Rabu, 01 Maret 2017

Saya pernah di tanya, "Perbuatan baik apa yang sudah kau lakukan semasa hidup ?" Saya menjawab bahwa tidak pernah saya melakukannya. Lantas seseorang itu kembali bertanya, "Apakah kau melakukan keburukan ?" Saya kembali menjawab, tidak pernah saya melakukannya. Dia kelihatan kesal dengan jawaban saya yang dianggapnya bercanda.

Saya tidak sedang bercanda. Bahwa memang saya tidak pernah tau baik dan buruk, apalagi terhadap apa yang saya lakukan. Yang saya tau hanyalah, bahwa saya ketika itu harus melakukan hal itu. Ketika saya lapar, yang saya tau saya harus makan. Ketika saya mengantuk, yang saya tau harus tidur. Ketika saya melihat teman yang meminta pertolongan, yang saya tau harus ditolong. Saya tidak melakukannya dengan alasan baik dan menolaknya dengan alasan buruk. Sebab baik buruk adalah bentuk penilaian. Sedangkan penilaian hanya tuhan yang berhak melakukan dan memang ranahnya bermain dengan penilaian. Saya yang notabene adalah hamba, hanya cocok berada di level proses.


Pun hingga saat ini, saya semakin sulit mengukur baik-buruk nya suatu perbuatan. Parameternya tidak jelas dan bias. Seperti contoh ketika saya hendak melarang seorang sahabat untuk berpakaian seksi ketika pergi pesta karena alasan syariat agama dan diturutinya, bagaimana jika memang sahabat saya berpakaian seksi karena diarahkan oleh tuhan sebagai jalannya untuk mendapatkan hidayah keagamaannya, namun karena saya larang prosesnya jadi terpotong. Hal yang awalnya saya kira baik ternyata tidak. Kurang lebih seperti itu.

Lagipula hidup akan pusing apabila ranah tuhan, kita campuri. Saya menolak untuk pusing, karena memang tidak enak hidup berpusing ria, apalagi pusing yang kita buat sendiri.

Biarlah saya dengan taman proses ini. Sementara kalian yang masih ingin berpusing dengan mendebat baik-buruk, sila saja lakukan selagi mampu hidup dalam kerunyaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar