Terkadang orang menginginkan kehidupannya berjalan mulus. Tak jarang mereka berdoa kepada sang pencipta untuk terhindar dari segala macam marabahaya, yang justru bagi saya tipikal orang seperti itu adalah pengecut. Mereka munafik, karna menginginkan kehidupan ini selalu berjalan mulus. Dan, saya pikir sang pencipta pun dalam waktu yang bersamaan akan mentertawakan mereka. Jika tidak, mereka dianggap bodoh.
Masalah adalah cara lain bagaimana manusia bisa benar-benar merasakan hidup. Itu persepsi saya. Lagi pula rasanya mustahil jika kita hidup lurus saja. Hidup bahagia terus, mungkin pada satu kesempatan kita pun akan merasa jengah. Masalah hadir sebagai penawarnya.
Ketika itu, proses pendidikan dasar di organisasi saya sedang berlangsung. Kita (calong anggota) diperlakukan semena-mena, kasarnya hak asasi manusia di cabut. Saya-pun mendapatkan perlakukan yang bisa dibilang tidak pernah saya inginkan. Namun, karna itu konsekuensi saya masuk ke dalam organisasi maka mau tidak mau saya terima.
Dan, ketika itu pula banyak senior-senior yang merasa kesal dengan saya. Sebabnya, saya selalu tertawa ketika mereka membentak-bentak saya, menghina, menyuruh saya memperragakan beraneka gerakan yang mereka inginkan. Sampai-sampai saya dibilang mabok obat, minuman, ganja, karna saya selalu tersenyum bahkan tertawa. Walaupun ketika itu saya 100% dalam keadaan sadar tanpa substansi apapun. Saya tertawa bukan karna saya hebat dan ingin menantang mereka. Saya hanya ingin merasakan kebahagiaan dalam kondisi seperti itu. Makanya saya tertawa.
Sama halnya ketika, salah satu keluarga saya tertimpa musibah dan berakibat pada keluarga -tentu saya juga. Di samping rasa duka, saya pun tertawa dalam hati. Bukan karna senang melihat orang terkena musibah. Saya hanya ingin menikmati keadaan dalam kondisi yang seperti apapun.
Bahkan ketika uang di kantong tidak ada se-rupiah pun. Saya selalu tertawa. Rasanya begitu bahagia, sama seperti ketika kantong berisi banyak uang. Saya selalu berujar, "Sempak! Keren banget gua gak punya duit!". Di samping mentertawakan hal tersebut, saya menjadi terpacu untuk mencari celah guna mendapati solusinya.
Ada orang yang bilang hati saya terbuat dari batu. Ada yang bilang saya gila. Persetan! Mereka tidak mengerti saya. Saya hanya mencoba memposisikan diri senyaman mungkin, walaupun itu dalam kondisi paling genting sekalipun. Karna mentertawai masalah bagi saya bukanlah sebuah kesombongan. Tapi ini lebih kepada bagaimana kita menghadapi kenyataan (yang pahit).
Mari berbahagialah dalam penderitaan mu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar