Rabu, 23 Desember 2015

Rasa muak saya terhadap media belakangan ini menemui titik puncaknya. Semuanya bermuara ketika maraknya saya melihat pemberitaan maupun tayangan tidak berbobot, entah yang saya baca ataupun lihat dari media massa. Tak sedikit pemberitaan minim kebenaran yang media hari ini siarkan, tidak perlu saya berikan contoh mengenai permasalahan politik dan berbagai intrik di dalamnya yang nantinya malah bisa menambah panjang curhatan ini. Contoh tersimple dari ketidak benaran media, bisa diambil dari pemberitaan yang semua bersumber dari sosial media seperti Facebook, Path, Twitter, dll. Seperti belakangan ini saya merasa jengkel dengan pemberitaan salah satu portal berita ternama, yang mengakat kasus soal seorang wanita yang menghina kaum miskin hanya karena dia seorang yang kaya. Kesalahan paling vital dari pemberitaan tersebut ialah posisi si wanita dalam berita yang bukan siapa-siapa di lingkaran masyarakat. Dia (wanita itu) bukan seorang selebritas apalagi tokoh politik, ini menyalahin poin unsur berita yang menekankan pada ketokohan. Hanya karena hal tersebut ramai di sosial media bukan berarti media massa dapat menjadikannya sebagai acuan sumber. Validasinya perlu dipertanyakan bukan ? Bagaimana jika ternyata berita itu adalah bohong ? Di satu sisi si wanita akan mendapatkan depresi yang hebat karena pembunuhan karakter yang dilakukan oleh masyrakat yang didukung pula oleh media.

Belum lagi tayangan/program acara tivi yang tidak benar-benar mendidik. Eksploitasi frekuensi mengenai kasus yang berhubungan dengan selebritas menjadi barang laku. Lihat bagaimana menjijikannya Raffi Ahmad dan Nagita Slavina yang mampu mencolong slot tayangan pada stasiun televisi swasta beberapa waktu lalu. Belum tayangan infotaiment lainnya yang jauh dari kata edukatif.

Jika hal ini disinggung kepada para pelaku media, maka mereka akan dengan sangat mudah mengkambing hitamkan masyarakat (dalam hal ini penonton) sebagai biang keladi yang menginginkan semua hal tersebut. Sehingga media yang notabene hidup dari oplah iklan, mau tidak mau menyajikan tayangan tersebut walaupun jauh dari kata mendidik. Karena masyarakat yang meninginkan membuat rating meningkat dan iklan pun berdatangan, sederhananya seperti itu. Namun hal ini konyol menurut saya.

Media katakanlah televisi disatu sisi masih menjadi rajanya sumber informasi masyarakat Indonesia, walaupun peran media lainnya seperti internet mulai berkembang. Namun televisi masih menjadi pilihan nomer satu untuk masyarakat di sini, karena sifatnya yang praktis dan murah. Dari hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa televisi menjadi hal yang sangat berguna bagi dan masyrakat sangat bergantung pada televisi. Hal ini sesuai dengan apa yang Harold Lasswell katakan pada teori efek media massa yang ia sebut teori peluru, bahwa masyarakat diasumsikan sebagai pihak yang tak berdaya.

Sederhananya seperti ini. Media sebagai penembak dan informasi adalah peluru. Sedangkan masyarakat adalah penonton yang tak berdaya (jika mengacu pada perkataan Lasswell). Hemat saya, apapun yang media coba tembakan mau tidak mau akan masyarakat serap lalu amini karena (balik ke pernyataan saya di atas) masyarakat masih menjadikan televisi sebagai sumber informasi dan hiburan nomer satu. Katakanlah seperti ini, apabila media terus memberitakan suatu hal tentang kehidupan traveler dalam jangka waktu yang cukup lama dan intens, maka akan tidak mungkin masyarakat dalam suatu kondisi waktu tertentu akan memiliki hasrat untuk traveling lalu menjadi traveler. Seperti halnya ketika fenomena Boy Band terjadi di Indonesia beberapa waktu lalu yang didalangi oleh grup SMASH yang lantas membuat bermunculannya boy band sejenis dan berakhir pada demam boy band dalam industri musik mainstream Indonesia. Hal itu bukan sebuah kebetulan, mengingat expose yang dilakukan media cukup besar ketika SMASH keluar.

Lalu kesimpulannya begini, apabila media mampu memberitakan suatu hal yang informatif, menghibur, dan edukatif maka tak mungkin bahwa masyarakat akan berdampak baik juga. Sebenarnya menurut saya, tidak ada istilah media yang mengikuti permintaan pasar karena media itu lah yang mampu menciptakan pasarnya sendiri.

Lantas ada apa dengan media hari ini ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar