki teman wanita yang biasa disebut sebagai "adik-adikan" (sebuah istilah yang merujuk pada hubungan intim antar pria dan wanita namun tidak sedarah). Ia sangat peduli dengan adik-adikannya itu, menemani hangout ke mall, killing the time bareng, dan cuma jadi bahan curhat semata. Tapi ia selalu melakukan itu dengan ikhlas. Saya pikir, sikapnya yang demikian baik lah yang membuat ia selalu dicari orang lain.
Anto tinggal bersama neneknya yang sangat ia sayangi. Walaupun kadang, ia menyulap rumahnya menjadi sarang penyamun namun ia paling tidak suka apabila teman-temannya tidak menaruh hormat pada keluarganya. Hal yang kemudian, mau tidak mau harus dipatuhi oleh kita semua -sebagai temannya Anto.
Semenjak lulus, saya jarang sekali bertemu dengannya. Dalam satu kesempatan, saya menjumpainya dan kita saling bertukar cerita. Dia tidak melanjutkan kejenjang pendidikan: kuliah. Saya sedikit bercerita tentang kesibukan saya yang sedang dalam proses penyelesaian skripsi.
Anto saat ini sedang sibuk dengan usaha konter pulsa dan berbagai macam asesoris handphone lainnya. Dia mencoba berwirausaha, baguslah. Hal itu tidak terlalu menarik perhatian saya, bukan karna skala bisnisnya, tapi saya cukup menaruh hormat saja atas jerih payahnya menjalankan usaha. Yang justru menarik perhatian saya ialah aktivitas sampingannya.
Sudah beberapa tahun kebelakang ini, ia membuka fake account di twitter. Betapa kagetnya saya, ia tidak membuat akun untuk personal melainkan sebuah akun "lendir". Sebuah akun bermuatan pornografi yang menyiarkan foto-foto hot dari para wanita eksibisionis ataupun yang bisa BO (baca: booking). Ia mengaku hanya iseng dan untuk mengisi waktu luangnya saja, namun dari keisengannya tersebut, akun itu mampu menjaring 18rb followers. Saya terpengrangah mendengarnya.
Bagaimana tidak, Anto tidak pernah berlajar marketing digital bahkan sangat asing dengan hal itu. Namun langkah-langkahnya sudah mampu menyerupai akun Dagelan. Sejauh itu, saya kembali menaruh kagum padanya -bukan untuk akun namun pencapainnya mengumpulkan followers.
Kemudian, ia banyak bercerita mengenai pengalamannya menjadi admin akun pornografi tersebut. Dari berkenalan dengan wanita-wanita bispak, dikirimin foto hot gadis-gadis, sampai menipu lelaki hidung belang yang rela mengeluarkan uang hanya untuk mendapatkan foto/video wanita panas. Untuk yang terakhir itu, Anto biasanya menipu para lelaki tersebut dengan berpura-pura menjadi wanita.
Secara kasat mata, Anto masih seperti yang dulu: supel dan dikeliling banyak teman wanita. Namun kini kenalan wanitanya menjadi lebih beragam. Belum lama ia diminta tolong oleh seorang gadis untuk memasarkan dirinya kepada para lelaki hidung belang, yah itu wanita BO. Dari penuturan Anto, gadis tersebut sedang dirundung finasial, ia ingin membantu perekonomian keluarganya dan ingin berkuliah. Anto menawarkan gadis itu link kerja sebagai sales event, kebetulan juga ia mempunyai link yang cukup banyak untuk itu. Sayangnya ditolak oleh sang gadis, dengan pertimbangan penghasilannya yang tidak seberapa. Belum berhasil menjajakan gadis itu ke calon pembeli, syukurnya Anto sudah keburu hilang kontak.
Saya sendiri cukup tertarik dengan ceritanya seputar dunia "lendir" ini. Disatu sisi, saya mempunyai keinginan untuk membuat sebuah tulisan tentang bisnis tersebut. Betapa merasa beruntungnya saya bertemu Anto, tanpa pikir panjang saya langsung korek habis-habisan. Setidaknya untuk menjadi outline sementara.
Tidak mudah untuk bisa mendapatkan informasi secara lebih detail darinya. Namun saya tidak kehabisan akal, mulailah saya mengarang cerita berdasarkan informasi-informasi yang pernah saya dapat sebelumnya, dengan framing seolah-olah saya sendiri yang pernah mengalaminya. Untuk menegaskan bahwa saya dan dirinya memang satu pemikiran.
Upaya saya berbuah hasil, maka lebih leluasalah Anto bercerita. Malah saya sempat diperlihatkan sebuah video panas seorang gadis yang berhasil ia dapatkan hanya bermodalkan chatting. Poin plus buat Anto yang saya dapatkan: dia sangat lihai dalam bertutur kata.
Aktivitasnya dengan fake account Twitternya tersebut, memberikan kesimpulan pada saya bahwa masalah seks masih menjadi konsumsi yang menjanjikan. Tidak hanya itu, di satu sisi, hal ini mempelihatkan masalah sosial-ekonomi yang bertebaran di masyarakat kita. Betapa murahnya harga diri seorang wanita yang dihadapakan pada persoalan ekonomi, betapa leluasanya wanita itu mengumbar syahwat pria, dan betapa kaum pria masih menjadikan wanita sebagai objek seksual.
Entah kenapa saya sangat tertarik untuk mendalami kehidupan malam di Jakarta pada khususnya. Kota besar itu benar-benar menyimpan tabir yang misterius. Jika siang hari semua tampak seperti kerumunan industri yang diisi oleh para pekerja yang menyerupai robot bernyawa. Menjelang malam, semua berubah menjadi ladang surgawi yang menawarkan beragam kenikmatan dunia. Soal narkotika, seks, alkohol, dan pelbagai hal yang bertendensi menawarkan kebahagian sesaat, semua ada di Jakarta malam. Saya benar-benar ingin membuat satu tulisan soal ini semua.
Di satu sisi, hal-hal seperti yang saya sebutkan di atas. Tidak serta merta hadir begitu saja, kehidupan tersebut muncul dari sebab-akibat yang ada. Ini pasti ada hubungannya dengan kerasnya hidup di Jakarta, persoalan ekonomi meliputinya. Berdasarkan asumsi itulah, saya tertarik untuk menguaknya.
Namun dalam hati kecil, saya sangat takut. Saya takut malah terjerumus dan berujung kontra-produktif pada akhirnya. Karena seperti yang saya katakan pada awal pembuka tulisan ini, saya harus menjadi pendaki untuk mengetahui kebenaran keindahan pegunungan. Yah, saya harus memposisikan diri sebagai seorang Anto juga.
Disebuah malam yang dingin ketika itu, saya menjumpai seorang kawan lama, kita beri nama saja dia, Anto -tentu bukan nama sebenarnya. Anto adalah teman lama yang saya kenal beberapa tahun lalu, kita punya latar belakang akademis yang sama. Anto bukan tipe pria tampan, meski demikian pribadinya cukup tersohor di sekolah dulu. Hampir seluruh tingkat baik senior hingga junior, pasti mengenalnya. Sebab, Anto lumayan supel dan bisa masuk kemana saja. Apalagi dalam lingkaran kaum hawa.
Berkat kemudahannya dalam bergaul, Anto mempunyai teman yang lumayan banyak, khususnya wanita. Sejauh saya mengenalnya, ia hanya pernah sekali menjalin kasih dengan senior dan lumayan berjalan cukup lama meskipun akhirnya kandas. Beberapa kali ia dekat dengan beberapa wanita memang, namun tidak pernah berujung pacaran. Entah sebabnya apa.
Tubuhnya yang kekar, berkulit hitam, dan berperawakan kasar, membuatnya selalu dijuluki jagoan sekolah. Beberapa kali ia memang aktif dalam basis tawuran sekolah saya. Tak jarang para senior selalu menunjuknya untuk menagih uang palakan ke teman-teman seangkatan saya lainnya. Kedekatannya dengan senior pun, memberi dampak segannya teman-teman pada sosoknya. Anto bisa disebut macan sekolah.
Beberapa teman yang lain cukup segan dengannya, malah beberapa ada yang mencoba menghindarinya. Anto kadang jail, ia pernah jajan di koperasi sekolah dan menyuruh orang lain untuk membayar jajannya tersebut. Mungkin hal itu yang menjadi faktor, kenapa ia cukup menjadi alasan untuk di hindari oleh beberapa orang. Tapi untuk saya, dia termasuk pribadi yang cukup peduli dengan temannya. Ia pernah menolng saya keluar dari satu masalah yang sangat pelik, sebuah masalah yang apabila tidak selesai akan merubah hidup saya hingga saat ini. Sesuatu yang tidak saya khendaki terjadi, tapi berkat bantuannya, saya mampu terbebas dari masalah itu.
Tidak hanya pada saya, di luar semua stigma tentang dirinya, Anto selalu melindungi teman-teman yang memang ia khendaki untuk dibantu. Saya tidak tau persis, apa saja indikasinya. Namun yang jelas, di lain sisi, tidak sedikit teman-teman kaum hawa yang selalu menjadikan Anto sebagai lahan mencurahkan isi hati.
Anto memang sangat peduli dengan teman-teman perempuannya. Pernah satu waktu, dia bercerita habis mengantarkan bubur kepada salah satu teman wanitanya. Seorang teman wanita yang pernah ia taksir dan jelas-jelas menolak dirinya, namun ketika wanita itu dihadapi pada masalah, Anto tetap ikhlas membantu. Walaupun ia sadar tidak memiliki kemungkinan untuk mendapatkan hati wanita tersebut.
Tidak hanya itu, pada zaman sekolah dulu Anto cukup banyak memiliki teman wanita yang biasa disebut sebagai "adik-adikan" (sebuah istilah yang merujuk pada hubungan intim antar pria dan wanita namun tidak sedarah). Ia sangat peduli dengan adik-adikannya itu, menemani hangout ke mall, killing the time bareng, dan cuma jadi bahan curhat semata. Tapi ia selalu melakukan itu dengan ikhlas. Saya pikir, sikapnya yang demikian baik lah yang membuat ia selalu dicari orang lain.
Anto tinggal bersama neneknya yang sangat ia sayangi. Walaupun kadang, ia menyulap rumahnya menjadi sarang penyamun namun ia paling tidak suka apabila teman-temannya tidak menaruh hormat pada keluarganya. Hal yang kemudian, mau tidak mau harus dipatuhi oleh kita semua -sebagai temannya Anto.
Semenjak lulus, saya jarang sekali bertemu dengannya. Dalam satu kesempatan, saya menjumpainya dan kita saling bertukar cerita. Dia tidak melanjutkan kejenjang pendidikan: kuliah. Saya sedikit bercerita tentang kesibukan saya yang sedang dalam proses penyelesaian skripsi.
Anto saat ini sedang sibuk dengan usaha konter pulsa dan berbagai macam asesoris handphone lainnya. Dia mencoba berwirausaha, baguslah. Hal itu tidak terlalu menarik perhatian saya, bukan karna skala bisnisnya, tapi saya cukup menaruh hormat saja atas jerih payahnya menjalankan usaha. Yang justru menarik perhatian saya ialah aktivitas sampingannya.
Sudah beberapa tahun kebelakang ini, ia membuka fake account di twitter. Betapa kagetnya saya, ia tidak membuat akun untuk personal melainkan sebuah akun "lendir". Sebuah akun bermuatan pornografi yang menyiarkan foto-foto hot dari para wanita eksibisionis ataupun yang bisa BO (baca: booking). Ia mengaku hanya iseng dan untuk mengisi waktu luangnya saja, namun dari keisengannya tersebut, akun itu mampu menjaring 18rb followers. Saya terpengrangah mendengarnya.
Bagaimana tidak, Anto tidak pernah berlajar marketing digital bahkan sangat asing dengan hal itu. Namun langkah-langkahnya sudah mampu menyerupai akun Dagelan. Sejauh itu, saya kembali menaruh kagum padanya -bukan untuk akun namun pencapainnya mengumpulkan followers.
Kemudian, ia banyak bercerita mengenai pengalamannya menjadi admin akun pornografi tersebut. Dari berkenalan dengan wanita-wanita bispak, dikirimin foto hot gadis-gadis, sampai menipu lelaki hidung belang yang rela mengeluarkan uang hanya untuk mendapatkan foto/video wanita panas. Untuk yang terakhir itu, Anto biasanya menipu para lelaki tersebut dengan berpura-pura menjadi wanita.
Secara kasat mata, Anto masih seperti yang dulu: supel dan dikeliling banyak teman wanita. Namun kini kenalan wanitanya menjadi lebih beragam. Belum lama ia diminta tolong oleh seorang gadis untuk memasarkan dirinya kepada para lelaki hidung belang, yah itu wanita BO. Dari penuturan Anto, gadis tersebut sedang dirundung finasial, ia ingin membantu perekonomian keluarganya dan ingin berkuliah. Anto menawarkan gadis itu link kerja sebagai sales event, kebetulan juga ia mempunyai link yang cukup banyak untuk itu. Sayangnya ditolak oleh sang gadis, dengan pertimbangan penghasilannya yang tidak seberapa. Belum berhasil menjajakan gadis itu ke calon pembeli, syukurnya Anto sudah keburu hilang kontak.
Saya sendiri cukup tertarik dengan ceritanya seputar dunia "lendir" ini. Disatu sisi, saya mempunyai keinginan untuk membuat sebuah tulisan tentang bisnis tersebut. Betapa merasa beruntungnya saya bertemu Anto, tanpa pikir panjang saya langsung korek habis-habisan. Setidaknya untuk menjadi outline sementara.
Tidak mudah untuk bisa mendapatkan informasi secara lebih detail darinya. Namun saya tidak kehabisan akal, mulailah saya mengarang cerita berdasarkan informasi-informasi yang pernah saya dapat sebelumnya, dengan framing seolah-olah saya sendiri yang pernah mengalaminya. Untuk menegaskan bahwa saya dan dirinya memang satu pemikiran.
Upaya saya berbuah hasil, maka lebih leluasalah Anto bercerita. Malah saya sempat diperlihatkan sebuah video panas seorang gadis yang berhasil ia dapatkan hanya bermodalkan chatting. Poin plus buat Anto yang saya dapatkan: dia sangat lihai dalam bertutur kata.
Aktivitasnya dengan fake account Twitternya tersebut, memberikan kesimpulan pada saya bahwa masalah seks masih menjadi konsumsi yang menjanjikan. Tidak hanya itu, di satu sisi, hal ini mempelihatkan masalah sosial-ekonomi yang bertebaran di masyarakat kita. Betapa murahnya harga diri seorang wanita yang dihadapakan pada persoalan ekonomi, betapa leluasanya wanita itu mengumbar syahwat pria, dan betapa kaum pria masih menjadikan wanita sebagai objek seksual.
Entah kenapa saya sangat tertarik untuk mendalami kehidupan malam di Jakarta pada khususnya. Kota besar itu benar-benar menyimpan tabir yang misterius. Jika siang hari semua tampak seperti kerumunan industri yang diisi oleh para pekerja yang menyerupai robot bernyawa. Menjelang malam, semua berubah menjadi ladang surgawi yang menawarkan beragam kenikmatan dunia. Soal narkotika, seks, alkohol, dan pelbagai hal yang bertendensi menawarkan kebahagian sesaat, semua ada di Jakarta malam. Saya benar-benar ingin membuat satu tulisan soal ini semua.
Di satu sisi, hal-hal seperti yang saya sebutkan di atas. Tidak serta merta hadir begitu saja, kehidupan tersebut muncul dari sebab-akibat yang ada. Ini pasti ada hubungannya dengan kerasnya hidup di Jakarta, persoalan ekonomi meliputinya. Berdasarkan asumsi itulah, saya tertarik untuk menguaknya.
Namun dalam hati kecil, saya sangat takut. Saya takut malah terjerumus dan berujung kontra-produktif pada akhirnya. Karena seperti yang saya katakan pada awal pembuka tulisan ini, saya harus menjadi pendaki untuk mengetahui kebenaran keindahan pegunungan. Yah, saya harus memposisikan diri sebagai seorang Anto juga.
Senin, 20 Juni 2016
Catatan #SIMON pt. 1
Aku kadang terheran-heran dengan mereka, bagaimana bisa membenci diri ku tanpa pernah sekalipun menghabiskan malam berdua bersama ku. Mereka seolah-olah paling tau siapa aku, hanya bermodal stalking sosial media ku dan membaca apa yang aku muntahkan di laman digital itu. Bisa-bisanya mereka menjustifikasi diri ku. Mereka adalah kumpulan orang yang seakan paling tau diri ku melebihi diri ku sendiri.
Perkataan ibu selalu membayangi benak ku, "Diam saja berresiko. Bagaimana kamu bergerak, mon ?" Ibu benar.
Semakin hari, semakin aku merasa bahwa tidak ada satu orang pun yang bisa aku percayai. Semua orang bisa saling bergantian menjadi musuh-teman dalam waktunya yang berbeda. Seperti sahabat ku, Darto, ah aku sungguh malas menyebutnya sahabat setelah apa yang ia lakukan pada ku minggu lalu. Aku kaget dengan tingkah laku serta ucapannya ketika itu, Darto membunuh karakter ku perlahan. Padahal ia adalah orang yang paling aku percaya dalam segala hal bahkan urusan paling pribadi sekalipun. Ada juga si Noel, aku tidak pernah suka dengannya, sebab selalu merasa paling hebat dalam segala hal. Tetapi kemarin ia datang menemui ku, lalu tak seperti biasanya, ia memberikan space bicara yang lebih banyak untuk ku bahkan ia memberikan solusi. Ia tak lantas menghujat ku seperti biasanya.
Hidup ini memang dinamis nan lentur, semua hal bisa berubah tanpa terlebih dulu berkompromi dengan setiap makhluknya. Lihat saja dua orang yang aku ceritakan di atas.
Ada satu perkataan ibu yang selalu aku pegang, "Jangan pernah menggantungkan hidup pada orang lain. Sebab manusia adalah makhluk paling lemah. Jika kau menggantungkan hidup mu pada salah satu dari mereka, dan ketika mereka mulai goyah maka kau akan jatuh bersamanya." Sekali lagi ibu benar. Sejak mendengar ucapan ibu, aku selalu merasa bahwa memang sepatutnya aku bersandar pada diri sendiri.
Oh yah, aku sangat berterima kasih sekali pada Alfian sebab ia telah memberi ruang untuk ku berkeluh kesah seperti ini dalam blognya. Aku malas sekali membuat blog sendiri, bukan apa-apa, aku tak punya uang untuk membeli laptop dan kuota. Untuk online saja masih dengan handphone keluaran paling baheula dan mengandalkan koneksi dari wifi pemerintah.
Perkataan ibu selalu membayangi benak ku, "Diam saja berresiko. Bagaimana kamu bergerak, mon ?" Ibu benar.
Semakin hari, semakin aku merasa bahwa tidak ada satu orang pun yang bisa aku percayai. Semua orang bisa saling bergantian menjadi musuh-teman dalam waktunya yang berbeda. Seperti sahabat ku, Darto, ah aku sungguh malas menyebutnya sahabat setelah apa yang ia lakukan pada ku minggu lalu. Aku kaget dengan tingkah laku serta ucapannya ketika itu, Darto membunuh karakter ku perlahan. Padahal ia adalah orang yang paling aku percaya dalam segala hal bahkan urusan paling pribadi sekalipun. Ada juga si Noel, aku tidak pernah suka dengannya, sebab selalu merasa paling hebat dalam segala hal. Tetapi kemarin ia datang menemui ku, lalu tak seperti biasanya, ia memberikan space bicara yang lebih banyak untuk ku bahkan ia memberikan solusi. Ia tak lantas menghujat ku seperti biasanya.
Hidup ini memang dinamis nan lentur, semua hal bisa berubah tanpa terlebih dulu berkompromi dengan setiap makhluknya. Lihat saja dua orang yang aku ceritakan di atas.
Ada satu perkataan ibu yang selalu aku pegang, "Jangan pernah menggantungkan hidup pada orang lain. Sebab manusia adalah makhluk paling lemah. Jika kau menggantungkan hidup mu pada salah satu dari mereka, dan ketika mereka mulai goyah maka kau akan jatuh bersamanya." Sekali lagi ibu benar. Sejak mendengar ucapan ibu, aku selalu merasa bahwa memang sepatutnya aku bersandar pada diri sendiri.
Oh yah, aku sangat berterima kasih sekali pada Alfian sebab ia telah memberi ruang untuk ku berkeluh kesah seperti ini dalam blognya. Aku malas sekali membuat blog sendiri, bukan apa-apa, aku tak punya uang untuk membeli laptop dan kuota. Untuk online saja masih dengan handphone keluaran paling baheula dan mengandalkan koneksi dari wifi pemerintah.
Apa-apaan ini hidup
Satu langkah ke depan ribuan gunjingan
Apa-apaan ini hidup
Satu langkah ke belakang ribuang hinaan
Apa-apaan ini hidup
Tidak beranjak cenderung diinjak
Apa-apaan ini hidup
Nampak seindah taman
Menawarkan kesejukan
Siapa terlena siapa tergoda, awas perangkap
Semua fana, banyak tipu daya
Waspada-waspada, awas itu bukan cahaya
Buka mata lebar dan sedikit bersabar
Lihat yang jelas, itu marabahaya
Apa-apaan ini hidup
Tempat penuh jiwa durhaka
Tempatnya kumpulan peluh kesah
Sisanya nanah dan darah
Apa-apan ini hidup
Seakan profan, kita serupa nisan
Apa-apaan ini hidup
Tak lebih dari sebuah permainan
Rekayasa leluhur entah siapa
Penuh makna juga celaka
Dihidupi karma yang menjadi sejarah
Ini hidup apa-apaan
Satu langkah ke depan ribuan gunjingan
Apa-apaan ini hidup
Satu langkah ke belakang ribuang hinaan
Apa-apaan ini hidup
Tidak beranjak cenderung diinjak
Apa-apaan ini hidup
Nampak seindah taman
Menawarkan kesejukan
Siapa terlena siapa tergoda, awas perangkap
Semua fana, banyak tipu daya
Waspada-waspada, awas itu bukan cahaya
Buka mata lebar dan sedikit bersabar
Lihat yang jelas, itu marabahaya
Apa-apaan ini hidup
Tempat penuh jiwa durhaka
Tempatnya kumpulan peluh kesah
Sisanya nanah dan darah
Apa-apan ini hidup
Seakan profan, kita serupa nisan
Apa-apaan ini hidup
Tak lebih dari sebuah permainan
Rekayasa leluhur entah siapa
Penuh makna juga celaka
Dihidupi karma yang menjadi sejarah
Ini hidup apa-apaan
Jumat, 17 Juni 2016
Aktivitas menunggu magrib kali ini sedikit berbeda dari biasanya. Bukan hanya menunggu waktu berbuka, tapi saya juga menanti jadwal untuk wawancara bersama narasumber (keyinforman) demi kebutuhan skripsi.
Saya dan narasumber tersebut telah membuat janji hari ini. Saya datang tepat pukul 14.00 WIB di tvOne, sesampainya di sana tidak langsung bertemu karena harus menunggu dulu, beliau belum datang. Sekitar satu jam kemudian, beliau datang, ban motornya bermasalah makanya terlambat. Oke tidak masalah, yang penting saya semakin dekat dengan data yang dibutuhkan.
Sudah bertemu ternyata tidak lantas membuat saya bisa langsung mewawancarainya begitu saja. Beliau sedang dikejar editing video, katanya. Lalu menyarankan saya untuk datang lagi selepas magrib atau setelah berbuka puasa. Oke tidak masalah, yang penting saya semakin dekat dengan data yang dibutuhkan (lagi).
Saya sudah terlanjur berada di daerah Pulo Gadung, butuh waktu sekitar 2 jam untuk pulang dan rasanya tidak mungkin. Akan banyak buang energi dan waktu, pun percuma. Saya sempat memutuskan untuk singgah ke tempatnya Batak di Ponti, karena jaraknya cenderung lebih dekat dari pada harus pulang ke Depok. Tapi saya urungkan, sebab takut nanti malah jadinya malas lagi.
Alhasil saya memilih singgah ke Masjid Jayabaya yang masih terletak di area Kawasan Industri Pulo Gadung, hanya beberapa blok dari tvOne.
Di sana sudah banyak orang yang beristirahat, saya pun ikutan. Tanpa sadar malah ketiduran, beruntungnya bangung ketika menjelang berbuka dan langsung dapet tajil dari pengurus masjid. Setelah itu langsung lanjut ke tvOne untuk wawancara.
Sebelumnya saya sudah ke sini, sejak seminggu yang lalu, sudah dua kali datang dan satu kali menelfon. Tapi stuck sampai pihak HRD, yang ujung-ujungnya menyarankan saya untuk menunggu satu-dua minggu lagi, sementara deadline pengumpulan berkas untuk ikut sidang tanggal 30 Juni. Petaka hidup saya apabila hanya menunggu.
Setip hari saya selalu kepikiran, bagaimana caranya mendapatkan data dari keyinforman. Pada akhirnya keputusan saya bulat, untuk menghubungi keyinforman tanpa jalur birokrasi, melainkan secara personal.Satu persatu daftar nama yang saya punya, saya searching di berbagai sosial media. Dari lima nama hanya tiga yang saya dapatkan sosial medianya, dan dari tiga hanya dua yang memberi respon. Nama pertama saya kontak lewat email yang saya peroleh dari hasil stalking twitternya, namun ketika saya email hanya dibalas "Dari mana tau email saya?" setelah itu tidak ada kelanjutan. Nama kedua (yang kemudian menjadi keyinforman) saya hubungi melalu DM twitter dan langsung direspon dengan baik.
Awalnya saya merasa sedikit ragu, apakah etis menghubungi keyinforman apalagi mempunyai jabatan di bidangnya, melalui sosial media. Tapi kembali lagi, saya tidak punya pilihan, waktu terus berjalanan. SEmentara saya harus wisuda tahun ini. Tanpa pikir panjang saya lakukan itu, beruntung saya mendapatkan respon yang baik.
Sesampai di tvOne akhirnya saya bertemu dengan keyinforman itu, namanya mas Tejo dia produser di ILC. Awal ketemu, saya sedikit canggung karena pembawaannya seperti boss pada umumnya. Namun setelah melakukan wawancara dengannya, ternyata beliau cukup santai dan tidak kaku banget.
Dia sempat menanyakan dari mana saya tau bahwa ia adalah produser, saya jawab dari credit title. Lalu saya ceritakan semuanya yang saya alami.
Betapa kagetnya ketika ia menyebutkan beberapa nama yang tak asing di telinga saya: Bang Popon, Bang Ali, dan Bang Pakcik. Dua nama terakhir saya sangat tau, sebab ia adalah senior saya di Aspirasi. Ternyata Mas Tejo ini cukup kenal dengan dunia kampus di UPN circa 90-an, walaupun dia sendiri bukan almamater sana. Beliau juga tau kasus DO-nya Bang Ali, dia pernah menjadi bagian dari gerakan mahasiswa yang menolak keputusan DO tersebut.
Allah benar-benar memberikan kemudahan bagi saya, hal ini terasa banget bagaimana doa saya yang sangatlah jarang dan lebih sering mangkirnya itu, dijabaah melalu cara-cara yang tidak terprediksi sama sekali. Ajaib. Kekuatan tuhan!
Saya dan narasumber tersebut telah membuat janji hari ini. Saya datang tepat pukul 14.00 WIB di tvOne, sesampainya di sana tidak langsung bertemu karena harus menunggu dulu, beliau belum datang. Sekitar satu jam kemudian, beliau datang, ban motornya bermasalah makanya terlambat. Oke tidak masalah, yang penting saya semakin dekat dengan data yang dibutuhkan.
Sudah bertemu ternyata tidak lantas membuat saya bisa langsung mewawancarainya begitu saja. Beliau sedang dikejar editing video, katanya. Lalu menyarankan saya untuk datang lagi selepas magrib atau setelah berbuka puasa. Oke tidak masalah, yang penting saya semakin dekat dengan data yang dibutuhkan (lagi).
Saya sudah terlanjur berada di daerah Pulo Gadung, butuh waktu sekitar 2 jam untuk pulang dan rasanya tidak mungkin. Akan banyak buang energi dan waktu, pun percuma. Saya sempat memutuskan untuk singgah ke tempatnya Batak di Ponti, karena jaraknya cenderung lebih dekat dari pada harus pulang ke Depok. Tapi saya urungkan, sebab takut nanti malah jadinya malas lagi.
Alhasil saya memilih singgah ke Masjid Jayabaya yang masih terletak di area Kawasan Industri Pulo Gadung, hanya beberapa blok dari tvOne.
Di sana sudah banyak orang yang beristirahat, saya pun ikutan. Tanpa sadar malah ketiduran, beruntungnya bangung ketika menjelang berbuka dan langsung dapet tajil dari pengurus masjid. Setelah itu langsung lanjut ke tvOne untuk wawancara.
Sebelumnya saya sudah ke sini, sejak seminggu yang lalu, sudah dua kali datang dan satu kali menelfon. Tapi stuck sampai pihak HRD, yang ujung-ujungnya menyarankan saya untuk menunggu satu-dua minggu lagi, sementara deadline pengumpulan berkas untuk ikut sidang tanggal 30 Juni. Petaka hidup saya apabila hanya menunggu.
Setip hari saya selalu kepikiran, bagaimana caranya mendapatkan data dari keyinforman. Pada akhirnya keputusan saya bulat, untuk menghubungi keyinforman tanpa jalur birokrasi, melainkan secara personal.Satu persatu daftar nama yang saya punya, saya searching di berbagai sosial media. Dari lima nama hanya tiga yang saya dapatkan sosial medianya, dan dari tiga hanya dua yang memberi respon. Nama pertama saya kontak lewat email yang saya peroleh dari hasil stalking twitternya, namun ketika saya email hanya dibalas "Dari mana tau email saya?" setelah itu tidak ada kelanjutan. Nama kedua (yang kemudian menjadi keyinforman) saya hubungi melalu DM twitter dan langsung direspon dengan baik.
Awalnya saya merasa sedikit ragu, apakah etis menghubungi keyinforman apalagi mempunyai jabatan di bidangnya, melalui sosial media. Tapi kembali lagi, saya tidak punya pilihan, waktu terus berjalanan. SEmentara saya harus wisuda tahun ini. Tanpa pikir panjang saya lakukan itu, beruntung saya mendapatkan respon yang baik.
Sesampai di tvOne akhirnya saya bertemu dengan keyinforman itu, namanya mas Tejo dia produser di ILC. Awal ketemu, saya sedikit canggung karena pembawaannya seperti boss pada umumnya. Namun setelah melakukan wawancara dengannya, ternyata beliau cukup santai dan tidak kaku banget.
Dia sempat menanyakan dari mana saya tau bahwa ia adalah produser, saya jawab dari credit title. Lalu saya ceritakan semuanya yang saya alami.
Betapa kagetnya ketika ia menyebutkan beberapa nama yang tak asing di telinga saya: Bang Popon, Bang Ali, dan Bang Pakcik. Dua nama terakhir saya sangat tau, sebab ia adalah senior saya di Aspirasi. Ternyata Mas Tejo ini cukup kenal dengan dunia kampus di UPN circa 90-an, walaupun dia sendiri bukan almamater sana. Beliau juga tau kasus DO-nya Bang Ali, dia pernah menjadi bagian dari gerakan mahasiswa yang menolak keputusan DO tersebut.
Allah benar-benar memberikan kemudahan bagi saya, hal ini terasa banget bagaimana doa saya yang sangatlah jarang dan lebih sering mangkirnya itu, dijabaah melalu cara-cara yang tidak terprediksi sama sekali. Ajaib. Kekuatan tuhan!
Senin, 13 Juni 2016
Ketika sedang membuka file-file lama, saya menemukan artefak ini: sebuah sajak (jika boleh disebut demikian) yang ditulis oleh Adik ketiga saya, Adit.
Saya ingat ketika itu Adit masih duduk di bangku TK (circa 2012/2013), waktu ia menuliskan sajak ini lalu menempelkannya pada styrofoam milik saya.
Sebuah sajak yang multi-dimensi..
Adit mengcapture fenomena sosial tentang kemacetan jalan tol yang ia combine dengan aktivitas pemadam kebakaran dan juga kalimat satir terhadap Polisi, baca saja bagian ini "Ada polisi, semua orang di tilang, semua orang memakai helm"
Coba selami kalimat itu, bernada satir bukan ? Semua orang menggunakan helm tapi juga kena tilang, adalah potret dari rakusnya Polantas di sini yang senang mencari gara-gara demi uang tambahan.
Ah sekarang Adit sudah mau SMP dan hobi ke barber shop untuk cukur rambut dan beli pomade. Oh terakhir saya tau, dia lagi hobby main burung dara setelah sebelumnya koleksi batu akik. Hahaha...
Saya ingat ketika itu Adit masih duduk di bangku TK (circa 2012/2013), waktu ia menuliskan sajak ini lalu menempelkannya pada styrofoam milik saya.
Sebuah sajak yang multi-dimensi..
Adit mengcapture fenomena sosial tentang kemacetan jalan tol yang ia combine dengan aktivitas pemadam kebakaran dan juga kalimat satir terhadap Polisi, baca saja bagian ini "Ada polisi, semua orang di tilang, semua orang memakai helm"
Coba selami kalimat itu, bernada satir bukan ? Semua orang menggunakan helm tapi juga kena tilang, adalah potret dari rakusnya Polantas di sini yang senang mencari gara-gara demi uang tambahan.
Ah sekarang Adit sudah mau SMP dan hobi ke barber shop untuk cukur rambut dan beli pomade. Oh terakhir saya tau, dia lagi hobby main burung dara setelah sebelumnya koleksi batu akik. Hahaha...
Skripsi yang gelap!
Sampai saat ini pun saya belum tembus untuk mewawancari keyinforman. Pihak HRD tempat saya mencari data, menyarankan untuk menunggu satu-dua minggu lagi. Sementara jadwal pendaftaraan sidang hanya sampai akhir bulan Juni.
Pelik!
Berbagai hal, mulai dari mendatangi kantornya, menelfon, bahkan mention twitter dan dm akun instagram calon keyinforman, telah saya lakukan. Untuk upaya yang terakhir, entah etis atau tidak saya lakukan. Saya tidak punya pilihan untuk bergerak cepat.
Hari Selasa saya langsung mau "todong" keyinforman tersebut di tempat shooting siaran programnya. Semoga membuahkan hasil.
Sampai saat ini pun saya belum tembus untuk mewawancari keyinforman. Pihak HRD tempat saya mencari data, menyarankan untuk menunggu satu-dua minggu lagi. Sementara jadwal pendaftaraan sidang hanya sampai akhir bulan Juni.
Pelik!
Berbagai hal, mulai dari mendatangi kantornya, menelfon, bahkan mention twitter dan dm akun instagram calon keyinforman, telah saya lakukan. Untuk upaya yang terakhir, entah etis atau tidak saya lakukan. Saya tidak punya pilihan untuk bergerak cepat.
Hari Selasa saya langsung mau "todong" keyinforman tersebut di tempat shooting siaran programnya. Semoga membuahkan hasil.
Minggu, 12 Juni 2016
Di era seperti ini harus berhati-hati kalau mau ngshare link artikel, harus diperhatikan dulu bobot-bebet konten websitenya. Soalnya bukan apa-apa diera digitalisasi seperti sekarang, bisa jadi kita malah jadi alat marketing gratis.
Maklum cuy, sekarang eranya SEO. Sehingga banyak website-website yang capernya kelewatan. Mulai yang berlaga pintar, kontroversial, hingga memicu konflik semuanya ada. Tujuannya bukan lagi memberi informasi, apalagi mengedukasi. Tujuannya cuma untuk meraih SEO tertinggi dari jumlah visitornya, pun agar pundi-pundi uang bisa datang dari iklan. Katalainnya, komersial!
Kayak tadi saya baru banget baca (sialnya harus di klik) website yang mengkritisi kebanalan aksi solidaritas untuk pemilik warteg yang digrebek Satpol PP di Banten tempo hari. Setelah saya baca, baru sadar tulisannya dibuat untuk menaikan SEOnya saja. Kentara sekali dari permainan paragrafnya yang menjunjung tinggi kaidah SEO Friendly. Masalah isi, analisisnya dangkal. Saya gak mau metautkan linknya disini, gak iklas kalau artikel imbesil macem itu malah jadi viral untuk kita. Karena selain memang isinya tidak berbobot, juga tidak edukatif sama sekali.
Maka pintar-pintarlah dalam memilih link artikel mana yang mau kita share, daripada jadi alat marketing gratis.
Inget cuy, sekarang jamannya SEO!
Maklum cuy, sekarang eranya SEO. Sehingga banyak website-website yang capernya kelewatan. Mulai yang berlaga pintar, kontroversial, hingga memicu konflik semuanya ada. Tujuannya bukan lagi memberi informasi, apalagi mengedukasi. Tujuannya cuma untuk meraih SEO tertinggi dari jumlah visitornya, pun agar pundi-pundi uang bisa datang dari iklan. Katalainnya, komersial!
Kayak tadi saya baru banget baca (sialnya harus di klik) website yang mengkritisi kebanalan aksi solidaritas untuk pemilik warteg yang digrebek Satpol PP di Banten tempo hari. Setelah saya baca, baru sadar tulisannya dibuat untuk menaikan SEOnya saja. Kentara sekali dari permainan paragrafnya yang menjunjung tinggi kaidah SEO Friendly. Masalah isi, analisisnya dangkal. Saya gak mau metautkan linknya disini, gak iklas kalau artikel imbesil macem itu malah jadi viral untuk kita. Karena selain memang isinya tidak berbobot, juga tidak edukatif sama sekali.
Maka pintar-pintarlah dalam memilih link artikel mana yang mau kita share, daripada jadi alat marketing gratis.
Inget cuy, sekarang jamannya SEO!
Kamis, 09 Juni 2016
Sepertinya memang benar untuk mengetahui kedalaman lautan, kita sendiri yang perlu menyelaminya.
Hal itu pula yang terjadi pada kaum pemuda hari ini, termasuk saya. Sebagai pemuda yang juga mahasiswa, saya merasa mustahil kita berbicara mengenai perjuangan rakyat apabila kita tidak pernah menyentuhnya. Mahasiswa sejatinya adalah barisan kelas menengah, buku-buku yang kita baca entah yang berlabel akademik hingga aliran filasat sekalipun harganya lumayan. Buku Karl Marx apalagi, bahasannya tentang perjuang kelas, proletariat, tapi bersanding di rak toko buku milik borjuis yang diperuntukan untuk kaum borjuis itu sendiri.
Memang perlu turun kebawah untuk mengetahui persoalan rakyat, karena memang sepertinya lebih pelik daripada yang kita dapat dari literatur apalagi yang baru sebatas teori.
Jika mahasiswa memang agen perubahan, sudah seharusnya kita bisa merangkul rakyat yang selama ini menjadi korban manipulasi informasi berbagi pihak yang haus kekuasaan.
Hal itu pula yang terjadi pada kaum pemuda hari ini, termasuk saya. Sebagai pemuda yang juga mahasiswa, saya merasa mustahil kita berbicara mengenai perjuangan rakyat apabila kita tidak pernah menyentuhnya. Mahasiswa sejatinya adalah barisan kelas menengah, buku-buku yang kita baca entah yang berlabel akademik hingga aliran filasat sekalipun harganya lumayan. Buku Karl Marx apalagi, bahasannya tentang perjuang kelas, proletariat, tapi bersanding di rak toko buku milik borjuis yang diperuntukan untuk kaum borjuis itu sendiri.
Memang perlu turun kebawah untuk mengetahui persoalan rakyat, karena memang sepertinya lebih pelik daripada yang kita dapat dari literatur apalagi yang baru sebatas teori.
Jika mahasiswa memang agen perubahan, sudah seharusnya kita bisa merangkul rakyat yang selama ini menjadi korban manipulasi informasi berbagi pihak yang haus kekuasaan.
Senin, 06 Juni 2016
Kacau. Bener-bener kacau, seada-adanya. VC Cold Play "Up&Up" total sakit!
Demi apapun, ini jenius banget. Salvador Dali harus berkomentar soal mereka.
VC terfavorit saya jatuh pada mereka setelah sebelumnya Radiohead cukup memukau melalui VC "Burn the Witch" dengan konsep ala Puppets-nya.
Ternyata tahun ini Cold Play benar-benar memberi style baru dalam dunia musik. Two thumbs up!
Demi apapun, ini jenius banget. Salvador Dali harus berkomentar soal mereka.
VC terfavorit saya jatuh pada mereka setelah sebelumnya Radiohead cukup memukau melalui VC "Burn the Witch" dengan konsep ala Puppets-nya.
Ternyata tahun ini Cold Play benar-benar memberi style baru dalam dunia musik. Two thumbs up!
Ramadhan datang lagi, sebuah bulan penuh rahmat dan penuh esensi bagi umat muslim. Bagi saya ramadhan adalah sebuah bulan yang menyimpan ambient berbeda nan khas. Ketika siang, ramadhan menjadi medan perang yang penuh keluh dan peluh. Menjelang malam, semua berganti 180 derajat menjadi tenang dan penuh haru biru juga bahagia. Bulan yang aneh.
Kali ini saya memasuki ramadhan ketiga dengan kondisi jauh dari mama dan adik-adik yang lain, hanya berdua papa di rumah. Sekaligus ramadhan kedua tanpa nenek.
Kondisi yang penuh teka-teki sebab menuntut untuk bergerak cepat juga tanggap dalam setiap harinya. Urusan berbuka dan sahur kita siapkan sendiri.
Namun, sejujurnya ramadhan kali ni tidak membuat menarik saya sama sekali. Entahlah. Sahur pertama serasa sepi sekali. Tidak seperti tahun-tahun lalu, saya rindu.
Saya benar-benar rindu dengan kondisi kehidupan lama.
Entah sampai kapan saya terus teringang-ngiang dengan kondisi masa lalu. Seperti seseorang yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa semua hal telah berubah. Saya seperti terperangkap dalam kotak dan tidak beranjak kemana pun. Mencoba mendobrak keluar namun tak kunjung berhasil, hingga akhirnya lemas tak berdaya.
Kemudian menjadi satu permasalahan yang sekarang sedang saya coba selesaikan.
Kali ini saya memasuki ramadhan ketiga dengan kondisi jauh dari mama dan adik-adik yang lain, hanya berdua papa di rumah. Sekaligus ramadhan kedua tanpa nenek.
Kondisi yang penuh teka-teki sebab menuntut untuk bergerak cepat juga tanggap dalam setiap harinya. Urusan berbuka dan sahur kita siapkan sendiri.
Namun, sejujurnya ramadhan kali ni tidak membuat menarik saya sama sekali. Entahlah. Sahur pertama serasa sepi sekali. Tidak seperti tahun-tahun lalu, saya rindu.
Saya benar-benar rindu dengan kondisi kehidupan lama.
Entah sampai kapan saya terus teringang-ngiang dengan kondisi masa lalu. Seperti seseorang yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa semua hal telah berubah. Saya seperti terperangkap dalam kotak dan tidak beranjak kemana pun. Mencoba mendobrak keluar namun tak kunjung berhasil, hingga akhirnya lemas tak berdaya.
Kemudian menjadi satu permasalahan yang sekarang sedang saya coba selesaikan.
Kamis, 02 Juni 2016
Entah kenapa, saya selalu senang mengendarai motor di kala malam menjelang. Menyusuri setiap likuknya jalan ibu kota, tanpa tujuan, tanpa arah, hanya mengikuti kemauan hati.
Terlebih ketika pertengahan malam datang, hidup terasa bebas. Saya memacu motor secepat yang saya bisa, berteriak dari dalam helm pun bisa, tidak ada yang mendengar. Pun jika ada, mereka juga tidak peduli. Malam ada penjelmaan dari surga, saya pikir. Kita bebas menjadi apa yang kita mau ketika itu.
Berhenti sejenak di warung rokok, menikmati segelas kopi instan atau membeli cemilan. Menyimak cerita para pedagang tentang hidup hariannya maka saya tau bahwa hidup adalah tentang perjuangan. Satu yang belum kesampaian, nongkrong di tempat prostitusi, saya ingin mendengar cerita para penjaja tubuh itu. Hanya sekedar mendengar cerita saja.
Merasakan deru angin yang kencang, jiwa seketika tenang. Sebab kegelisahaan berhasil ditanggalkan barang sejenak. Oh yah tidak lupa, musik. Ah barang haram jika tidak sembari mendengarkan musik, terutama musik folk-pop, supaya perjalnan malam semakin menyenangkan.
Jika semesta mengizinkan, saya ingin menikmatinya bersama anda. Kita jelajah ibu kota dengan sepeda motor tepat malam hari. Akan saya pastikan semuanya aman. Kau hanya perlu bawa mantel tebal sebab angin malam itu jahanam. Kita umbar cerita tanpa malu dan segan, sambil menikmati wedang jahe pinggir jalan.
Langganan:
Postingan (Atom)