Akhirnya kau tiba dipenghujung. Dua pekan akrab dengan sederet obat dan jarum infus. Berjuang dengan sekuat tenaga walau saya tau kau lelah terhadap semuanya. Tubuh kecilmu kian ringkih terbaring, nafsu makan telah tiada, berbicara pun enggan, bahkan gelora hidup melemah. Tapi saya yakin kau itu kuat. Wanita tua mana yang sudah hidup seperempat abad bisa menjelajah kota seorang diri, jika bukan kau. Sebab itu saya yakin.
Sayang sungguh sayang, ternyata keadaan berkata lain. Kau mengalah pada ketiadaan. Tapi kau bukan pecundang, kau tetap pejuang. Saya pikir, memang sudah seharusnya kau berpulang. Orang tua seperti mu sudah tak pantas lagi menanggung semua beban pikiran. Memang seharusnya, diusia senja mu, kau nikmati teh hangat diwaktu pagi-menonton televisi-menyiram tanaman-dan hal-hal yang membuat mu senang. Tak usah kau hiraukan anak mu yang lain ataupun anak cowok mu satu-satunya itu, dia pasti sudah bisa menjalani hidupnya sendiri. Apalagi menghiraukan cucu-cucu mu ini, biarlah kami berproses sendiri.
Selamat jalan nenek. Berbahagialah dalam kesendirian mu di sana. Suatu waktu kita semua akan berkumpul lagi. Jika waktu itu datang, mari kita laksanakan keinginan mu yang belum tercapai: berkumpul sekeluarga besar dan makan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar