Mobil halulalang seakan tiada habisnya. Cuaca dingin menusuk hingga ke tulang. Bocah-bocah tanpa keraguan bermain disela-sela keriuhan, mereka akrab dengan debu dan asap kendaraan. Sementara itu, sekumpulan gadis SMA tak peduli, seakan tiada yang lebih penting dari smartiphone di jemari. Langkah pria dan wanita dewasa begitu cepat, mereka tergesah-gesah. Dalam benaknya, timbul keraguan akan detak jam yang berderu cepat petanda upah yang akan berkurang. Seorang gadis belia melenggok anggun menenteng plastik dari salah satu dept.store ternama ibu kota. Bibirnya merah merona, sayang efek gincu. Seorang pria dengan rambut klimis hasil kerja keras pomade mengikuti percis beberapa langkah di belakang sang gadis.
Saya hanya bengong di tengah semua itu. Menikmati keindahan ini. Segala macam bentuk manusia ada, padahal saya cuma berdiri di perempatan lampu merah. Bagaimana kelak keliling dunia ?
Seorang gadis remaja berwajah oriental berjalan santai. Ia terlihat polos dan sederhana. Tampilan hanyalah tampilan, ia melangkah pasti kearah sebuah mobil sedan hitam. Disekelilingnya acuh tak acuh, kecuali seorang pria dengan kotak semir yang mengamatinya. Saya curiga pasti rampok. Namun gerik si pria tidak menjanjikan sebagai seorang yang hendak merampok. Paling dia cuma kagum dan setengah mati menahan rasa takjub melihat gadis yang baru saja pergi dengan sedan hitamnya. Mungkin dalam benaknya terlintas potongan-potongan episode FTV yang sumpah menggelikan. Kasian si tukang semir itu. Cinta telah tersegmentasi bung. Kau yang miskin, jangan harap bisa mendapatkan gadis itu. Saya ingin tertawa tapi tak tega.
Sesampainya di rumah, saya teringat lagi dengan si tukang semir itu. Jika benar cinta telah tersegmentasi layaknya sebuah produk yang sudah ditentukan target pasarnya, bukankah hal itu mengerikan ? Tapi jika cinta tak tersegmentasi, berarti semua cerita irasional FTV itu perlu diamini. Saya memikirkan hal tersebut hingga terlelap. Biarlah jadi PR nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar