Sepulang dari Cipadu dengan treknya yang super aduhai menggemaskannya, saya tiba di rumah agak telat, pasalnya mampir dulu ketemu teman untuk sekedar bersilahturami. Sesampai di rumah, ada bokap yang sudah pulang lebih dulu sedang duduk di ruang tamu sembari menikmati rokok. Wajahnya lagi kesal sekali dan tanpa saya tanya, dia pun bercerita. Ternyata dia baru saja debat dengan pegawai bank perihal kejelasan angsuran KTA miliknya yang mendadak berjangka waktu panjang. Menurutnya KTA tersebu akan selesai pertahun ini atau paling lama yah tahun depan, namun pihak bank menjelaskan bahwa hal tersebut akan selesai pada 2019. Bokap menjadi berang dan merasa dipermainkan, terlebih lagi setelah meminta semua rincian keuangannya yang tidak disetujui oleh pihak bank dengan alasan sistemnya sudah berubah. Aneh saja saya mendengarnya, hak nasabah untuk mengetahui rincian pembayaran KTA malah ditutupi, transparansi tidak terjadi disana. "Bank cuma hitung bunganya doang nih," kata bokap setengah kesal. Bukankah semua bank itu hidup dari bunga ? Memang bank itu gurita raksasa yang bisa menjerat siapa saja, apalagi kalau nasabahnya tidak pintar-pintar dalam mencermati setiap aturan main yang berlaku pada sebuah bank. Hati-hati deh dengan bank. Hal ini menjadi pelajaran sekali untuk saya, agar menjauh dari lilitan bank.
Setelah selesai mendengar keluhan bokap, saya ke atas untuk bergegas mandi dan tiba-tiba handphone bergetar, ada satu pesan via line dari seorang teman yang sedang di Jogya. "Sebentar lagi mau wawancara khusus nih dengan Tempo. Tadi abis presscon di LBH Jogya," tulisnya. Teman saya itu baru saja melalui satu momen terburuk dalam hidupnya. Jadi ia bersama beberapa orang perempuan lainnya menggelar sebuah acara kumpul dan berbagi bersama dalam tajuk Lady Fast 2016. Sayangnya acara yang meliputi diskusi mengenai perempuan, workshop kolase/kerajinan tangan, diskusi self defense, dan live musik itu tiba-tiba dibubarkan oleh sekelompok ormas yang merasa terganggu. Tidak hanya itu sikap intoleran ormas ini pun terbilang cukup katro, dengan melakukan intimidasi bahkan didepan anak-anak (yang kebetulan dibawa oleh pengunjung dan panitia acara). Saya pun heran dari mana acara syarat belajar itu bisa dikatakan mengganggu ? Mereka sudah sakit jiwa sepertinya. Lagi-lagi ormas berulah, belum hilang dari ingatan saya bagaimana ormas mencoba menjegal terlaksanannya Belok Kiri Fest beberapa waktu lalu di Jakarta.
Astaga tuhan, semoga saya masih terus waras di tengah kondisi dunia yang semakin absurd ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar