Kacau! Saya menuai kegagalan kembali. Saya menghisap lebih dari tiga batang rokok hari ini. Saya telah melanggar janji pada diri sendiri. Penyebabnya Lutvy datang ke rumah dan mengajak ngobrol panjang lebar -satu hal yang tak bisa saya lewatkan tanpa rokok. Lutvy dan Dittus malam tadi mampir ke rumah, sebenarnya cukup lelah maka dari itu sebelumnya saya memperingati untuk tidak nongkrong terlalu larut. Sayang, kita berhenti tepat pada pukul tiga pagi. Saya hanyut dalam obrolan.
Dittus yang belakangan ini saya ketahui sedang dilanda kegalauan dalam tempatnya bekerja karena tidak sesuai dengan syariat islam -hanya sedikit orang yang mempunyai alasan seperti ini dalam lingkaran saya dan itu mengagumkan- pada akhirnya mendapatkan solusi. Setelah bekerja sebagai sales mobil ia rasa terlalu banyak mudharat daripada berkah, akhirnya ia mendapat tawaran untuk bekerja sebagai marketing ayam. Satu hal yang ia syukuri, saya pun cukup senang karena dia punya basic yang bagus dalam marketing. Semoga saja kerjaannya nanti sesuai dengan khendaknya selama ini.
Lutvy pun begitu, setelah hengkang sebagai layouter untuk salah satu media massa, ia menemukan kebuntuan ditempat kerjanya yang baru. Sepertinya ada hal yang membuat ia bosan dengan kerjaannya saat ini. Entah detailnya seperti apa, saya pun kurang bisa menerka. Namun dia adalah orang yang bersemangat sekali untuk berwirausaha dan mencoba mengajak kami berdua. Lalu saya menyarankan untuk membentuk sebuah PH karena kita mempunyai basic yang cukup memenuhi untuk melakukan hal itu. Lutvy mahir design, bermusik, dan foto. Dittus bisa marketing. Saya bisa menulis, design, juga foto. Beberapa teman juga ada yang menggeluti broadcasting. Saya rasa jadi tepat. Tapi kita tidak menemukan ide yang ideal untuk menjadi PH. Lalu saya datang dengan ide yang super gila, yakni membentuk LSM. Saya jelaskan pada mereka soal work flow mapping nya. Lutvy sedikit setuju, namun Dittus tidak, ia takut menjadi gelap mata. Yah, work flow mapping yang saya tawarkan memang diluar dari prinsip hidup saya selama ini. Sejujurnya saya pun tidak benar-benar rela apabila nanti menjalankannya. Resikonya terlalu besar dan kentara akan mudharat.
Dittus dan Lutvy pun terus berpikir. Lalu saya teringat dengan beberapa kelompok yang bisa survive dengan passionnya, sebut saja teman-teman di Ruangrupa dan Pirate Punk. Dimana mereka bisa hidup dari apa yang awalnya menjadi hobby mereka. Kita pun sepakat bahwa mereka adalah orang-orang yang percaya dan pada akhirnya konsisten untuk terus hidup di jalannya. Oke, intinya kita harus percaya pada jalan yang kita pilih. Lalu saya mengusulkan untuk membuat sebuah portal berita anak remaja, Lutvy pun ternyata sepemikiran. Dittus mengiyakan. Dengan naifnya, saya melihat potensi cukup besar di industri itu. Akhirnya kita rampungkan konsep kasarnya seperti apa dan bagaimana. Hal ini akan menjadi serius, setidaknya setelah saya turun jabatan di Aspirasi nanti. Setelah Lutvy menyelesaikan bulan-bulan yang hectic dalam kerjaannya. Selepas Dittus yang keluar dari kegalauan tempatnya bekerja. Selama itu, kita akan pelan-pelan mengumpulkan power untuk merealisasikan hal ini.
Malam itu terkikis oleh obrolan panjang seputar pematangan konsep dasar, tanpa saya sadari sudah banyak pesan menunggu untuk di baca dan jarum jam yang menyentuh angka tiga. Beberapa menit lagi adzan subuh. Lutvy harus berangkat kerja pagi-pagi. Dittus juga begitu. Saya harus ke Komunitas Bambu jam sebelas nanti, tapi belum juga tidur hingga sekarang. Tapi tak soal, saya kembali begadang untuk suatu hal yang bermanfaat dan tentunya menghasilkan sebuah ide. Saya selalu senang malam, apabila seperti ini. Penuh makna.
Selasa, 27 Oktober 2015
Sabtu, 24 Oktober 2015
Akhirnya saya tumbang. Setelah beberapa hari terakhir mencoba menyeimbangi pola hidup untuk tidak berada pada titik seperti ini. Saya sudah mengurangi konsumsi rokok (walau faktanya saya hanya mengurangi membeli), mengurangi makanan hewani, memperbanyak sayur, tidak minum air dingin; soda; teh manis, tapi semua hilang karna pola tidur yang berantakan. Dalam sehari saya hanya bisa tidur paling maksimal enam jam dan sialnya kadang hanya tiga - empat jam, dengan rutinitas yang menguras mental dan fisik.
Dalam kondisi seperti istirahat memang sangat diperlukan, sayangnya saya hanya bisa mengistirahatkan raga tapi tidak untuk pikiran -berpikir adalah hal yang justru lebih melelahkan.
Tuhan selalu punya cara untuk menunjukan kasih sayang pada umatnya. Sayang umatnya kadang tidak terlalu memperdulikan hal tersebut. Memang kasih sayang tuhan bisa datang dalam bentuk yang menurut umatnya buruk, namun dibalik itu semua menyimpan banyak esensi juga kaya akan manfaat.
Selamat beristirahat. Semoga kau tak juga sakit.
Dalam kondisi seperti istirahat memang sangat diperlukan, sayangnya saya hanya bisa mengistirahatkan raga tapi tidak untuk pikiran -berpikir adalah hal yang justru lebih melelahkan.
Tuhan selalu punya cara untuk menunjukan kasih sayang pada umatnya. Sayang umatnya kadang tidak terlalu memperdulikan hal tersebut. Memang kasih sayang tuhan bisa datang dalam bentuk yang menurut umatnya buruk, namun dibalik itu semua menyimpan banyak esensi juga kaya akan manfaat.
Selamat beristirahat. Semoga kau tak juga sakit.
Jumat, 23 Oktober 2015
Saya telat menyadari bahwa kampus yang seakrang menjadi tempat menimba ilmu berada dibawa Kementerian Pertahanan dan masih berjejaring dengan militerisme tentunya. Hal tersebut saya sadari setelah setahun menjadi mahasiswa. Saya merasa terjebak karna saya tidak pernah menyukai militerisme karna banyak hal yang membuat saya kecewa dengan peran dan posisinya sebagai aparatur negara.
Kebaikan militerisme bagi saya berhenti di era pasca-kemerdekaan ketika mereka berjuang mempertahankan negeri ini. Tapi setelah kemerdekaan berhasil Indonesia raih dan terlebih militer sudah mulai bermain politik, semua menjadi omongkosong. Tumbangnya Soekarno, tragedi 1965, Malari 74, dan 1998 membuat saya untuk tidak lagi mengaggumi mereka. Terlebih setelah peran militer dalam setiap konflik agraria tidak selalu berdampingan dengan rakyat justru sebaliknya, yakni menjadi penjaga para pemilik modal.
Saya cukup senang karena pada pelaksanaan Dwifungsi ABRI, saya masih terlalu bocah untuk menelaah permainan yang terjadi di negeri ini. Tapi sekarang, ketika Bela Negara dicanangkan, saya sudah mampu berpikir bahwa hal ini adalah penyelarasan pola pikir, proses produksi kaum ultra-nasionalis, pengkaderisasian paramiliter, dan tujuannya untuk menyeimbangkan kekuasaan pemerintah serta militer.
Tidak akan ada lagi keberagaman suara. Semua akan selaras, bukan karena diintimidasi seperti era ORBA lalu namun karena perspektif rakyat telah disamaratakan dalam satu komando.
Saya pikir dengan terpilihnya Jokowi -yang seorang sipil- akan memberikan jarak antara pemerintah dengan militer. Ternyata sama saja.
Naasnya, kampus saya menjadi percontohan program ini. Hahaha
Selamat datang di era penyeragaman pola pikir di era demokrasi.
Kebaikan militerisme bagi saya berhenti di era pasca-kemerdekaan ketika mereka berjuang mempertahankan negeri ini. Tapi setelah kemerdekaan berhasil Indonesia raih dan terlebih militer sudah mulai bermain politik, semua menjadi omongkosong. Tumbangnya Soekarno, tragedi 1965, Malari 74, dan 1998 membuat saya untuk tidak lagi mengaggumi mereka. Terlebih setelah peran militer dalam setiap konflik agraria tidak selalu berdampingan dengan rakyat justru sebaliknya, yakni menjadi penjaga para pemilik modal.
Saya cukup senang karena pada pelaksanaan Dwifungsi ABRI, saya masih terlalu bocah untuk menelaah permainan yang terjadi di negeri ini. Tapi sekarang, ketika Bela Negara dicanangkan, saya sudah mampu berpikir bahwa hal ini adalah penyelarasan pola pikir, proses produksi kaum ultra-nasionalis, pengkaderisasian paramiliter, dan tujuannya untuk menyeimbangkan kekuasaan pemerintah serta militer.
Tidak akan ada lagi keberagaman suara. Semua akan selaras, bukan karena diintimidasi seperti era ORBA lalu namun karena perspektif rakyat telah disamaratakan dalam satu komando.
Saya pikir dengan terpilihnya Jokowi -yang seorang sipil- akan memberikan jarak antara pemerintah dengan militer. Ternyata sama saja.
Naasnya, kampus saya menjadi percontohan program ini. Hahaha
Selamat datang di era penyeragaman pola pikir di era demokrasi.
Selasa, 20 Oktober 2015
Ketika tidak ada kerjaan di kantor, saya menyempatkan untuk membuka Youtube. Saya sempat kaget, mengetahui bahwa Gigi pernah rekaman di Abbey Road Studio -studio legendaris Inggris. Ternyata itu sudah berlangsung 2014 lalu. Ah, saya tidak update sama sekali soal musik arus utama.
Saya bukan fans fanatik Gigi memang. Hanya beberapa hits mereka yang saya suka, khususnya track "Andai". Saya pun sudah mulai anti-pati pada mereka, ketika merasa tidak cocok dengan lagu "Nakal" yang terlalu aneh dari segi aransemen juga penulisan lirik.
Tapi album Live at Abbey Road mereka, membuat saya menarik umpatan. Terlepas dari daya magis studio rekaman, saya pikir musik mereka dalam album tersebut, sangat rekomendasi sekali untuk disimak. Apalagi track "Meja Ini", total keren. Nuansanya seakan relijius, seperti mendengarkan soundtrack serial tv kerohanian (if you know what i mean). Sayangnya lagu bagus seperti ini, kenapa tidak booming. Ah mungkin saya yang tidak terlalu memperhatikan.
Minggu, 18 Oktober 2015
Iseng Rekam: Bulgar
Santai, satu bulan lagi, kita pasti jumpa. Saya sudah rindu makan masakan rumah, juga dengan kekacauan yang terjadi di dalamnya.
Kemarin setelah pulang dari sekret hingga larut malam, saya menyempatkan diri untuk bertemu Dittus. Kita nongkrong di warkop biasa namun dengan kondisi yang berbeda. Kita hanya berdua. Sementara yang lain sedang sibuk dengan urusannya masing-masing, berjuang untuk mimpinya. Lalu kita mentertawai semua ini, khususnya waktu yang membawa kita pada fase seperti sekarang. Kita tertawa karena tak menyangka dan karena bahagia tentunya. Pada akhirnya nanti, kita akan masing-masing.
Dalam dunia ini tidak ada yang bisa kita jadikan pegangan. Harta, tahta, teman, saudara, pacar/istri, bahkan orang tua pun sama saja. Mereka tidak kekal di dunia. Pada akhirnya yang bisa kita andalkan menjadi pegangan hanyalah diri sendiri dan juga tuhan (bagi kau yang agamis). Sebab itu pula saya selalu menerapkan motivasi intrinsik dalam hidup, karena saya mempercayai hal tersebut. Blog ini pun saya ciptakan sebagai sarana penunjangnya, saya mencatat sejarah diri sendiri karena sadar tidak akan ada orang yang mencatatnya. Pemilihan nama 'Cmon-alf' pun demikian, saya pilih sebagai seruan penyemangat. Tagline 'My own self is my generator' pun begitu, sebaik-baiknya penyemangat adalah yang berasal dari dalam diri sendiri.
Oleh karena itu, setiap kali berdoa, saya tidak pernah meminta banyak. Saya hanya ingin dititipkan energi dan juga semangat, dua komponen itu paling penting dalam menjalani hidup.
Dalam dunia ini tidak ada yang bisa kita jadikan pegangan. Harta, tahta, teman, saudara, pacar/istri, bahkan orang tua pun sama saja. Mereka tidak kekal di dunia. Pada akhirnya yang bisa kita andalkan menjadi pegangan hanyalah diri sendiri dan juga tuhan (bagi kau yang agamis). Sebab itu pula saya selalu menerapkan motivasi intrinsik dalam hidup, karena saya mempercayai hal tersebut. Blog ini pun saya ciptakan sebagai sarana penunjangnya, saya mencatat sejarah diri sendiri karena sadar tidak akan ada orang yang mencatatnya. Pemilihan nama 'Cmon-alf' pun demikian, saya pilih sebagai seruan penyemangat. Tagline 'My own self is my generator' pun begitu, sebaik-baiknya penyemangat adalah yang berasal dari dalam diri sendiri.
Oleh karena itu, setiap kali berdoa, saya tidak pernah meminta banyak. Saya hanya ingin dititipkan energi dan juga semangat, dua komponen itu paling penting dalam menjalani hidup.
Melangkahi Waktu
Jika orang seperti mu banyak
Tentu menjadi sabar itu perlu
Tapi sayangnya, orang seperti mu langka
Maafkan saya terlalu terburu-buru
Bukan saya tidak menghargai waktu
Saya hanya tak percaya waktu
Waktu tak pernah menunggu
Sebab itu saya terburu-buru
Saya tak bermaksud untuk memiliki mu
Sebab kamu bukanlah benda
Saya hanya ingin terus bicara dengan mu
Sebab kamu menarik dan berbeda
Saya tak pernah menginginkan mu
Karna saya membutuhkan mu
Kamu terlalu sederhana sehingga luar biasa
Sebab itu saya melangkahi waktu
Saya tak menyebut semua ini sebagai kegagalan
Karena saya tidak sedang berkompetisi
Lagi pula kamu bukanlah sebuah tropi
Ini hanya masalah melangkahi waktu
Sebab itu saya akan menunggu
Sembari belajar menghormati waktu
Karna saya yakin pada mu
Tentu menjadi sabar itu perlu
Tapi sayangnya, orang seperti mu langka
Maafkan saya terlalu terburu-buru
Bukan saya tidak menghargai waktu
Saya hanya tak percaya waktu
Waktu tak pernah menunggu
Sebab itu saya terburu-buru
Saya tak bermaksud untuk memiliki mu
Sebab kamu bukanlah benda
Saya hanya ingin terus bicara dengan mu
Sebab kamu menarik dan berbeda
Saya tak pernah menginginkan mu
Karna saya membutuhkan mu
Kamu terlalu sederhana sehingga luar biasa
Sebab itu saya melangkahi waktu
Saya tak menyebut semua ini sebagai kegagalan
Karena saya tidak sedang berkompetisi
Lagi pula kamu bukanlah sebuah tropi
Ini hanya masalah melangkahi waktu
Sebab itu saya akan menunggu
Sembari belajar menghormati waktu
Karna saya yakin pada mu
Sabtu, 17 Oktober 2015
Dalam sebuah wawancara bersama Clash Magazine, Ian Brown mengatakan bahwa ia belum pernah berhasil menulis lagu cinta yang tepat dan ketika lagu ini ia ciptakan baru ia merasakannya. Ian Brown melakukannya dengan baik, daya magisnya masih sama ketika ia berkarya bersama The Stone Roses. Walaupun saya sedikit lucu ketika pertama mendengarkannya namun saya begitu menyenangi lagu ini.
Ia mencoba menggambarkan kondisi dimana seseorang sedang bertemu dengan orang yang dicintainya untuk pertama kali. Lalu saya pikir, dia benar-benar melakukannya dengan baik. Saya setuju. Ian mendapatkan apa yang ia harapkan dari karyanya.
"The first time when you are stellify. Could be the last chance I have to sanctify. So save the last dance for me, my love 'cause I. I see you as an angel freshly fallen from the sky"
Jumat, 16 Oktober 2015
Mungkin hidup kita tidak akan semewah mereka
Karena terlalu mempertahankan impian yang telah kita yakini
Tapi kita patut berbangga diri karena susah di jalan yang kita pilih sendiri
Kita lewati ribuan belokan; kubangan; jalanan terjal dan licin
Semua kita lalui dengan penuh suka cita demi mencapai tujuan
Bayangkan jika kita susah dijalan yang ditentukan oleh orang lain
Aku pikir, itulah yang membedakan manusia dengan robot
Kita hanya butuh keberanian untuk konsisten dan bersyukur berjalan di jalur yang telah kita pilih
Oh tentunya, kita butuh pasangan yang dengan sabar mau menemani melewati ribuan kubangan
Maka hidup sudah seakan sempurna
Mari menghidupi hidup!
Amorfati!
Karena terlalu mempertahankan impian yang telah kita yakini
Tapi kita patut berbangga diri karena susah di jalan yang kita pilih sendiri
Kita lewati ribuan belokan; kubangan; jalanan terjal dan licin
Semua kita lalui dengan penuh suka cita demi mencapai tujuan
Bayangkan jika kita susah dijalan yang ditentukan oleh orang lain
Aku pikir, itulah yang membedakan manusia dengan robot
Kita hanya butuh keberanian untuk konsisten dan bersyukur berjalan di jalur yang telah kita pilih
Oh tentunya, kita butuh pasangan yang dengan sabar mau menemani melewati ribuan kubangan
Maka hidup sudah seakan sempurna
Mari menghidupi hidup!
Amorfati!
Kamis, 15 Oktober 2015
Siapa Yang Gila
Kurang nasionalisme apa lagi aku ?
Ku sibukan diri dalam kubangan lumpur
Walau kaki ku perih menginjak kerikil yang kasat mata di dasar
Walau baju ku penuh noda tak bisa hilang
Walau panas matahari menusuk kulit
Walau tak sebersih kau yang duduk manis dibalik komputer dan berselimut pendingin ruangan
Walau tak serapi kau yang tampil necis dengan kemeja dan celana bahan
Ku garap ribuan hektar tanah demi memenuhi lapar mu
Nasi dan segala macam sayuran yang kau telan tanpa doa adalah hasil daki ku
Kurang nasionalisme apa lagi aku ?
Ku cukupi kebutuhan lambung kalian
Tapi dimana kalian ketika tentara itu datang mengusir ku ?
Menuduh ku pembangkang demi perintah para pemilik modal sialan
Aku tak habis pikir atau otak ku yang sudah banjir lumpur atau memang kalian yang tak masuk akal
Kalian para kaum intelektual menganggap aku bodoh
Yah, aku memang bodoh karna tak bisa mencerna kebanalan ini dengan logika dan akal sehat
Silakan sebut aku dengan apapun yang kau mau
Silakan datangkan bala-tentara hingga ribuan
Aku siap menunggu dengan arit dan cangkul di tanah garapan
Ku sibukan diri dalam kubangan lumpur
Walau kaki ku perih menginjak kerikil yang kasat mata di dasar
Walau baju ku penuh noda tak bisa hilang
Walau panas matahari menusuk kulit
Walau tak sebersih kau yang duduk manis dibalik komputer dan berselimut pendingin ruangan
Walau tak serapi kau yang tampil necis dengan kemeja dan celana bahan
Ku garap ribuan hektar tanah demi memenuhi lapar mu
Nasi dan segala macam sayuran yang kau telan tanpa doa adalah hasil daki ku
Kurang nasionalisme apa lagi aku ?
Ku cukupi kebutuhan lambung kalian
Tapi dimana kalian ketika tentara itu datang mengusir ku ?
Menuduh ku pembangkang demi perintah para pemilik modal sialan
Aku tak habis pikir atau otak ku yang sudah banjir lumpur atau memang kalian yang tak masuk akal
Kalian para kaum intelektual menganggap aku bodoh
Yah, aku memang bodoh karna tak bisa mencerna kebanalan ini dengan logika dan akal sehat
Silakan sebut aku dengan apapun yang kau mau
Silakan datangkan bala-tentara hingga ribuan
Aku siap menunggu dengan arit dan cangkul di tanah garapan
Selasa, 13 Oktober 2015
TOPENG
Jika kau izinkan, maka akan ku galih liang kubur ku sendiri
Akan ku benamkan diri ini di dalam gelapnya lubang
Ku biarkan cacing-cacing itu menggerogoti jasad ini
Sementara aku sibuk meratapi semua yang terjadi
Aku tau semua yang kita sebut nyata hanyalah fatamorgana
Entah ilmuwan mana yang menamai ini realita
Entah sutradara mana yang menyulap dunia menjadi drama
Aku tau semua ini hanyalah kehampaan
Tak lebih dari urusan nominal dollar dan rupiah
Aku tak peduli lagi soal cita-cita apalagi idealisme
Toh semua sama busuknya
Aku hanya ingin menjalani hidup sebagaimana seharusnya
Sebagaimana naskah yang telah tuan persiapkan untuk ku
Aku tau bahwa kita sedang berlomba senyata mungkin dalam berperan
Selincah mungkin dalam mengatur gestur badan
Selancar mungkin dalam membaca setiap dialog
Setiap pola gerak kita adalah trik tipu daya
Kita sedang menipu dunia, bahkan kita sendiri
Jika kau izinkan, maka akan ku galih liang kubur ku sendiri
Akan ku benamkan diri ini di dalam gelapnya lubang
Ku biarkan cacing-cacing itu menggerogoti jasad ini
Sementara aku sibuk meratapi semua yang terjadi
Aku tau semua yang kita sebut nyata hanyalah fatamorgana
Entah ilmuwan mana yang menamai ini realita
Entah sutradara mana yang menyulap dunia menjadi drama
Aku tau semua ini hanyalah kehampaan
Tak lebih dari urusan nominal dollar dan rupiah
Aku tak peduli lagi soal cita-cita apalagi idealisme
Toh semua sama busuknya
Aku hanya ingin menjalani hidup sebagaimana seharusnya
Sebagaimana naskah yang telah tuan persiapkan untuk ku
Aku tau bahwa kita sedang berlomba senyata mungkin dalam berperan
Selincah mungkin dalam mengatur gestur badan
Selancar mungkin dalam membaca setiap dialog
Setiap pola gerak kita adalah trik tipu daya
Kita sedang menipu dunia, bahkan kita sendiri
Jika kau izinkan, maka akan ku galih liang kubur ku sendiri
Senin, 12 Oktober 2015
"Kalau mau tidur di rumah, kabarin aja ring," ujar saya menawarkan. Giring tertawa sambil mengatakan, "Gila. Udah gak bisa."
Hari ini teman saya yang senang menggunduli kepalanya itu sudah tak lagi berstatus bujang. Ia baru saya mempersunting wanita, dan sah menjadi suami-istri. Saya sudah pasti senang akan hal ini. Namun ada sesuatu yang hilang, saya kehilangan teman bergurau; berguyon; diskusi; dan melakukan hal tolol. Kami sudah tidak mungkin bisa nongkrong kapanpun yang diinginkan. Tidak etis pun egois jika saya terus mengharapkan tidak ada hal yang berubah dari ambient pertemanan ini. Toh saya pikir, ini sudah waktunya. Kami bukan lagi remaja yang harus membuang waktu untuk main kartu, PES, streaming youtube, talkin' shit berjam-jam, etc, dan menjadikannya sebagai rutinitas. Kami pun bukan lagi remaja yang kerjaannya bermimpi, karena sudah waktunya untuk merealisasikannya.
Bicara soal mimpi dan realisasi, menjadi alasan saya tidak bisa stay pada satu titik untuk waktu yang lama, apalagi tanpa melakukan apapun. Setiap detik adalah usaha. Setiap detik adalah kesempatan. Setiap detik adalah pembelajaran. Setiap detik akan memberikan pengalaman. Jika setiap detik tidak dimanfaatkan, maka waktu akan terbuang begitu saja. Dan saya akan mengulang semuanya dari nol kembali. Percuma, buang tenaga juga waktu.
Hari ini teman saya yang senang menggunduli kepalanya itu sudah tak lagi berstatus bujang. Ia baru saya mempersunting wanita, dan sah menjadi suami-istri. Saya sudah pasti senang akan hal ini. Namun ada sesuatu yang hilang, saya kehilangan teman bergurau; berguyon; diskusi; dan melakukan hal tolol. Kami sudah tidak mungkin bisa nongkrong kapanpun yang diinginkan. Tidak etis pun egois jika saya terus mengharapkan tidak ada hal yang berubah dari ambient pertemanan ini. Toh saya pikir, ini sudah waktunya. Kami bukan lagi remaja yang harus membuang waktu untuk main kartu, PES, streaming youtube, talkin' shit berjam-jam, etc, dan menjadikannya sebagai rutinitas. Kami pun bukan lagi remaja yang kerjaannya bermimpi, karena sudah waktunya untuk merealisasikannya.
Bicara soal mimpi dan realisasi, menjadi alasan saya tidak bisa stay pada satu titik untuk waktu yang lama, apalagi tanpa melakukan apapun. Setiap detik adalah usaha. Setiap detik adalah kesempatan. Setiap detik adalah pembelajaran. Setiap detik akan memberikan pengalaman. Jika setiap detik tidak dimanfaatkan, maka waktu akan terbuang begitu saja. Dan saya akan mengulang semuanya dari nol kembali. Percuma, buang tenaga juga waktu.
Jumat, 09 Oktober 2015
Ternyata waktu benar-benar tak bisa diam. Disamping perasaan saya yang selalu merasa seperti anak SMA, seorang teman(Giring) sedang mempersiapkan pernikahannya yang akan diselenggarakan pada 11 Oktober mendatang.
Setiap kali ada teman yang melangsungkan pernikahan, saya menjadi percaya tidak percaya, "Apa benar mereka yang duduk di pelaminan itu adalah teman saya ?" sama halnya dengan berita kematian kawan. Lagi-lagi ini hanya persoalan waktu. Semua hal dalam hidup akan terus berubah tanpa terlebih dahulu bernegosiasi dengan waktu.
Dan saya merasa terhormat sekali bisa menjadi bagian dalam prosesi paling sakral dalam tatanan hidup manusia konvensional (pernikahan) yang Giring dan pasangannya rencanakan. Saya dan Bos membantu memotret juga membuat video invitation untuk mereka berdua. Saya senang, setidaknya saya berguna untuk orang lain, khususnya sahabat saya.
Setiap kali ada teman yang melangsungkan pernikahan, saya menjadi percaya tidak percaya, "Apa benar mereka yang duduk di pelaminan itu adalah teman saya ?" sama halnya dengan berita kematian kawan. Lagi-lagi ini hanya persoalan waktu. Semua hal dalam hidup akan terus berubah tanpa terlebih dahulu bernegosiasi dengan waktu.
Dan saya merasa terhormat sekali bisa menjadi bagian dalam prosesi paling sakral dalam tatanan hidup manusia konvensional (pernikahan) yang Giring dan pasangannya rencanakan. Saya dan Bos membantu memotret juga membuat video invitation untuk mereka berdua. Saya senang, setidaknya saya berguna untuk orang lain, khususnya sahabat saya.
Selasa, 06 Oktober 2015
Ingin sekali saya menulis sederet kata-kata puitis layaknya Chairil Anwar
Ingin sekali saya menulis sederet kata seintelektual mungkin
Layaknya para ahli filsafat yang entah namanya kau dapat dari mana
Ingin sekali saya menulis kata dengan seribu analogi yang mampuh mengerutkan dahi mu
Sayang saya terlalu kasar untuk menjadi puitis
Sayang saya terlalu bajingan untuk itu
Saya yang biasa dengan bahasa "kebun binatang" terlalu tak biasa untuk itu
Seperti kalian yang tak biasa dengan bahasa sarkasme yang saya cintai dan adopsi
Ingin sekali saya menulis sederet kata seintelektual mungkin
Layaknya para ahli filsafat yang entah namanya kau dapat dari mana
Ingin sekali saya menulis kata dengan seribu analogi yang mampuh mengerutkan dahi mu
Sayang saya terlalu kasar untuk menjadi puitis
Sayang saya terlalu bajingan untuk itu
Saya yang biasa dengan bahasa "kebun binatang" terlalu tak biasa untuk itu
Seperti kalian yang tak biasa dengan bahasa sarkasme yang saya cintai dan adopsi
Minggu, 04 Oktober 2015
Sudah masuk dini hari dan saya sadar bahwa selama ini hidup tanpa ambisi. Mungkin dalam satu waktu menjalani hidup tanpa ambisi itu baik buat saya, karna terkadang ambisi justru menutup mata dan melumpuhkan nurani sebagai manusia. Singkatnya saya takut terjebak menjadi ambisius. Sudah banyak contoh dalam hidup ini orang-orang yang tenggelam dalam ambisinya sendiri. Lihat George W. Bush terlalu berambisi memperkaya Amerika Serikat, sehingga rela menginvansi Timur Tengah. Juga para koruptor dengan ambisi hidup makmur tanpa akhirnya. Israel masih membombardir Palestina karena Ambisi. Segala hal dilakukan demi sampai tujuan. Sebagai manusia yang lemah terhadap tipu muslihat duniawi, tentu hal tersebut menakutkan bagi saya.
Sejauh ini, saya selalu mendapatkan sesuatu tanpa adanya keinginan besar untuk mencapainya. Metodenya seperti ini: jika saya ingin sesuatu maka saya akan usaha, kalau sudah usaha pun ternyata saya gagal, yasudah, usaha untuk hal lain, jarang saya sampai mati-matian untuk mendapatkannya. Seperti halnya dalam nilai ujian, saya selalu puas apabila mendapatkan nilai B atau bahkan C+ sekalipun, pikir saya selagi tidak mengulang mata kuliah maka itu bukan soal.
Bahkan ada beberapa hal yang tidak saya inginkan justru datang dengan sendirinya, seperti menjadi Pemred misalnya. Untuk posisi sepenting ini, saya meraihnya dengan sangat mudah. Kadang saya berpikir, apakah ini baik atau tidak ? Saya takut menjadi manusia yang lemah jika hidup tanpa ambisi. Namun saya pikir bahwa ambisi pun berbahaya. Batas positif dan negatif menjadi sangat tipis. Lengah sedikit, ambisi mu akan melempar mu dalam jurang kesengsaraan.
Saya jadi teringat akan hal ini:
"Wahai Abdur Rahman, janganlah engkau meminta untuk diangkat menjadi pemimpin. Sebab, jika engkau menjadi pemimpin karena permintaanmu, tanggung jawabmu akan besar sekali. Dan jika engkau diangkat tanpa permintaanmu, engkau akan ditolong orang dalam tugasmu." (HR. Bukhari – Muslim)
Mungkin, sebab itulah hidup saya seakan datar. Banyak hal yang saya inginkan namun enggan untuk mati-matian mendapatkannya. Saya lebih memilih untuk santai mendapatkannya, pun kalau tidak dapat, yasudah. Walaupun saya bukan tipikal anak yang relijius, tapi saya yakin Allah selalu tau mana yang pantas di kasih dan tidak, mana yang harus lebih dulu diberikan dan mana yang belakangan. Makanya hidup saya terkesan tak bersemangat. Lagipula jika semua yang di dunia hanya titipan Allah, kenapa harus mati-matian kita meraih apalagi mempertahankannya ? Jika kita dekat dengan dia, insyallah sesuatu yang kita inginkan akan datang dengan sendirinya, yang tidak diinginkan namun kita dirasanya pantas mendapatkannya pun akan begitu juga.
"Dua ekor serigala yang lapar kemudian dilepas, menuju seekor kambing, (maka kerusakan yang terjadi pada kambing itu) tidak lebih besar dibandingkan dengan kerusakan pada agama seseorang yang ditimbulkan akibat ambisi terhadap harta dan kehormatan." Ka’ab bin Malik Al-Anshari Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Seperti ketika kau mendaki sebuah gunung, jika ambisi mu mencapai puncak, maka apapun kondisinya, kau akan terus berjalan ke arah puncak. Satu sisi kau akan terlihat optimis oleh pendaki yang lain dan kau akan mendapatkan pujian karna dianggap sangat bersungguh-sungguh. Tapi apakah cuma pujian yang kau harapkan dari upaya mu mencapai tujuan ? Sedangkal itu kah ? Kau lupa bahwa sampai di puncak hanyalah bonus dari proses pendakian. Jika tak bisa sampai puncak, setidaknya kau telah mencoba, maka berbahagialah di kaki gunung, toh masih sama indahnya.
Insyallah saya masih mempunyai gairah untuk menjalani hidup. Saya hanya takut seperti serigala yang lapar itu. Namun setidaknya dalam menjalani hidup kuncinya ialah usaha dan pandai bersyukur. Jika tidak kau akan terjebak dalam lingkar malas juga lingkar ambisi yang menyengsarakan itu.
Sejauh ini, saya selalu mendapatkan sesuatu tanpa adanya keinginan besar untuk mencapainya. Metodenya seperti ini: jika saya ingin sesuatu maka saya akan usaha, kalau sudah usaha pun ternyata saya gagal, yasudah, usaha untuk hal lain, jarang saya sampai mati-matian untuk mendapatkannya. Seperti halnya dalam nilai ujian, saya selalu puas apabila mendapatkan nilai B atau bahkan C+ sekalipun, pikir saya selagi tidak mengulang mata kuliah maka itu bukan soal.
Bahkan ada beberapa hal yang tidak saya inginkan justru datang dengan sendirinya, seperti menjadi Pemred misalnya. Untuk posisi sepenting ini, saya meraihnya dengan sangat mudah. Kadang saya berpikir, apakah ini baik atau tidak ? Saya takut menjadi manusia yang lemah jika hidup tanpa ambisi. Namun saya pikir bahwa ambisi pun berbahaya. Batas positif dan negatif menjadi sangat tipis. Lengah sedikit, ambisi mu akan melempar mu dalam jurang kesengsaraan.
Saya jadi teringat akan hal ini:
"Wahai Abdur Rahman, janganlah engkau meminta untuk diangkat menjadi pemimpin. Sebab, jika engkau menjadi pemimpin karena permintaanmu, tanggung jawabmu akan besar sekali. Dan jika engkau diangkat tanpa permintaanmu, engkau akan ditolong orang dalam tugasmu." (HR. Bukhari – Muslim)
Mungkin, sebab itulah hidup saya seakan datar. Banyak hal yang saya inginkan namun enggan untuk mati-matian mendapatkannya. Saya lebih memilih untuk santai mendapatkannya, pun kalau tidak dapat, yasudah. Walaupun saya bukan tipikal anak yang relijius, tapi saya yakin Allah selalu tau mana yang pantas di kasih dan tidak, mana yang harus lebih dulu diberikan dan mana yang belakangan. Makanya hidup saya terkesan tak bersemangat. Lagipula jika semua yang di dunia hanya titipan Allah, kenapa harus mati-matian kita meraih apalagi mempertahankannya ? Jika kita dekat dengan dia, insyallah sesuatu yang kita inginkan akan datang dengan sendirinya, yang tidak diinginkan namun kita dirasanya pantas mendapatkannya pun akan begitu juga.
"Dua ekor serigala yang lapar kemudian dilepas, menuju seekor kambing, (maka kerusakan yang terjadi pada kambing itu) tidak lebih besar dibandingkan dengan kerusakan pada agama seseorang yang ditimbulkan akibat ambisi terhadap harta dan kehormatan." Ka’ab bin Malik Al-Anshari Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Seperti ketika kau mendaki sebuah gunung, jika ambisi mu mencapai puncak, maka apapun kondisinya, kau akan terus berjalan ke arah puncak. Satu sisi kau akan terlihat optimis oleh pendaki yang lain dan kau akan mendapatkan pujian karna dianggap sangat bersungguh-sungguh. Tapi apakah cuma pujian yang kau harapkan dari upaya mu mencapai tujuan ? Sedangkal itu kah ? Kau lupa bahwa sampai di puncak hanyalah bonus dari proses pendakian. Jika tak bisa sampai puncak, setidaknya kau telah mencoba, maka berbahagialah di kaki gunung, toh masih sama indahnya.
Insyallah saya masih mempunyai gairah untuk menjalani hidup. Saya hanya takut seperti serigala yang lapar itu. Namun setidaknya dalam menjalani hidup kuncinya ialah usaha dan pandai bersyukur. Jika tidak kau akan terjebak dalam lingkar malas juga lingkar ambisi yang menyengsarakan itu.
Kamis, 01 Oktober 2015
Sajak Pinggir Kota
Kau suruh aku kreatif
Lalu aku coba main musik
Kau persulit izin pentas
Lalu aku coba main sepak bola
Tapi kau gusur lapangan ku
Kau dirikan gedung tinggi
Lantas aku sibukan diri belajar
Tapi kau ratakan sekolah ku
Apa mau mu ?
Kau bilang kota ini layak anak
Tapi sedikit ruang publik, banyak mall
Kau bilang aku harus pandai
Tapi kau memaksa ku konsumtif
Aku bingung
Aku harus bagaimana ?
p.s. sebuah otokritik untuk Kota Depok.
Selamat datang di kota investor!
Lalu aku coba main musik
Kau persulit izin pentas
Lalu aku coba main sepak bola
Tapi kau gusur lapangan ku
Kau dirikan gedung tinggi
Lantas aku sibukan diri belajar
Tapi kau ratakan sekolah ku
Apa mau mu ?
Kau bilang kota ini layak anak
Tapi sedikit ruang publik, banyak mall
Kau bilang aku harus pandai
Tapi kau memaksa ku konsumtif
Aku bingung
Aku harus bagaimana ?
p.s. sebuah otokritik untuk Kota Depok.
Selamat datang di kota investor!
Langganan:
Postingan (Atom)