Hampir semua orang terdekat selalu mempertanyakan dengan cukup sinis ketika mereka tau saya sudah kerja. Sebagian takut kuliah saya terlantar. Sebagian takut organisasi saya tak terurus. Sebagian ada yang kasian saya seperti robot. Tapi saya lebih kasihan pada diri sendiri.
Tadi papa menanyakan hal ini juga. Dia menuduh saya ambil cuti kuliah. Dia takut saya kekal di kampus. Toh, saya tau betul dia tidak mau malu dihadapan keluarga besar nanti. Maunya dia, saya fokus kuliah dan baru nanti kerja. "Papa masih kerja, jadi masih sanggup biayaain aa," katanya. Ia dia masih kerja, tapi saya gak tau sampai kapan umurnya dia. Bukan saya mengharapkan orang tua untuk "pergi" lebih dulu. Mau sampai kapan saya mengandalkan mereka. Toh sekarang kondisinya sudah semakin pelik dan situasi pun tidak memungkinkan untuk bersikap seolah dunia ini baik-baik saja. Mereka tidak tau betapa takutnya saya tentang masa depan. Mereka memaksa saya untuk menunggu "perang". Sementara saya tipikal orang yang paling malas menunggu. Maka dari itu saya hadapi apapun resikonya.
Biarlah mereka menunggu hasil akhir saya. Biar mereka lupa dengan hidup mereka sendiri. Sementara saya semakin menikmati hidup ini. Saya mulai terbiasa menjadi bagian dari gunjingan orang lain. Ternyata mengasyikan dari pada bergunjing. Hahaha...
Watch me asshole! Wait me at the corner street then open up your big mouth to suck my dick!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar