Aku pikir budaya cukur rambut sudah berhenti di masa-masa putih abu-abu. Ternyata di tingkat universitas pun masih demikian. Ah! Aku rasa hanya kampus ku yang seperti itu. Mentang-mentang kampus ku berbasis militerisme. Tapi dari jaman sekolah dulu aku selalu bingung apa korelasinya antara rambut gondrong dengan kerapihan apalagi akademik seseorang. Kerapihan menurut ku adalah hal yang sangat relatif sekali. Bagi kamu seseorang berrambut gondrong itu brandalan, tak punya aturan, tak beretika, atau buruknya kau mengira mereka asosial. Tapi bagi mereka yang berambut gondrong tidak demikian. Mungkin satu-satunya kendala yang mereka temui adalah ketika sedang makan. Rambut gondorongnya harus di ikat bila tidak mau rambutnya mengenai makanan. Aku pun masih heran, apakah rambut gondrong mampu mempengaruhi akademik seseorang juga ? Teori siapa yang mengatakan hal terebut ? Orang-orang macam Archimedes, Euripides, dan Homer pun berambut panjang (meski tidak berlebihan layaknya model iklan sampo) dan jenggot yang panjang pula. Namun mereka mampu menciptakan tulisan-tulisan hebat. Okelah aku maklumi jika seorang siswa tidak boleh berambut gondrong sewaktu masih tingkat pertama atau menengah. Tapi bukan berarti itu berlaku hingga tingkat universitas.
Hari ini aku telat datang ke kampus. Alhasil, aku tidak boleh masuk oleh penjaga ruangan. Padahal hari ini aku ada UTS Pengantar Ilmu Ekonomi. Aku memang sedikit lebih santai pagi ini. Aku jalan dari rumah pukul 7.45 sementara jam masuk 8.00. Sampainya dikampus aku telat 35menit kata mereka. Tapi menurut ku, aku telat 28menit. Tetap tak bisa merubah apapun. Aku pulang dan berbohong pada mama. Aku bilang hari ini aku salah jadwal, seharusnya libur. Tamatlah riwayat ku. Tak tega rasanya bohongi orang tua. Tapi besok, aku akan kejar susulan ke pak Subakdi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar