Rabu, 24 April 2013

Kemarin sewaktu aku makan di warung pinggir jalan sehabis jam perkuliahan berakhir. Ada seorang punk yang menghampiri aku dan beberapa orang yang makan. Ia berdiri di tengah-tengah kami dengan wajah pucat dan melasnya sembari menepukan kedua tanggannya seraya membentuk nada kemudian menyanyikan lagu milik My Name Is "Love Song". Disekitaran kampus ku memang banyak punker bertebaran dipinggir-pinggir jalan. Aku berani taksir mereka adalah gerombolan orang yang terdiri dari individu yang ingin hidup merdeka dan survive tanpa mengandalkan orang tua, sebagiannya karna masalah gengsi sebab sahabat-sahabatnya memilih hidup dijalan, dan sebagiannya lagi tidak tau kenapa mereka berada dijalanan. Ia (punk yang diawal ku maksud) membentuk simbol kuncup dengan jari-jarinya sembari menggerakannya maju-mundur didepan mulutnya, oh itu sebagai tanda bahwa ia belum dan butuh makan. Seketika aku jadi miris dengannya. Punk yang dikatakan sebagai kaum dengan kultur resistensinya kini mengemis-ngemis tak ubahnya (maaf) seperti gelandangan. Aku tak mempersoalkan jika ia mempunyai pilihan hidup dijalanan. Tapi buat apa jika kita turun ke jalan tapi kita tak tau bagaimana caranya menghidupi diri kita. Kenapa juga kita tidak pulang saja kerumah ? toh dirumah kita masih bisa menjadi punk. Menjadi punk bagi ku bukan soal siapa yang hidup dijalanan dan siapa yang bukan. Namun lebih dari itu, yang apabila aku tuliskan opini ku disini akan mengaburkan apa yang sebenarnya ingin ku tuliskan. Alangkah baiknya, kita bekali diri kita sebelum turun dan mulai kehidupan dijalan.

Ayolah punk. Jangan buat diri mu menjadi terlihat tak berdaya begitu. Mengemis, berharap belas kasih orang lain itu bukan punk. Ayo tunjukan taring mu, punk!

Sabtu, 20 April 2013

Aku membelah dua sifat tongkrongan dewasa ini, satu adalah Tongkrongan produktif dan Tongkrongan pasif. Tongkrongan produktif adalah tempat yang diisi oleh dua atau lebih orang yang terbentuk bukan hanya untuk sekedar membuang waktu dengan bermain. Tapi lebih untuk membuat sebuah kegiatan bersama. Dan disana terdapat intensitas waktu bertemu yang tinggi. Dimana ketika dalam tongkrongan dengan sifat seperti ini aku menuntut diri ku untuk ikut ambil bagian didalamnya, tentu menurut porsi ku sendiri. Terlebih jika lingkungannya menghendaki ku untuk turut ambil bagian didalamnya. Namun jika dalam tongkrongan seperti ini aku tidak bisa berkontribusi maka aku akan memutuskan untuk hengkang. Terlebih jika lingkungannya tidak menghendaki ku untuk berkontribusi.

Tongkrongan pasif adalah tongkrongan yang terbentuk hanya untuk sekedar mengisi waktu atau kasarnya membuang waktu. Dimana intensitas bertemunya tidaklah selalu sering. Dalam tongkrongan jenis ini, aku cenderung tidak mewajibkan diriku untuk berkontribusi sedikit ataupun banyak.

Rabu, 17 April 2013

Inilah yang aku takutkan dari hubungan ini, terlalu mencintai mu yang justru akan membuat ku sakit hati. Karna aku tau kau layaknya musim yang mudah berubah dan tak jelas arah. Aku selalu menikmati keadaan dimana aku selalu berpura-pura tak membutuhkan mu. Karna hanya dengan begitu aku bisa mencintai mu tanpa cemas sedikit pun. Bukan seperti ini.

Kamis, 11 April 2013

Sudah pukul 2.00 WIB dan aku belum berhasil terpejam. Padahal esok pagi, pukul 8.00 WIB mesti UTS. Belajar sedikit pun tidak. Esok bagaimana lah.

Hari ini atau kemarin tepatnya, aku masih belum bisa mengatur waktu dengan baik. Setelah ketiduran dan ngaret satu jam untuk melakukan wawancara ketua Teater Hijau Lima Satu dengan Ita karena ketiduran (efek begadang semalamnya), aku pun harus mangkir dari dateline mengerjakan laporan liputan Festival Teater Jakarta Selatan hari ini dan malah mengerjakan banner untuk usaha percetakannya Ditus. Susah sekali untuk bisa mengatur waktu dengan baik agar kegiatan satu dan lainnya tidak saling berbenturan.



Selasa, 09 April 2013

Aku pikir budaya cukur rambut sudah berhenti di masa-masa putih abu-abu. Ternyata di tingkat universitas pun masih demikian. Ah! Aku rasa hanya kampus ku yang seperti itu. Mentang-mentang kampus ku berbasis militerisme. Tapi dari jaman sekolah dulu aku selalu bingung apa korelasinya antara rambut gondrong dengan kerapihan apalagi akademik seseorang. Kerapihan menurut ku adalah hal yang sangat relatif sekali. Bagi kamu seseorang berrambut gondrong itu brandalan, tak punya aturan, tak beretika, atau buruknya kau mengira mereka asosial. Tapi bagi mereka yang berambut gondrong tidak demikian. Mungkin satu-satunya kendala yang mereka temui adalah ketika sedang makan. Rambut gondorongnya harus di ikat bila tidak mau rambutnya mengenai makanan. Aku pun masih heran, apakah rambut gondrong mampu mempengaruhi akademik seseorang juga ? Teori siapa yang mengatakan hal terebut ? Orang-orang macam Archimedes, Euripides, dan Homer pun berambut panjang (meski tidak berlebihan layaknya model iklan sampo) dan jenggot yang panjang pula. Namun mereka mampu menciptakan tulisan-tulisan hebat. Okelah aku maklumi jika seorang siswa tidak boleh berambut gondrong sewaktu masih tingkat pertama atau menengah. Tapi bukan berarti itu berlaku hingga tingkat universitas.

Hari ini aku telat datang ke kampus. Alhasil, aku tidak boleh masuk oleh penjaga ruangan. Padahal hari ini aku ada UTS Pengantar Ilmu Ekonomi. Aku memang sedikit lebih santai pagi ini. Aku jalan dari rumah pukul 7.45 sementara jam masuk 8.00. Sampainya dikampus aku telat 35menit kata mereka. Tapi menurut ku, aku telat 28menit. Tetap tak bisa merubah apapun. Aku pulang dan berbohong pada mama. Aku bilang hari ini aku salah jadwal, seharusnya libur. Tamatlah riwayat ku. Tak tega rasanya bohongi orang tua. Tapi besok, aku akan kejar susulan ke pak Subakdi.

Kamis, 04 April 2013

Mata kiri ku sudah dua hari ini kedutan (bergetarnya urat-urat). Sedikit cemas dan kepala ini dihinggapi berbagai praduga. Semoga saja ini bukan sebagai petanda apa-apa.
Tahun ini bisa dibilang adalah tahun yang berkah bagi band ku. Bagaimana tidak setelah kurang lebih tiga tahun mengalami stagnansi dan bongkar pasang personil. Tahun ini band ku akhirnya bisa mengerluarkan sebuah extended play (EP) dengan kateristik dan kontur musik yang begitu berbeda dengan tiga tahun kemarin. Sesuatu yang awalnya di coba-coba dengan perkiraan "Kalau suka yang suka banget, kalau tidak suka yah tidak suka banget" pada pendengarnya. Sejauh ini, beruntung banyak respon positif yang datang. Sejujurnya, aku kurang puas dengan suara vokal ku di materi kali ini. Mungkin karena aku sudah balig. Dan selain itu EP kali ini dirilis oleh label yang mana telah menjadi favorit ku sebelum aku masuk dalam dunia perband-an yakni Movement Records. Belum ditambah oleh rezeki mendadak dari Satrio yang sudi membuatkan video clip untuk band ku. Dan klimaksnya tawaran launching album di Jogya oleh Adit. Band ini sungguh berkah.

Tanggal 7 April nanti EP band ku berupa kaset pita dan CD akan secara resmi dirilis.

Iseng Rekam: Dokumentasi Pendakian Ke Gunung Papandayan

Akhirnya aku berhasil mengupload video dokumenter pendakian ku ke Gunung Papandayan. Setelah sebelumnya aku mengalami kendala yang aku sedniri tak tau apa penyebabnya. Berikut ini adalah video dokumenter pendakian perdana ku yang aku abadi kan sendiri dengan kamera pinjaman seorang teman.

Rabu, 03 April 2013

Dua hari belakangan ini semua jadwal ku hancur berantakan. Aku mangkir dari rapat Aspirasi kemarin sore. Aku juga tidak masuk kuliah, bahkan hingga hari ini. Aku memang sengaja melakukan semuanya itu, meski pada akhirnya mempertanyakannya "Kenapa kok bisa ?". Aku sedang terkejar dateline produksi kaset tape CBA yang aku sendiri rencanakan akan dirili tanggal 7 April nanti. Maka dari itu aku harus kebut. Tapi sedari kemarin, aku malah bermalas-malasan. Kerjaan ku mengedit ulang layout, browsing, mengetik ulang eksplanasi, dan menjelang senja baru aku mulai produksi cover kasetnya. Hari ini pun demikian. Aku janji sama Acong kerumahnya sekitar pukul 13.00WIB tapi aku mangkir karena mendadak hasrat ku untuk mengedit video dokumentasi pendakian Papandayan muncul tanpa permisi. Tadinya aku mau kerjakan nanti saja. Tapi aku takut aku justru malas, lagi pula saat ini ide ku sedang cemerlang. Aku paksakan sajalah. Oh iya, hari ini aku berbohong pada Tiara, sengaja, alasannya yah karena video itu tadi.

Bicara soal video dokumentasi pendakian ke Papandayan. Pada hari Minggu kemarin aku baru pulang mendaki bersama tiga orang teman ku: Rayi, Topan, dan Dede. Sesampainya disana jumlah kita bertambah menjadi dua belas: Bang Pii, Bang Udin, Bang Amat, Teteh Aini, Dede Lubis, Ipeh, Kang Adi dan istrinya. Kita baru berkenalan di terminal Guntur tapi rasanya seperti sudah saling kenal selama sepuluh tahun. Bergitu intim dan seperti keluarga. Aku benar-benar takjub. Tapi aku sedikit kesal dengan Bang Pii. Ia tega menebang pohon demi mendirikan tenda ku. Aku ingin protes, tapi karena ini pendakian perdana ku. Aku coba ikuti arus dahulu. Seketika aku teringat lagu Pecinta Alam-nya Rita Rubi Hartland.

Aku sedang menantikan video pendakian ku selesai di publish. Sialnya, sedari tadi gagal. Aku tidak tau apa penyebabnya. Muak rasanya. Padahal sehabis magrib aku ingin kerumah Acong untuk memulai meproduksi kaset serta cd CBA.