Minggu, 04 Oktober 2015

Sudah masuk dini hari dan saya sadar bahwa selama ini hidup tanpa ambisi. Mungkin dalam satu waktu menjalani hidup tanpa ambisi itu baik buat saya, karna terkadang ambisi justru menutup mata dan melumpuhkan nurani sebagai manusia. Singkatnya saya takut terjebak menjadi ambisius. Sudah banyak contoh dalam hidup ini orang-orang yang tenggelam dalam ambisinya sendiri. Lihat George W. Bush terlalu berambisi memperkaya Amerika Serikat, sehingga rela menginvansi Timur Tengah. Juga para koruptor dengan ambisi hidup makmur tanpa akhirnya. Israel masih membombardir Palestina karena Ambisi. Segala hal dilakukan demi sampai tujuan. Sebagai manusia yang lemah terhadap tipu muslihat duniawi, tentu hal tersebut menakutkan bagi saya.

Sejauh ini, saya selalu mendapatkan sesuatu tanpa adanya keinginan besar untuk mencapainya. Metodenya seperti ini: jika saya ingin sesuatu maka saya akan usaha, kalau sudah usaha pun ternyata saya gagal, yasudah, usaha untuk hal lain, jarang saya sampai mati-matian untuk mendapatkannya. Seperti halnya dalam nilai ujian, saya selalu puas apabila mendapatkan nilai B atau bahkan C+ sekalipun, pikir saya selagi tidak mengulang mata kuliah maka itu bukan soal.

Bahkan ada beberapa hal yang tidak saya inginkan justru datang dengan sendirinya, seperti menjadi Pemred misalnya. Untuk posisi sepenting ini, saya meraihnya dengan sangat mudah. Kadang saya berpikir, apakah ini baik atau tidak ? Saya takut menjadi manusia yang lemah jika hidup tanpa ambisi. Namun saya pikir bahwa ambisi pun berbahaya. Batas positif dan negatif menjadi sangat tipis. Lengah sedikit, ambisi mu akan melempar mu dalam jurang kesengsaraan.

Saya jadi teringat akan hal ini:
"Wahai Abdur Rahman, janganlah engkau meminta untuk diangkat menjadi pemimpin. Sebab, jika engkau menjadi pemimpin karena permintaanmu, tanggung jawabmu akan besar sekali. Dan jika engkau diangkat tanpa permintaanmu, engkau akan ditolong orang dalam tugasmu." (HR. Bukhari – Muslim)

Mungkin, sebab itulah hidup saya seakan datar. Banyak hal yang saya inginkan namun enggan untuk mati-matian mendapatkannya. Saya lebih memilih untuk santai mendapatkannya, pun kalau tidak dapat, yasudah. Walaupun saya bukan tipikal anak yang relijius, tapi saya yakin Allah selalu tau mana yang pantas di kasih dan tidak, mana yang harus lebih dulu diberikan dan mana yang belakangan. Makanya hidup saya terkesan tak bersemangat. Lagipula jika semua yang di dunia hanya titipan Allah, kenapa harus mati-matian kita meraih apalagi mempertahankannya ? Jika kita dekat dengan dia, insyallah sesuatu yang kita inginkan akan datang dengan sendirinya, yang tidak diinginkan namun kita dirasanya pantas mendapatkannya pun akan begitu juga.

"Dua ekor serigala yang lapar kemudian dilepas, menuju seekor kambing, (maka kerusakan yang terjadi pada kambing itu) tidak lebih besar dibandingkan dengan kerusakan pada agama seseorang yang ditimbulkan akibat ambisi terhadap harta dan kehormatan." Ka’ab bin Malik Al-Anshari Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Seperti ketika kau mendaki sebuah gunung, jika ambisi mu mencapai puncak, maka apapun kondisinya, kau akan terus berjalan ke arah puncak. Satu sisi kau akan terlihat optimis oleh pendaki yang lain dan kau akan mendapatkan pujian karna dianggap sangat bersungguh-sungguh. Tapi apakah cuma pujian yang kau harapkan dari upaya mu mencapai tujuan ? Sedangkal itu kah ? Kau lupa bahwa sampai di puncak hanyalah bonus dari proses pendakian. Jika tak bisa sampai puncak, setidaknya kau telah mencoba, maka berbahagialah di kaki gunung, toh masih sama indahnya.

Insyallah saya masih mempunyai gairah untuk menjalani hidup. Saya hanya takut seperti serigala yang lapar itu. Namun setidaknya dalam menjalani hidup kuncinya ialah usaha dan pandai bersyukur. Jika tidak kau akan terjebak dalam lingkar malas juga lingkar ambisi yang menyengsarakan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar