Jumat, 11 April 2014

Cinta Ku Pada Mu Seperti Karet

Thanks god! untuk segala kenikmatan yang kau berikan (dalam bentuk yang kadang spektakuler). Sehingga mampu membentuk ku menjadi seperti sekarang ini. Akutidak peduli lagi soal kaya/miskin, LGBT, drunken master, junkie, atau penggila sex sekali pun. Siapa itu, aku tak peduli. Semua berkat kehadiran mu.

Pada akhirnya, aku tidak yakin kamu ada di atas. Melainkan kau ada di hati setiap orang yang percaya dengan mu.

Aku berteman baik dengan siapapun dan dari mana mereka berasal. Tapi, maafkan aku yang terlalu skeptis dan kadang anti-pati dengan agama mu yang membuat ku tak sedamai ini.

Thanks god. Berkat mu aku mampu menegasikan baik buruk. Dengan begitu aku dapat berteman baik dengan siapapun dengan latar belakang yang berbeda. Tanpa harus pusing memikirkan soal moral. Karna sebenarnya kita hanyalah orang yang ingin hidup dengan cara kita masing-masing.

Namun bukan berarti aku tak punya rasa benci. Aku menjadi lebih tau siapa yang harus aku benci. Aku tau siapa lawan ku. Ialah mereka-mereka yang mencoba mengganggu kenyamanan orang lain, mereka dengan fanatismenya terhadap suatu hal, para moralis yang sok tau soal mana yang baik dan tidak untuk kita, fasis-fasis brengsek, dan mereka yang tidak bisa memanusiakan manusia.

Kau pun membuat hidup lebih nyaman. Aku merasa peduli setan dengan surga-neraka. Walaupun aku masih mempercayainya, itu aku anggap bonus dari mu. Terasa konyol apabila aku menjadikannya seperti hadiah dalam sebuah perlombaan. Aku pun merasa peduli setan terhadap pertanyaan "Apa tujuan hidup mu?" karna aku tidak punya tujuan dalam hidup ini. Hidup itu untuk di nikmati dan membiarkannya mengalir tanpa harus terbawa arus, pikir ku.

Pada akhirnya aku merasakan jatuh cinta pada mu bahkan lebih dari sebelumnya. Aku mencintai mu seperti karet. Dan kau telah menuntunku serta mengajarkan bahwa hidup itu lentur.

Dia Menemukan, Aku Pudar

Seorang teman baru saja menjadi mualaf beberapa jam yang lalu. Ketika ia bersumpah, entah kenapa aku merinding. Mungkin ada hubungannya dengan kegamangan ku terhadap agama dalam beberapa waktu belakangan ini. Yah, aku sudah mulai tak mempersoalkan lagi agama. Terutama agama yang aku peroleh dari orang tua, islam. Aku tidak membenci agama, aku hanya mencoba menegasikannya saja. Atau kata lainnya adalah mencoba untuk lentur menjalaninya.

Aku berpikir, agama kadang membuat hidup ini menjadi sempit. Banyak hal yang aku tak setuju dengan konsep menganut agama. Seorang kawan ku kehilangan cinta kasihnya hanya karna perbedaan agama dengan pasangannya. Tak sedikit orang tua yang melarang anaknya untuk menerima makanan-minuman dari orang yang berbeda agama dengannya. Agama telah banyak menumpahkan darah jiwa yang tak berdosa. Agama mempersempit pergaulan. Meski kadang aku sadar bahwa itu hanyalah ulah orang-orang kikuk yang mencoba mengatas namakan agama di segala perbuatannya.

Aku terlalu jenuh dengan semua itu. Dengan begitu aku coba menegasikan agama dalam hidup ini. Dan mencoba meredefinisi nya. Aku yakin bahwa agama itu tidaklah kaku. Agama itu lentur. Begitu juga dengan tuhan. Aku percaya bahwa tuhan itu ada. Ia (tuhan) tidak di atas. Aku mulai yakin bahwa ia ada di dalam hati setiap orang yang mempercayainya. Ia selalu mengawasi gerak-gerik ku tanpa harus mencoba mempengaruhi secara lebih raga dan otak ku.

Kondisi seperti ini justru membuat ku mampuh berdamai dalam kondisi apapun. Aku menjadi tidak takut lagi terhadap apapun. Karna aku punya tuhan yang begitu dekat dengan ku.

Dalam kesempatan lain aku akan menuliskan lebih soal ini...

Selasa, 01 April 2014

Iseng Poto: Vakansi Garut - Tasik

Jalan-jalan ke Garut dan Tasik, banyak menemukan hal-hal seru. Berikut ini adalah beberapa momen seru yang saya coba abadikan.