Tanpa disadari selama ini, dari sekian banyaknya keluhan saya terhadap kehidupan fana ini. Ternyata banyak manfaat yang telah saya terima. Pertama, saya cukup beruntung semenjak SMP bahkan hingga kini selalu berada ditengah lingkaran orang-orang (yang mungkin bisa disebut) nakal dan (yang mungkin bisa disebut) tidak nakal, -walaupun saya cukup meragukan definisi nakal dan tidak nakal pada umumnya karna relatif sekali bagi saya. Berada dalam lingkaran dua arus tersebut tanpa pernah menjadi bagian daripadanya membuat pola pikir saya selalu mengacu dari dua perspektif untuk memandang dunia ini. Saya ibaratkan diri saya minyak dan dua arus tersebut adalah air soda dan air sirup. Kalian bisa gambarkan, bukan ?
Tadi tanpa terprediksi, Ita cerita soal adik cowonya. Mendengarkannya membuat saya flashback kebeberapa nama teman yang ada dalam hidup saya dan juga mempunyai korelasi sifat-prilaku dengan adiknya. Seorang lelaki, bagi saya, tidak bisa disebut nakal apabila hanya dilihat dari prilakunya yang merokok, mengkonsumsi alkohol, narkoba, dan ber-tatto. Tapi anak itu bisa dikatakan nakal apabila sudah merugikan orang lain atas apa yang sudah dilakukannya. Saya selalu punya prinsip seperti ini, okelah saya memang kecanduan tembakau, saya peminum alkohol (walau saya cukup selektif memilihnya), tapi tidak untuk narkotika (alasannya karna kimia sedangkan tanpa narkotika secara sadar atau tidak sudah banyak kimiawi dalam tubuh ini), namun bukan berarti dengan hal-hal tersebut lantas membuat saya bertingkah konyol hingga merugikan orang lain. Saya selalu tanamkan, seberapa mabuk diri ini maka disitu pula akal sehat saya harus tetap sadar.
Namun adiknya ini (dengan amat sangat hati-hati) bisa saya katakan nakal. Terlepas dari substansi apapun yang ia konsumsi, ada hal yang mengarahkan saya untuk melabeling nya dengan sebutan nakal: merugikan orang tua. Saya masih ingat ketika masih SMP dulu, entah karna sebab apa saya bertengkar dengan mama hingga dia menangis. Baru kali itu selama hidup saya membuat mama menangis. Lalu apa yang saya rasakan adalah penyesalan dan rasa durhaka yang amat sangat. Sejak saat itu saya berusaha untuk menjaga hati dan pikirannya, tak mau lagi membuatnya menangis dan mudah-mudahan hingga detik ini pun demikian.
Orang tua bagaimana pun kerasnya tetap orang tua bagi saya. Papa adalah orang yang amat sangat saya benci, terlebih prilaku masa silamnya yang tak bisa ditoleransi. Sempat saya menegasikan perannya sebagai panutan keluarga, dalam arti saya malas mendengarkan nasehatnya dan selalu membantah perintahnya, walau kadang saya yang salah. Namun semakin kesini, saya sadar, terlebih setelah pada momen tertentu saya melihatnya tak mempunyai peran atas keberadaan saya. Perasaan sedih, bagaimana bisa seorang kepala keluarga bisa kelihatan lemah. Saya akui, tak bisa selamanya terus berkutat pada kesalahan masa lalu. Maka saya pun mulai memaafkannya secara perlahan. Hingga pada akhirnya hubungan kami membaik bahkan lebih dari sekedar anak-orang tua, kami seperti teman. Saya selalu terima dimarahi sebagaimanapun marahnya dia apabila saya memang salah dan dia pun menerima kesalahannya apabila saya mulai kritik. Kami saling koreksi kemudian intospeksi.
Sejak saat itu-lah, saya tidak pernah terganggu dengan hal apapun kecuali mereka yang merugikan orang lain khususnya orang tuanya sendiri. Rasanya ingin sekali saya rajam. Berlebihan memang. Orang tua bukanlah makhluk yang sempurna dan tak bisa salah juga, maka terus-terusan membentuk sikap opsisi dengannya adalah sebuah kesalahan. Kalimat "saling memaafkan" itu memang ajaib.
Kedua, sekarang saya merasa beruntung dipertemukan teman-teman yang tidak memiliki dosis tinggi dalam mengkonsumsi alkohol. Dosis tinggi adalah perasaan yang tak bisa dibendung lagi untuk mengkonsumsi alkohol. Bagaimanapun caranya harus mengkonsumsinya. Nah, beruntung teman-teman saya tidak seperti itu. Kami melihat alkohol sebagai sebuah kebutuhan, jika kami rasa momennya tepat maka akan kami konsumsi sebijak mungkin.
Darisitulah saya kadang merasa heran dengan orang-orang yang tak bisa menjalani hidup secara sadar. Karna sebagian waktunya dipakai untuk mengkonsumsi substansi yang mengakibatkannya ia bergerak dalam alam bawah sadar. Bahkan bukan lagi heran, jika bertemu dengan orang-orang seperti itu kadang saya selalu tertawa terbahak-bahak dalam hati. Tidak mengkonsumsi sebentar selalu merasa ada yang kurang dalam hidupnya, tak peduli waktunya tepat atau tidak. Seperti diperbudak alkohol dan narkotika. Menyedihkan. Hidup ini terlalu singkat untuk dinikmati dalam kondisi mengawang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar