Minggu, 29 Maret 2015

Kau yang sedari tadi linglung berdiri di simpang jalan. Tak jelas arah tujuan. Pola gerak tubuh mu kikuk, bahkan seorang kakek rabun sekalipun mampu melihat anak burung mengeliling kepala mu. Pandangan mu mengarah, menjulang tinggi ke arah bangunan pencakar langit yang berjajar rapih. Sudahlah tak perlu lagi kau pertanyakan fungsi-fungsi bangunan tersebut. Toh, para tuan mu tak pernah paham benar apa itu AMDAL.

Telinga mu seakan tuli, padahal riuh klakson menyeruak tajam. Ada apa lagi ? Sudahlah isu kemacetan itu hanya membuat kau terluka dalam, toh produsen-produsen kendaraan itu berhasil menyisipkan uang di kantong tuan mu. Untuk apa kau pusingkan hal yang tak bisa kau atasi. Bukan karna kau pun memiliki motor bebek.

Sebab apa kau pun meragukan umur pepohonan ? Cepat atau lambat, pohon-pohon itu akan segera menjadi legenda. Peta dunia tak akan ada lagi warna hijau. Nimati saja, nanti kau pun kan terbiasa.

Sekarang, dengan siapa kamu akan bergantung ? Lembaga Lingkungan Hidup ? Tuan-tuan mu ? Atau profesi mu sebagai wartawan ? Alah, wartawan. Cita-cita mu tuk menjadi wartawan tetap tak memberi pengaruh apa-apa terhadap keberlangsungan hidup mu. Tidak akan mampu merubah status skrup kapital mu juga. Selamanya kau akan tetap menjadi kuda dengan rantai kekang di mulut. Toh, para bos mu itu pun adalah teman karib dari salah seorang tuan mu. Mereka sangat dekat, kau tak bisa berbuat apa-apa.

Nikmati saja hidup mu. Warnai hidup mu yang fana ini dengan penuh kegembiraan. Gantungkan saja nafas mu pada ia seorang. Hanya dia yang mampu kau percayai karna takkan mungkin berdusta. Tenang, dia tidak sedang tidur. Hanya sedang menikmati permainan bos dan tuan-tuan mu yang lalim. Nanti juga, ada waktu kau akan tertawa terbahak-bahak dan merasakan lega teramat dalam.

Sekarang tak ada gunanya berdiri terus di simpang jalan ini. Melangkahlah ke arah yang kau suka, namun jangan lupakan tapak awal kau berasal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar