Jumat, 06 Februari 2015

Segala sesuatu yang dilarang atau tabu di masyarakat selalu merangsang saya untuk tau 'kenapa hal tersebut dilarang atau menjadi tabu ?'. Menyukai atau mengagumi figur yang didambakan orang-orang mungkin menjadi hal biasa dan yah itu lumrah. Tapi saya selalu tertarik dengan figur-figur yang dibenci orang. Entah kenapa rasa penasaran saya selalu timbul begitu saja.

Seperti halnya ketika kata Anarki digunakan oleh media massa untuk merepresentasikan kejahatan atau kebrutalsan suatu sikap individu atau kelompok. Sampai saya kemudian beranjak SMP dan secara sengaja tercemplung dalam komunitas Punk. Saya banyak menemui lambang Circle A (simbol Anarkisme) dalam logo band-band Punk kesukaan saya. Sex Pistols dari Inggris pun menyertai 'Anarchy' dalam salah satu lagunya. Crass pun mempropagandakannya. Di Indonesia saya mengenalnya dari beberapa fanzine yang sedikit banyaknya membahas tentang Anarkisme.

Perlahan demi perlahan perspektif saya terhadap anarkisme pun mulai tidak serupa dengan apa yang media massa katakan. Saya mulai menyukai beberapa poin dalam ide-ide anarkisme: anti fasisme, rasisme, kapitalisme, dan cinta hidup. Intinya saya memandang ide anarkisme sebagai ide yang mencoba menawarkan bagaimana caranya memanusiakan manusia, tanpa kekerasan (kecuali untuk bertahan diri) dan paksaan namun dilandasi dengan tanggung jawab penuh.

Beberapa hari lalu saya kembali berbicara panjang lebar soal Agama Islam dengan Dittus, sahabat saya yang mualaf secara diam-diam dari keluarganya yang Kristen. Dia adalah teman diskusi terbaik saya saat ini. Banyak hal yang bisa kita bagi mengenai dunia ini dalam berbagai perspektif. Untuk sekarang ini kita sama-sama sedang mempelajari kehidupan dalam perspektif islam dan juga anarkisme. Kenapa ? menurut hemat kami ide yang dimiliki islam (khususnya sufisme) dan anarkisme mempunyai kemiripan.

Beberapa tahun kebelakang ini saya memang sedang mempelajari islam secara bertahap. Saya terlalu sombong selama hidup ini karna terlalu mudah mendapatkan islam sebagai agama turunan. Saya abaikan islam dan lebih cenderung mempelajari ide-ide buatan manusia, termasuk anarkisme. Tapi saya tidak akan menyalahi anarkisme sepenuhnya. Mungkin ini sudah jalan hidup saya untuk kembali menelaah ide-ide islam, salah satu jalannya adalah dengan berkenalan terlebih dahulu dengan anarkisme.

Dengan mempelajari keduanya, saya sedikit bisa lebih berdamai dalam hidup. Ide anti-kapitalisme yang ditawarkan oleh anarkisme dan juga ide islam yang mengatakan bahwa semua manusia itu sama di mata Allah, membuat saya peduli setan soal tanggapan orang lain. Selagi lisan dan perbuatan saya tidak menyakiti hati orang lain. Berkat itu pula saya selalu terjaga dari branding image yang ditawarkan oleh korporasi dalam memasarkan produknya. Sehingga saya selalu merasa nyaman apabila tidak menggunakan produk fashion yang sedang happening karna bagi saya apa yang saya pakai tidak akan mencerminkan apapun di mata Allah, itu hanya di mata manusia. Saya lebih mengutamakan esensi dari sekedar imaji.

Ide anti-kepemilikan pribadi yang anarkisme tawarkan dan semua yang ada dimuka bumi hanya milik Allah yang islam tawarkan, pun demikian samanya membuat saya tak pernah takut akan kehilangan harta benda, tahta, bahkan nyawa. Saya menyerahkan semuanya pada Allah. Seperti halnya kehilangan handphone pada malam tahun baru kemarin, sedikit hati memang kesal namun bukan karna kehilangan. Tapi karna handphone adalah benda paling saya butuhkan untuk berkomunikasi dan juga berdagang, apalagi dalam kondisi kesulitan finansial seperti ini. Beberapa teman yang saya ceritakan bilang 'kenapa gak langsung laporin ke polisi aja pas waktu itu juga ?' tapi saya enggan karna hemat saya mustahil menemukan copet di kerumunan ribuan orang. Saya pasrahkan saja. Tapi disamping itu semua, handphone yang sudah saya miliki tersebut memang sudah mulai bobrok: lemotnya minta ampun padahal aplikasinya sedikit, tidak bisa menggunakan headset, dan juga baterainya boros. Sayangnya saya tak berani mengeluh untuk ganti handphone ke orang tua, itu sama aja bunuh mereka perlahan. Saya paksakan dan maksimalkan penggunaan handphone tersebut sampai pada akhirnya hilang. Mungkin memang hal itu sudah menjadi rezeki si pencopet dan pasti Allah telah menyiapkan rezeki lain buat saya. Ajaibnya, setelah saya laporan kehilang ke papa dan mama, mereka menawarkan untuk menggantinya dengan yang lebih dari sebelumnya namun saya harus menunggu dulu, tak apalah. Dalam proses menunggu tersebut, Ita meminjamkan handphonenya. Sungguh keajaiban bagi saya. Saya yakin Allah dibalik semua ini.

Saya merasa berterima kasih dengan Allah karna telah menjadikan anarkisme sebagai jembatan saya untuk mempelajari islam setelah sebelumnya sempat saya abaikan. Namun, meski di awal saya mengatakan anarkisme meliki persamaan dengan islam. Keduanya tetap harus berjalan dalam porosnya masing-masing, tidak bisa disatukan. Dan saya pun menolaknya untuk menyatukannya sebagai anarkisme-islam atau islam-anarkis, menjijikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar