"Jangan begadang, besok telambat!" pesannya pada saya, malam sebelum hari itu.
Papa sedang asyik berbaring di atas kasurnya, menyaksikan saya yang repot mencocokan setelan jas demi keperluan sidang skripsi. Saya tak biasa dengan pakaian seperti ini sebelumnya, terlalu formal, tapi ini suatu keharusan. Lagi pula sepertinya saya mulai menyukai berbusana rapih nan formal, asyik juga ternyata. Jas hitam dipadukan dengan celanan bahan hitam dengan daleman kemeja putih. Menarik sekali.
Malam itu saya sedikit repot, bukan karena saja harus menyesuaikan dan menyamankan diri dengan busanan seperti itu. Melainkan ada satu hal yang mengganjal saya yakni saya tidak bisa menggunakan dasi. Papa pun lupa cara pakai dasi, mungkin biasa dipakaikan mama. Sehingga saya harus melihat tutorial di internet. Beberapa kali saya mengikuti dan gagal, saya terus mengulangnya. Pada percobaan yang kesekian kalinya, saya pun berhasil.
"Aa yang mau sidang, papa yang deg-deg-an," ujarnya.
Kalau kata mama, itu naluri orang tua. Saya pun menjadi merasa sangat intim ketika mendengar hal tersebut keluar dari mulut papa. Sekaligus menjadi sangat "terbakar" untuk cepat-cepat presentasi. Sejujurnya, mental saya sudah sangatlah siap. Sebab sudah latihan presentasi dari jauh-jauh hari. Saya telah gagal total pada sidang proporal beberapa bulan lalu dan tidak ingin menuai hal yang sama pada kesempatan terakhir ini. Saya harus bisa melampaui diri saya sebelumnya.
Mendapatkan penguji sidang yang konon berbahaya, tidak membuat saya gentar sama sekali. Saya justru menjadi semakin terpacu untuk melakukan hal yang terbaik.
Ketika hari itu tiba, saya benar-benar tak bisa menahan diri untuk cepat-cepat menghadapi para penguji. Salah satu penguji saya yakni Dekan fakultas saya sendiri, sosok yang banyak dibilang cukup berbahaya sebab beberapa mahasiswa gagal lanjut wisuda karenanya. Jujur, wajah beliau memang menyeramkan. Tapi saya selalu percaya bahwa di balik wajah seram seseorang selalu terdapat celah untuk dijinakan. Beruntung saya mendapat posisi ke tiga untuk presentasi, sehingga saya bisa mengamati para penguji termasuk Dekan saya tersebut. Benar saja, Dekan saya hanya seram wajahnya. Ia mempunyai selera humor yang cukup sarkas dan cerdik khas kaum intelektual yang biasa saya temui di forum diskusi. Pun saya sudah tidak kaget lagi berhadapan dengan sosok tipikal seperti ini. Kuncinya ialah menguasai materi, sebab beliau senang sekali berdiskusi. Benar saja, selama presentasi saya tidak melihat ia sebagai sosok pengkritik namun sebaliknya, saya justru merasa seperti sedang berdiskusi dengan teman-teman yang biasa saya ajak berdiskusi masalah sos-pol. Praduga tentang sosoknya yang menakutkan seketika luntur begitu saja, saya malah menginkan durasi yang lebih panjang lagi untuk presentasi. Saya ingin memuntahkan semua pikiran saya dihadapannya, namun sayangnya saya perlu menyadari bahwa momentumnya ialah sidang bukan nongkrong. Maka saya urungkan niat tersebut. Saya kembalikan kodrat saya sebagai mahasiswa yang sedang di uji.
"Bagaimana sidangnya ?" tanya papa melalaui aplikasi chat.
Saya menjawab dengan mantab "S.Ikom sekarang!" beliau memanjatkan rasa syukur dan saya menjadi lega seada-adanya. Dengan mantab saya mengirim pesan kepada adik perempuan saya: sekarang nama gua Alfian Putra Abdi S.Ikom. Mama pun langsung menelfon dan bilang, "Kata Putri nama aa sekarang jadi ada S.Ikom nya ?" Saya tersenyum jumawa.
Tapi ketika para penguji mengumumkan kelulusan, saya tidak bisa lantas bahagia begitu saja sebab seorang kawan ada yang harus ditunda kelulusannya hingga tahun depan. Cukup sedih dan sialnya tidak ada yang bisa kami (saya dan teman-teman) lakukan selain memberikan motivasi semata. Hal tersebut lantas membuat saya mengurungkan niat untuk teriak (niat awal saya apabila semua lulus saya mau teriak di depan Dikjar dengan kata-kata serapah sebagai ekspresi kebebasan).
Sekarang semuanya telah berlalu, walaupun menyisakan revisian. Tapi bukan soal, sebab saya percaya bisa menyelesaikannya. Oh yah, beruntungnya lagi, saya mendapatkan tawaran kerja. Saya benar-benar bersemangat. Kira-kira tantangan apa lagi yang akan saya temui nanti?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar