Selasa, 04 Maret 2014

Ini tahun kedua gua di Aspirasi (Pers kampus UPN "Veteran" Jakarta). Dan, status gua di sini baru saja menjabat sebagai kordinator produksi, itu artinya gua mempunyai tanggung jawab atas semua produk cetak Aspirasi: majalah dan jurnal. Posisi ini yang sebenarnya gua inginkan, sebabnya gua bisa merubah design layout majalah Aspirasi yang menurut gua sudah tidak relevan dan (jika boleh dibilang) ketinggalan zaman.

Teman-teman se-angkatan di Aspirasi pun banyak yang mendukung, mereka tau potensi gua ada di sana. Dan, gua seperti berhutang harapan kepada mereka. Mulai sekarang gua akan berusaha untuk melakukan yang terbaik.

Sudah beberapa hari ini, aktivitas gua tak bisa jauh dari laptop. Yah, gua sudah masuk ke dalam proses layouting majalah ke-83. Dini selaku Redaktur Pelaksana seperti berharap juga. Dan dia pula yang menempatkan gua di posisi yang sekarang ini. (Lagi dan lagi) gua berhutang harapan.

Tapi semalam, ketika gua Dini dan Bagus mulai mengerjakan sisa-sisa layout. Mendadak gua menjadi kesal dengan mereka berdua. Alasannya, mereka itu pengecut. Mereka merubah sedikit design layout gua dengan alasan takut kena marah senior. Pikir gua ketika itu, betapa kasihannya kedua anak ini, mereka tidak bisa berkembang selayaknya yang mereka khendaki, mereka selalu berada dalam bayang-bayang otoritas senior. Sementara itu, gua benci dengan hal-hal seperti itu.

Aspirasi adalah tempat kita semua belajar dan ketika itu kita bisa bebas melakukan eksplorasi namun tidak melebih esensi atau visi awal dari nya. Setidaknya begitu padangan gua. Namun faktanya ? Kita terkungkung oleh senioritas yang banal. Jika untuk merubah font judul saja kita masih merasa takut kena marah senior, bagaimana dalam hal lain ? Mereka (senior) hidup di masa yang berbeda dengan masa yang sedang kita lewati sekarang. Jangan terlalu ditelan mentah-mentah setiap titah mereka. Itu mengapa kita perlu menjadi nakal sedikit, agar tidak mudah diperbudak orang. Ternyata dalam organisasi yang mengemban sikap indepedensi tersebut masih terselip nafas-nafas ototriter yang kasat mata. Kasihan.

Belum lama, beberapa hari yang lalu, gua bertemu bang Ruby (senior Aspirasi). Gua pikir bang Ruby adalah termasuk orang yang sejalan dengan pola pikir gua. Di masa jabatannya, ia merubah layout majalah yang di anggapnya kusam dan jadul. Meski mendapat intervensi dari senior. Satu wejangan keren yang gua simak dari mulutnya adalaha "Senior itu banyak maunya. Mereka seperti muntah. Dan kita disuruh menampungnya. Gua dulu 'iya..iya..aja' tapi di belakangnya gak gua lakukan." Dan itu keren. Gua suka cara dia berpikir. Tidak kolot.

Sejauh ini, gua masih mengikuti apa yang Dini inginkan. Dalam pertimbangan, jika dalam proses produksi majalah ke -84 masih seperti ini, terpaksa gua akan hengkang dari organisasi tersebut. Gua bukan cuma mau belajar. Gua mau berkembang. Dan gua mau kita pun berkembang. Bukan hanya melanjuti apa yang dulu mereka kerjakan. Buat apa begitu ? membosankan.

Oh yah, gua tidak benci Dini dan Bagus secara personal, mereka orang-orang baik. Gua hanya sedikit gusar ketika mereka berada dalam institusi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar